yang diterapkan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory dengan klausul ISO 22000 dapat terlihat pada Tabel 8.
1. Klausul 4 Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Klausul empat yaitu SMKP terpenuhi dengan diterapkannya FSMS pada factory. FSMS mencakup sepuluh elemen yaitu penerapan NGMP,
HACCP, QMS, Instrument Calibation, Release System, Tracebility Lot Identification Coding, Product Recall ,
Pathogen Monitoring, Management Commitment
dan Regulatory Compliance. Prosedur-prosedur SMKP sudah dijalankan dan didokumentasikan
dengan baik. Hal ini terlihat bahwa prosedur-prosedur yang menyangkut SMKP telah lengkap. Dokumentasi bukan merupakan syarat utama
dalam penerapan ISO tetapi lebih mengedepankan bagaimana sistem ini dijalankan di dalam factory, sehingga dapat dibuktikan dengan rekaman
aktifitas yang telah dilakukan. ISO 22000 merupakan standar yang hanya menekankan aspek keamanan pangan saja oleh sebab itu dalam
memperoleh sertifikasinya sistem dokumentasi ISO 22000 tidak bisa dipadukan dengan sistem manajemen lainnya yang terintegrasi dalam
Integrated Management System IMS.
2. Klausul 5 Komitmen Manajemen
Komitmen manajemen Klausul 5.1 ditunjukkan dengan mengkomunikasikan pentingnya persyaratan keamanan pangan dalam
suatu organisasi. Komitmen manajemen ditunjukkan dengan memberikan pelatihan hygiene dan safety bagi setiap personel yang akan
bekerja di dalam factory. Selain itu penandatanganan komitmen manajemen dalam HACCP workshop yang menunjukkan pihak
manajemen mendukung SMKP dan refesh training bagi food safety team.
Kebijakan keamanan pangan belum ditentukan secara khusus namun telah menggunakan kebijakan mutu yang mencakup keamanan
pangan. Tinjauan manajemen berupa audit internal dilakukan setiap dua minggu sekali biweekly factory tour dengan mempertimbangkan aspek
hygiene, safety, cost, dan quality. Hasil audit ini dapat menjadi
pertimbangan pengembangan dan perbaikan aspek keamanan pangan. Kebijakan keamanan pangan Klausul 5.2 adalah tujuan suatu
organisasi yang berkaitan dengan keamanan pangan dan dinyatakan oleh pihak manajemen puncak. Kebijakan yang diterapkan di PT Nestlé
Indonesia adalah kebijakan mutu yang telah mencakup kebijakan keamanan pangan. Kebijakan mutu yang diterapkan merupakan keijakan
mutu yang baru, sehingga sosialisasi terhadap seluruh karyawan terutama level operator belum maksimal. Saat ini pengkomunikasian
terhadap kebijakan mutu baru hanya sebatas pemasangan beberapa papan kebijakan mutu dan melaui intranet.
Klausul 5.3 tentang perencanaan SMKP dengan menyusun, menetapkan dan menjaga kebijakan mutu dimana telah mencakup
keamanan pangan dan peraturan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan menetapkan sasaran perbaikan untuk level perusahaan dan level
operasional yang terukur dan mampu dicapai dalam periode waktu yang ditentukan. Setiap departemen memiliki target yang harus dicapai dan
ditinjau pencapaiannya pada setiap management review meeting. Tanggung jawab dan wewenang Klausul 5.4 harus dimiliki oleh
setiap personel yang menjadi bagian dari tim keamanan pangan. Pembagian tanggung jawab dan wewenang dalam tim keamanan pangan
hanya sebatas per area, sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang dalam area tersebut. Tidak ada dokumen secara detail atau sesuai yang
disyaratkan menunjukkan tanggung jawab dan wewenang dari tim keamanan pangan tersebut.
Manajemen puncak harus menetapkan wakil mananjemen yang mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan pangan. Ketua tim
keamanan pangan klausul 5.5 di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory disebut dengan HACCP koordinator. Seorang HACCP koordinator harus
mempunyai pengetahuan dasar tentang manajemen hygiene dan prinsip HACCP. HACCP koordinator bertanggung jawab dalam hal penjaminan
pelatihan training keamanan pangan dan pendidikan bagi para
anggotanya, melaporkan keefektifan tim yang ada. Pelatihan HACCP dilakukan secara rutin sebagai wujud pembaharuan dan penyegaran
pengetahuan bagi para anggota tim HACCP. Komunikasi klausul 5.6 merupakan salah satu unsur penting
dalam suatu organisasi. Komunikasi internal klausul 5.6.2 yang dilakukan di PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory menggunakan media
audio visual intranet email, DOR Daily Operation Review, meeting dan briefing5 minutes meeting
, konsultasi internal, HPWT High Performance Work Team
yang digunakan bagi para staff produksi meninjau kinerja harian yang dilakukan setelah akhir shift pada setiap
hari. Informasi lainnya diberikan melalui display, buletin Factory, serta berbagai poster dan tulisan di tempat kerja.
Komunikasi eksternal klausul 5.6.1 merupakan komunikasi antara perusahaan dengan pihak eksternal mengenai keamanan pangan.
Perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan pemasok supplier, kontraktor, konsumen, pihak pemerintah dan pihak lainnya.
Salah satu contah komunikasi yang baik antara supplier ditunjukkan oleh Departemen Agri service yang berhubungan langsung dengan pihak
produsen fresh milk yakni seluruh koperasi susu, ditunjukkan dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan bagi para petani susu setiap
minggu. Selain itu komunikasi ekternal terhadap supplier lain diadakan dengan cara audit Supplier Quality Audit setiap tahun sebanyak 2 kali
dilakukan dengan kunjungan secara langsung, supplier wajib memiliki COA Cerificate Of Analysis sebagai tanda telah memenuhi aspek mutu
dan keamanan pangan, dan harus selalu memenuhi spesifikasi sebagai bukti kesesuaian yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebagai contoh
adalah penerapan sistem sistem keamanan yang bersentuhan langsung dengan produk bagi supplier packaging.
Pihak manajemen harus membuat, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk mengontrol potensial situasi bahaya dan kecelakaan yang
akan berpengaruh pada keamanan pangan klausul 5.7. Kondisi darurat dapat terjadi apabila produk atau lingkungan terkontaminasi dan muncul
ketidaksesuaian dalam proses. Inter Office Memo IOM merupakan salah satu tindakan yang diterapkan untuk mencegah ketidaksesuaian
terjadi lagi pada line produksi. Contoh implementasi IOM pada line produksi adalah dengan memberlakukan double shoe cover apabila
memasuki area produksi agar tidak terjadi kontaminasi silang yang berasal dari sepatu yang dipakai.
Tinjauan manajemen dilakukan untuk mengetahui keefektifan dan kecukupan SMKP atas masalah keamanan pangan yang terjadi. Tinjauan
manajemen mencakup tinjauan input dan tinjauan output. Tinjauan input dapat berupa audit internal, analisis hasil verifikasi, mengganti keadaan
yang mempengaruhi keamanan pangan dan feed back dari konsumen. Audit Internal dapat berupa Daily Audit, Biweekly Factory Tour, FSMS
Audit dari kantor pusat, Gap Assessment Nestlé Nutrition, GMP Nestlé
Excecution Support. Tinjauan output klausul 5.8.3 meliputi perbaikan
atas jaminan keamanan pangan. PT Nestlé Indonesia, Kejayan Factory melakukan perbaikan dan efektifitas dalam menunjang SMKP. Contoh
perbaikan sistem yang dilaksanakan antara lain dengan menambahkan elemen dari FPL First Priority Level dengan regulatory compliance
dan management commitment sehingga berubah menjadi FSMS Food Safety Management System
sebagai dasar penerapan SMKP pada awal tahun 2007.
3. Klausul 6 Manajemen Sumber Daya