Kerangka Pemikiran A policy model for sustainable water resources management of Citarum River Basin
harapan masyarakat. Kondisi ini terjadi pada penyediaan air baku untuk berbagai keperluan air minum, perkotaan dan industri. Akibatnya, para pengusaha
industri memilih memompa air tanah, sehingga pemanfaatan air tanah yang berlebihan over pumping sulit untuk dikendalikan. Permukaan air tanah
groundwater table menurun dengan cepat, tidak dapat diimbangi oleh proses imbuhan kembali secara alami natural recharge. Bahkan di beberapa tempat
terjadi penurunan permukaan tanah land subsidence yang sangat mengganggu lingkungan. Pembangunan yang tidak taat asas, dan pelaksanaan yang kurang
peduli rencana tata ruang, berdampak negatif pada kemampuan daya dukung lingkungan. Kondisi ini terutama terjadi di cekungan Bandung yang merupakan
bagian hulu sungai Citarum. Kondisi lain yang juga sangat mencemaskan adalah menurunnya kualitas air
dan sumber air. Sumber beban pencemar pada sungai Citarum berasal dari permukiman, industri dan pertanianpeternakanperikanan. Limbah padat maupun
cair dari permukiman merupakan pencemar utama. Kesadaran masyarakat yang belum tinggi menyebabkan mereka memanfaatkan potensi DAS Citarum sebagai
tempat membuang limbah rumah tangganya. Pada kota-kota besar seperti Bandung yang penduduknya sangat padat, banyak masyarakat yang bertempat
tinggal di tepi sungai. Hampir semua bantaran sungai telah menjadi permukiman yang sangat padat. Demikian pula industri di Citarum Hulu, belum semua
pengusaha mentaati standar limbah yang boleh dibuang ke badan air effluent standard. Pada saat ini, kecuali untuk beberapa industri, tidak ada instalasi
pengolahan air limbah IPAL di daerah tersebut. Kualitas air permukaan sangat rendah, sehingga terjadi peningkatan penyakit dan lain-lain.
Berubahnya tataguna lahan dalam dua dekade terakhir telah menyebabkan fungsi resapan daerah tangkapan menurun sehingga aliran permukaan run off
menjadi sangat besar. Dengan kapasitas daya tampung sungai yang tetap bahkan menurun akibat penyempitan maka dapat dipastikan dampaknya adalah bencana
banjir. Sebaliknya pada musim kemarau aliran dasar base flow menjadi sangat kecil yang menimbulkan kekeringan. Hal ini terjadi terutama akibat ulah manusia
human interference, antara lain masyarakat memanfaatkan kawasan hulu
menjadi lahan budidaya. Perlindungan terhadap daerah resapan dan upaya penegakan hukum yang tegas belum dapat dilaksanakan.
Dilain pihak, dalam dekade terakhir telah pula terjadi pergeseran cara pandang masyarakat, antara lain: 1 air tidak hanya mempunyai nilai sosial tetapi
juga memiliki nilai ekonomi; 2 pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyedia provider tetapi menjadi pemberdaya enabler; 3 pembangunan prasarana tidak
hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi dituntut peran serta masyarakat dan sektor swasta secara aktif; 4 kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan
berubah dari sentralistrik ke arah desentralistik; dan 5 petani tidak hanya pemakai air tetapi menjadi pengelola air. Perubahan ini semakin memperbesar gap
antara tuntutan masyarakat dengan kinerja pelayanan dalam pengelolaan SDA. Dorongan ekonomi dari masyarakat kadangkala bertentangan dengan kebijakan
pemerintah untuk menciptakan lingkungan sungai yang bersih, sehingga seringkali menimbulkan bentrokan. Oleh karena itu permasalahan di DAS
Citarum menjadi lebih kompleks dan memerlukan perhatian yang khusus. Diperlukan usaha dan kerja keras dari setiap instansi untuk mewujudkan hal ini.
Beberapa instansi yang terlibat dalam pengelolaan SDA pada DAS Citarum berdasarkan hierarkinya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Keterangan : : Garis Komando
: Garis Koordinasi
Gambar 2 Hierarki pengelolaan sumber daya air DAS Citarum
Kem. PU Ditjen SDA
BBWS Citarum PJT II
KemNeg. BUMN
Pem. Prov. Jabar
BPSDA Citarum
Wilayah Sungai Citarum Presiden
Kem. Dalam Negeri Dewan SDA
Nasional Kem. Kehutanan
BPDAS PLN
T in
g k
a t
D A
S T
in g
k a
t Pusa
t
Beberapa instansi dalam pengelolaan sumber daya air yang memiliki fungsi dan kepentingan sektoral sebagai kepanjangan tangan dari kementerian terkait.
Namun demikian, pada kenyataannya terdapat instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama. Kondisi ini menimbulkan permasalahan pengelolaan yang
terfragmentasi, sektoral dan terjadinya konflik kepentingan. Terlebih-lebih, lemahnya koordinasi antar lembaga dan belum adanya master plan pengembangan
DAS Citarum menyebabkan pengelolaan SDA menjadi tidak efektif. Pada perspektif ini, ketidak-efektifan tersebut dapat diukur dari masih seringnya
kejadian bencana banjir, kekeringan, belum terpenuhinya kepentingan masyarakat dalam mengakses air untuk kebutuhan hidupnya serta menurunnya kondisi
lingkungan keairan. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa permasalahan DAS Citarum
demikian kompleks sehingga perlu penanganan yang komprehensif dan holistik. Faktor kebijakan merupakan faktor kunci dalam memecahkan masalah ini.
Konsep kebijakan baru perlu dirumuskan, kebijakan tersebut harus fleksibel dan mampu menjawab terjadinya perubahan yang dinamis terhadap proses
pengambilan keputusan, proyeksi peningkatan jumlah penduduk, tata guna lahan
dan perubahan tingkat kebutuhan sosial masyarakat. 1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengelolaan SDA dimasa yang akan datang. Manfaat penelitian secara lebih rinci adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan dalam penataan kelembagaan pada pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang meliputi: i
pemisahan fungsi yang jelas antar masing-masing instansi serta mekanisme kerja dan tata cara koordinasinya, ii prosedur operasionalisasi pengelolaan
SDA, iii skema pendanaan untuk setiap kegiatan. 2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memahami pentingnya pengelolaan
SDA secara holistik sehingga dapat memberikan peluang pada: i meningkatkan pelayanan ketersediaan air minum dan irigasi, ii memperbaiki
kesehatan lingkungan dan iii menurunkan resiko bencana banjir dan kekeringan.