Latar Belakang A policy model for sustainable water resources management of Citarum River Basin

menyebabkan tidak terkelolanya unmanageable alokasi SDA pada DAS Citarum. Permasalahan ini menyebabkan makin kritisnya kondisi DAS Citarum yang ditunjukkan antara lain dengan adanya bencana banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran limbah yang semakin meningkat. Tabel 1 Instansi yang terlibat pada DAS Citarum No Nama Lembaga Jenis Lembaga Dasar Hukum Peran Sumber Dana 1 Perum Jasa Tirta PJT II BUMN PP 0710 Operator Sendiri Jasa Air 2 Balai Besar Wilayah Sungai BBWS Pemerintah Pusat PERMEN No. 26PRTM2006 Operator APBN 3 Balai Pendayagunaan SDA BPSDA Pemda Kabupaten PERDA No. 15 tahun 2000 Operator APBD 4 PLN BUMN PERMEN PLTA Waduk Saguling dan Cirata Sendiri Jasa Listrik 5 BP - DAS Pemerintah Pusat Konservasi Wilayah Hulu Sungai APBN Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Secara global pengelolaan DAS telah mengalami perubahan paradigma dari semula bersifat hydrocentric, yang memandang air sebagai sumber daya yang harus dieksploitasi secara maksimun, menjadi pengelolaan berwawasan UU No. 072007 Sumber Daya Air Fragmentasi Pengelolaan Kondisi DAS Citarum Stakeholders Tumpang Tindih Kelembagaan Inkonsistensi Perencanaan DAS Pengelolaan SDA pada DAS Citarum Perubahan Paradigma Pengelolaan SDA Global Kebijakan Otonomi Daerah Pembangunan Berkelanjutan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Kebijakan Kelembagaan Kebijakan Pendanaan Kebijakan Manajemen Model Pengelolaan SDA pada DAS Citarum lingkungan. Dalam paradigm baru ini air dipandang sebagai bagian dari ekosistem, oleh karena itu pengelolaannya lebih mengedepankan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Keadaan ini telah mendorong ditetapkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang mendorong pengelolaan SDA dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Namun demikian dalam operasionalisasi di lapangan masih terjadi kesenjangan. Implementasi paradigma baru dilapangan bisa dilakukan dalam pengelolaan SDA pada DAS Citarum melalui penguatan berbagai aspek, terutama pada aspek kelembagaan, manajemen dan pendanaan. Penguatan pada aspek kelembagaan diharapkan mampu meningkatkan sinkronisasi dan memperjelas fungsi masing-masing instansi, serta membangun wadah dan mekanisme koordinasi yang efektif. Penguatan pada aspek manajemen diharapkan mampu meningkatkan fokus pengelolaan pada tiga pilar utama yaitu berwawasan lingkungan, berkeadilan sosial dan pendanaan yang berkesinambungan. Penguatan pada aspek pendanaan diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber pendanaan secara transparan dan akuntabel sebagai pendukung pengelolaan SDA pada DAS Citarum secara terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan sistemik guna memperbaiki pengelolaan SDA pada DAS Citarum secara lebih holistik, terpadu dan efektif agar mampu mendukung pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dapat dilaksanakan bilamana kebijakan yang menjadi landasan operasional dalam pengelolaan SDA ditata kembali dalam bentuk model kebijakan, yang mengatur aspek kelembagaan, manajemen dan pendanaan.

1.4 Perumusan Masalah

Perkembangan kawasan pada DAS Citarum dalam dua dekade terakhir tumbuh sangat pesat yang dimotori oleh pembangunan sektor industri 60 terhadap PDRB serta pembangunan permukiman dan pusat-pusat perniagaan. Pertumbuhan tersebut membutuhkan peningkatan pelayanan penyediaan yang lebih layak dan terjamin. Namun penyediaan pelayanan sumber daya air oleh pemerintah tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan tersebut, sehingga akibatnya telah terjadi kesenjangan gap antara kemampuan pelayanan dengan harapan masyarakat. Kondisi ini terjadi pada penyediaan air baku untuk berbagai keperluan air minum, perkotaan dan industri. Akibatnya, para pengusaha industri memilih memompa air tanah, sehingga pemanfaatan air tanah yang berlebihan over pumping sulit untuk dikendalikan. Permukaan air tanah groundwater table menurun dengan cepat, tidak dapat diimbangi oleh proses imbuhan kembali secara alami natural recharge. Bahkan di beberapa tempat terjadi penurunan permukaan tanah land subsidence yang sangat mengganggu lingkungan. Pembangunan yang tidak taat asas, dan pelaksanaan yang kurang peduli rencana tata ruang, berdampak negatif pada kemampuan daya dukung lingkungan. Kondisi ini terutama terjadi di cekungan Bandung yang merupakan bagian hulu sungai Citarum. Kondisi lain yang juga sangat mencemaskan adalah menurunnya kualitas air dan sumber air. Sumber beban pencemar pada sungai Citarum berasal dari permukiman, industri dan pertanianpeternakanperikanan. Limbah padat maupun cair dari permukiman merupakan pencemar utama. Kesadaran masyarakat yang belum tinggi menyebabkan mereka memanfaatkan potensi DAS Citarum sebagai tempat membuang limbah rumah tangganya. Pada kota-kota besar seperti Bandung yang penduduknya sangat padat, banyak masyarakat yang bertempat tinggal di tepi sungai. Hampir semua bantaran sungai telah menjadi permukiman yang sangat padat. Demikian pula industri di Citarum Hulu, belum semua pengusaha mentaati standar limbah yang boleh dibuang ke badan air effluent standard. Pada saat ini, kecuali untuk beberapa industri, tidak ada instalasi pengolahan air limbah IPAL di daerah tersebut. Kualitas air permukaan sangat rendah, sehingga terjadi peningkatan penyakit dan lain-lain. Berubahnya tataguna lahan dalam dua dekade terakhir telah menyebabkan fungsi resapan daerah tangkapan menurun sehingga aliran permukaan run off menjadi sangat besar. Dengan kapasitas daya tampung sungai yang tetap bahkan menurun akibat penyempitan maka dapat dipastikan dampaknya adalah bencana banjir. Sebaliknya pada musim kemarau aliran dasar base flow menjadi sangat kecil yang menimbulkan kekeringan. Hal ini terjadi terutama akibat ulah manusia human interference, antara lain masyarakat memanfaatkan kawasan hulu