Dimensional Scaling = MDS. Ini berarti bahwa kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik dalam hal pemberian scoring setiap atribut, variasi pemberian
scoring karena perbedaan opini dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang. Perbedaan
nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo seperti pada Tabel 15. Tabel 15 Komparasi dengan Hasil Analisis Monte Carlo
Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Keberlanjutan
Perbedaan MDS
Monte Carlo
KEBIJAKAN 37,17
37,53 0,36
TEKNIS 64,90
63,45 1,45
SOSIAL BUDAYA 50,97
50,36 0,61
LINGKUNGAN 7,52
9,87 2,35
KELEMBAGAAN 48,20
48,31 0,11
EKONOMI 27,96
28,87 0,91
Hasil analisis Rap-Citarum menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan untuk pengelolaan DAS Citarum, cukup akurat
sehingga memberikan hasil analisis yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai stress hanya berkisar antara 13 sampai 14,5 dan nilai koefisien determinasi R
2
berkisar antara 0,92 dan 0,93. Hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 25 dan nilai koefisien determinasi R
2
mendekati 1,0. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti Tabel 16.
Tabel 16 Nilai stress dan koefisien determinasi R
2
hasil analisis Rap-Citarum
Parameter Dimensi Keberlanjutan
A B
C D
E F
Stress 0,1359
0,1430 0,1352
0,1344 0,1399
0,1361 R
2
0,93 0,92
0,92 0,92
0,91 0,93
Keterangan : A= dimensi kebijakan; B = dimensi teknis, C = dimensi sosial budaya, D = dimensi lingkungan, E = dimensi kelembagaan dan F = dimensi ekonomi
5.2 Analisis Data Sekunder
Analisis data sekunder dilakukan atas kondisi kekritisan DAS, kondisi kulitas air serta kajian operasi kaskade tiga waduk. Hasil analisis ini merupakan
cross-check terhadap hasil MDS, khususnya pada dimensi lingkungan dan
dimensi kelembagaan.
5.2.1 Analisa Karakteristik DAS
Perubahan karakteristik aliran yang terindikasi dari debit maksimun pada saat musim hujan dan debit minimun pada musim kemarau merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan kekritisan kondisi DAS. Perubahan tersebut dapat dilihat dari data perubahan pola debit rata-rata harian pada pos AWLR yang DAS-
nya mengalami kerusakan berat. Dari pengamatan pola aliran pada pos AWLR Nanjung yang dianggap
mewakili zona hulu DAS Citarum, terlihat bahwa dari tahun ke tahun terlihat adanya perubahan karakteristik aliran yang sangat berarti. Hal ini ditunjukan dari
cepatnya fluktuasi naik dan turunnya hidrograf aliran serta rapatnya hidrograf aliran tersebut. Pada awal tahun 1990 fluktuasi hidrograf terlihat masih
menunjukan bahwa DAS masih dapat menahan atau menyimpan air, sedangkan pada akhir tahun 1999 DAS sudah tidak dapat menyimpan air seperti pada tahun
1990 tersebut. Disamping itu terdeteksi pula bahwa periode kering lebih panjang, hal ini ditunjukan dengan menurunnya dan semakin panjangnya base flow.
Penggundulan hutan telah berakibat pada peningkatan debit maksimum dan penurunan debit minimum karena hujan pada DAS tersebut dominan menjadi
aliran permukaan sehingga aliran dasar akan menurun. Perubahan besarnya ratio antara debit maksimum dan minimum harian pertahun untuk pos Nanjung dapat
dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33 Pola aliran pada pos AWLR Nanjung
Debit Harian Citarum-Nanjung 1994-1998
100 200
300 400
500
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Bulan
D ebi
t m
3 det
1994 1995
1996 1997
1998
Debit Harian Citarum-Nanjung 1999-2003
100 200
300 400
500
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Ja n
F eb
M ar
Ap r
M ei
Ju n
Ju l
Au g
Se p
O kt
N ov
D es
Bulan
D ebi
t m
3 det
1999 2000
2001 2002
2003
Indikator lain dalam perubahan karakteristik aliran adalah perbandingan nilai debit maksimum dan minimum QmakQmin. Perubahan tersebut terlihat
dari meningkatnya grafik rasio QmakQmin pada tahun-tahun yang lebih akhir lihat Gambar 34. Meningkatnya debit karena hujan yang turun sebagian besar
berubah menjadi aliran permukaan sehingga menambah debit sungai, sedangkan menurunnya debit minimum karena menurunnya baseflow pada sungai.
No. Pos Stasiun AWLR
Rasio QmaxQmin 1994-2001
2001-2005 1.
Citarum-Nanjung 23,9
127,9
Gambar 34 Hasil analisis indeks rasio kekritisan tahun 2001 – 2005
Selanjutnya, analisis Indeks Muatan Sedimen IMS dapat mengungkapkan trend dari laju muatan sedimen, yang juga erat korelasinya dengan tingkat
kekritisan DAS. Data dari tahun 1976 – 1982, 1991-1997 dan 2005-2006,
digunakan untuk analisis muatan sedimen, dimana hasilnya dapat dilihat pada Gambar 35 dan Tabel 14.
Tabel 14 Perhitungan indeks muatan sedimen pada pos Nanjung
Tahun Konsentrasi
mgL Q rata-rata
m
3
detik IMS
05-06 341,19
791,42 5957,50
91-97 240,9
824,88 4384,17
76-82 233,77
736,54 3798,79
Pos Nanjung