Model Manajemen Aplikasi Model Kebijakan

masyarakat. Adanya intervensi kebijakan mampu mempertahankan pemenuhan IPKA pada indeks 1 satu antara 2017 - 2032. Kondisi ini bisa dicapai karena terdapat kelebihan ketersediaan air yang berasal dari selisih ketersediaan dan kebutuhan air yang ada. Gambar 70 Proyeksi pemenuhan kebutuhan air minum setelah kebijakan Hasil simulasi IPL disajikan dalam Gambar 71 yang menunjukkan perbaikan kualitas air setelah dilakukan intervensi. Hal ini terlihat dari kadar BOD menurun terus dari semula 18,7 mgL menjadi 5,5 mgL pada tahun 2016 dan 3 mgL pada tahun 2018. Demikian juga kadar COD menurun dari semula 64,4 mgL, sedangkan Cr turun dari 0,0014 mgL menjadi 0,0011 mgL. Hal ini bisa tercapai dengan adanya efektivitas IPAL dan pembebanan PF sebesar Rp 10.000m 3 , sehingga bisa meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan. Setelah tahun 2016 IPL terus meningkat seiring perbaikan efektivitas IPAL dan peningkatan pemasukkan untuk biaya pengelolaan lingkungan. Implikasi keadaan ini akan berdampak pada berkurangnya pencemaran di badan air dan peningkatan kualitas air yang bisa diterima oleh masyarakat. 01 Jan 2010 01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040 5 10 15 20 Kebutuhan Air Penduduk DKI Debit Distribusi Sebelum Intervensi Debit Distribusi Setelah Intervensi Time D e b it A ir m 3 d e t ik Gambar 71 Proyeksi peningkatan kondisi lingkungan sesudah kebijakan Hasil simulasi lainnya disajikan dalam Gambar 72 yang menunjukkan peningkatan CR setelah dilakukan intervensi. Hal ini terlihat dari peningkatan CR pada awal tahun simulasi dari 1,09 pada kondisi sebelum intervensi menjadi 1,37 setelah diintervensi. Meskipun demikian, peningkatan CR relatif lamban mengingat adanya peningkatan biaya pengelolaan setiap tahunnya, pada kondisi sesudah intervensi. Pada akhir tahun simulasi, kondisi sebelum intervensi hanya mencapai CR sebesar 0,9 sementara setelah intervensi CR meningkat menjadi 1,36. Gambar 72 Proyeksicost recovery PJT II setelah kebijakan -0,001 0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 K ad ar C r m g L K ad ar B O D C O D m g L Tahun Kadar BOD Sebelum Intervensi Kadar BOD Setelah Intervensi Kadar COD Sebelum Intervensi Kadar COD Setelah Intervensi Kadar Cr Sebelum Intervensi Kadar Cr Setelah Intervensi COD Cr BOD 01 Ja n 2010 01 Ja n 2020 01 Ja n 2030 01 Ja n 2040 0,0 0,5 1,0 Ko ndisi C R Se be lum Inte rve nsi Sk e na rio C R 4 Se te la h Inte rve nsi C o s t R e c o v e ry VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Menurut hasil analisis MDS yang dilakukan berdasarkan pendapat 16 pakar menunjukan bahwa hampir semua dimensi memiliki nilai tidak berkelanjutan kecuali dimensi teknis dan dimensi sosial budaya. Dimensi lingkungan memiliki nilai indeks yang paling rendah 7,52 dengan faktor dominan ditunjukkan pada masih seringnya terjadi kekeringan dan bencana banjir. 2. Berdasarkan hasil simulasi model sistem dinamik, kondisi saat ini menunjukkan proyeksi yang tidak berkelanjutan pada ketiga indikator: sosial, lingkungan dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan pada i menurunnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air baku, ii makin buruknya kondisi kualitas air pada badan sungai, serta iii menurunya kondisi finansial PJT II. 3. Analisis kekritisan yang dilakukan berdasarkan data sekunder menunjukan a peningkatan rasio QmaxQmin pada stasiun Nanjung sebesar tiga kali lipat selama 1994 – 2005, hal ini menunjukan kondisi kawasan hulu DAS semakin buruk, b kadar BOD serta koli tinja pada zona hulu dan hilir terus memburuk diatas standar baku mutu, serta beberapa anak sungai sudah tercemar ringan sampai berat, dan c ketidak-terpaduan operasi kaskade tiga waduk berdampak pada kejadian banjir di awal 2010 dan kekurangan air pada paruh pertama 2011, hal ini menunjukan pengelolaan SDA masih dilakukan secara terfragmentasi dan kurang terkoordinasi. 4. Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 12 pakar yang kemudian dianalisis dengan teknik AHP, diperoleh hasil bahwa alternatip lembaga yang paling tepat adalah alternatipmodel PJT korporasi. Hal ini menunjukkan bahwa PJT II dipilih untuk melaksanakan fungsi operator sebagai river basin organization RBO dalam pengelolaan sumber daya air DAS Citarum.Sedangkan tujuan dengan prioritas yang paling tinggi adalah kesejahteraan masyarakat, berarti ada keinginan yang kuat bahwa pengelolaan SDA dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan faktor yang paling dominan adalah kelestarian sumber air dan ukuran utama untuk mengukur kinerja adalah akuntabilitas dan transparansi . Variabel-variabel tersebut menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan model konseptual kebijakan dalam pengelolaan SDA. 5. Model konseptual kebijakan didasarkan pada prinsip water governance yang demokratis, transparan dan akuntabel dengan pemisahan fungsi ekonomi yang ditangani PJT II dengan kaidah perusahaan dan fungsi publik yang menjadi tugas pemerintah. Berdasarkan hasil analisis model dinamik, ruanglingkup tanggung jawab PJT II harus dibatasi hanya meliputi pengelolaan i waduk dan ii prasarana utama pengatur air skenario 3 agar secara finansial PJT II bisa tetap sehat. 6. Komponen publik menjadi beban pemerintah dengan pendanaan dari APBN, dengan pengaturan: i pengelolaan sungai orde dua dan tiga diserahkan kepada BalaiPSDA propinsi Jawa Barat melalui mekanisme tugas pembantuan TP, ii pengelolaan irigasi diserahkan kepada pemerintah pusat, yang kemudian dapat diserahkan kepada kabupaten melalui TP-OP, iii pengelolaan badan sungai dan pembangunan prasarana tetap menjadi tanggung jawab BBWS, dan iv reboisasi kawasan hulu tetap tanggung jawab BP-DAS dengan dukungan partisipasi masyarakat dan swasta. 7. Model pengelolaan sumber daya air yang diusulkan meliputi model kelembagaan, model manajemen dan model pendanaan. Wadah koordinasi TK-PSDA pada tingkat wilayah sungai atau DAS perlu dibentuk dengan keanggotaan yang seimbang antara unsur pemerintah dan non pemerintah.TK-PSDA memiliki peran sentral pada fungsi koordinasi dan kebijakan operasional strategis yang meliputi pola danrencana pengelolaan SDA, perijinan alokasi air dan rencana tanam. Pengelolaan waduk Saguling dan Cirata yang menjadi aset PLN ditangani oleh unit Operation Center dengan standard operation procedure SOP yang jelas.