Pemerintah menerbitkan PP Nomor 93 Tahun 1999 13 Oktober 1999 yang mengatur kembali keberadaan Perum Jasa Tirta. Sesuai Pasal 2 Ayat 2 dari PP
tersebut, ditetapkan Perum jasa Tirta sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 5 Tahun 1990 diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Perum JasaTirta I.
Pada 14 september 2000 terbit Kepres Nomor 129 tahun 2000 dengan menambah wilayah kerjanya dengan Wilayah Sungai WS Bengawan Solo beserta 25 anak
sungainya. PJT I diberi wewenang memungut iuran eksploitasi dan pemeliharaan EP
kepada para pengguna komersial dan hasil dana yang diperoleh digunakan untuk membiayai kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana SDA. Melalui
pendiriannya, PJT tersebut mulai diterapkan prinsip pemanfaat membayar” user pay principle, meskipun hanya terbatas pada pemanfaat yang bersifat komersil
saja seperti penggunaan air baku untuk air minum, airbaku untuk industri dan air baku untuk tenaga listrik.
Sebelum PJT I Brantas berdiri lebih dulu Perum Otorita Jatiluhur POJ yang mengelola WS Citarum telah dibentuk dengan PP Nomor 20 Tahun 1970.
POJ merupakan peleburan dari berbagai institusi yang berada di wilayah Jatiluhur. Institusi-institusi tersebut adalah Proyek Irigasi Jatiluhur Dep. PU, Proyek
Pengairan Tersier Jatiluhur Depdagri, PN Jatiluhur Dep. Industri dan Jawatan Jawa Barat Balai Daerah Purwakarta Propinsi Jawa Barat. Dapat dipahami
bahwa pada awal pendiriannya POJ memiliki wilayah kerja terbatas pada bagian hilir wilayah Jatiluhur dengan tugas pokok OP jaringan irigasi Jatiluhur dan
pengelolaan tenaga listrik. Dengan demikian, POJ melaksanakan pelayanan umum yang bersifat sosial dan sekaligus pengusahaan air yang bersifat komersial. POJ
memobilisasi dana iuran dari para penerima manfaat guna pembiayaan OP prasarana SDA dan pelaksanaan usahanya.
PP tentang POJ ini mengalami beberapa kali penyesuaian dengan terbitnya PP Nomor 35 Tahun 1980 dan disesuaikan lagi dengan PP Nomor 42 Tahun 1990.
Selanjutnya terbit PP Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum dan POJ diubah dan disesuaikan dengan nama Perum Jasa Tirta II PJT II berdasarkan PP
Nomor 94 Tahun 1999.
Berdasarkan konteks pengelolaan wilayah sungai, kenyataan dil apangan menunjukkan bahwa peran PJT II berbeda dengan PJT I. Wilayah kerja PJT II
lebih terkonsentrasi pada pengelolaan bendungan Jatiluhur dan wilayah pelayanannya di hilir, sedangkan di bagian tengah terdapat dua bendungan yaitu
Saguling dan Cirata yang dibangun dan dikelola oleh PLN untuk pembangkit tenaga listrik. Demikian pula pada bagian hulu, dapat dikatakan kegiatan yang
dilakukan oleh PJT II sangat minimal.
2.4 Keterkaitan Pengelolaan SDA dengan Penataan Ruang
Air memerlukan ruang untuk berlangsungnya proses produksi air secara alamiah yang disebut siklus hidrologi. Proses tersebut terjadi di ruang-ruang
atmosfir, daratan, dan lautan. Ruang untuk air ini sering berbenturan dengan ruang untuk kepentingan manusia, misalnya tangkapan air di hulu yang
seharusnya merupakan hutan lindung telah dialih fungsi menjadi lahan budi daya pertaniaan, permukiman, dan lain-lain. Daerah dataran banjir yang juga
merupakan ruang air telah menjadi daerah pertanian intensif yang kemudian telah berkembang menjadi pusat-pusat permukiman penduduk di desa bahkan
di perkotaan. Bantaran sungai telah menjadi permukiman penduduk, dan banyak ruang-ruang air lainya telah ditempati oleh manusia baik secara legal
maupun illegal Kodoatie, 2009. DAS sebagai terjemahan dari watershed secara harfiah diartikan sebagai
permukaan miring yang mengalirkan air. Dalam konteks suatu unit pengelolaan DAS didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh
topografi pemisah aliran topographic divide, yaitu punggung bukitgunung yang menangkap curah hujan, menyimpan dan kemudian mengalirkannya
melalui saluran-saluran pengaliran ke satu titik outlet, yang umumnya berada di muara sungai atau danau. DAS dengan titik patokan berada di
sungai biasa dikategorikan sebagai Sub DAS. DAS merupakan satu kesatuan unit sistem hidrologi, yaitu bahwa kuantitas
dan kualitas air di outlet merupakan satu titik kajian hasil air water yield. Water yield ini merupakan akumulasi aliran permukaan tanah surface flow, aliran bawah
permukaan sub surface flow dan aliran bumi ground water flow. Berdasarkan prinsip kesatuan hidrologi ini maka sebenarnya batas DAS tidak hanya ditentukan
oleh topografi, akan tetapi juga oleh struktur batuan yang menentukan pola aliran ground water flow. Delineasi pola aliran ground water ditetapkan dan cenderung
bersifat dinamis, sehingga dengan pertimbangan praktis batas DAS hanya ditentukan berdasarkan aliran permukaan. Mengacu pada sistem hidrologi, maka
ada keterkaitan yang jelas antara DAS bagian hulu dan hilir. Aktivitas yang mempengaruhi komponen DAS di bagian hulu akan mempengaruhi kondisi bagian
tengah dan hilir. Dilain pihak, manusia memerlukan ruang untuk menjalankan kehidupan dan
melaksanakan kegiatannya. Ruang tersebut harus diatur penggunaannya agar tidak terjadi konflik ruang antar kegiatan yang dilakukan manusia, sektor, ataupun
daerah sehingga setiap proses kegiatan dapat dilakukan dengan hasil yang optimal dan mencegah dampak negatif yang mungkin dapat terjadi. Upaya untuk menata
ruang yang digunakan oleh berbagai kegiatan manusia tersebut dikenal sebagai “tata ruang”. Tata ruang telah menjadi suatu konsep dan berkembang menjadi
suatu disiplin ilmu yang menginduk kepada disiplin ilmu perencanaan wilayah. Keterkaitan antara pengaturan wilayah sungai dan penataan ruang dapat dilihat
pada pasal 59 ayat 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA, yang menyatakan bahwa rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu
unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola
ruang. Sering kali terjadi perbenturan antara penggunaan ruang untuk kepentingan
manusia dan tata ruang air yang telah menimbulkan gangguan dan kerusakan, baik untuk kepentingan keberadaan air maupun untuk kehidupan manusia sendiri.
Ruang air yang paling penting yang mempunyai potensi untuk terjadinya konflik dengan ruang manusia adalah ruang air yang ada di darat yang dalam konsep
pengelolaan air harus berbasis daerah aliran sungai DAS. Upaya menata ruang air untuk memberikan hasil dan dampak yang optimal harus dilakukan diruang air
darat, secara spesifik di wilayah sun gai. Upaya tersebut disebut “tata ruang air –
wilayah sungai”. Tata ruang air – wilayah sungai, dalam konteks konsep tata ruang air, bertujuan terutama untuk “mengatur ruang air di wilayah sungai
sedemikian rupa untuk dapat memaksimalkan peresapan air ke dalam tanah, sehingga meminimalkan air permukaan”. Rencana pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai menjadi masukan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota; rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupatenkota
menjadi masukan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota dan provinsi bersangkutan; rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi
menjadi masukan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota dan provinsi yang bersangkutan Kodoatie, 2009.
Selain sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah, rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai juga digunakan sebagai
masukan untuk meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dalam hal terjadi perubahan-perubahan, baik pada rencana pengelolaan sumber daya air maupun
pada rencana tata ruang pada periode waktu tertentu. Perubahan yang dimaksud merupakan tuntutan perkembangan kondisi dan situasi. Dengan demikian, antara
rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah terdapat hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka untuk saling menyesuaikan.
Menurut PP Nomor 42 tahun 2008, Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada: a kebijakan pengelolaan sumber
daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupatenkota; b wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan c pola pengelolaan sumber daya air
yang berbasis wilayah sungai. Berdasarkan PP yang sama juga pola pengelolaan sumber daya air dijabarkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air melalui
inventarisasi sumber daya air serta penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan
rencana induk yang menjadi dasar bagi penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan
pengendalian daya rusak air oleh setiap sektor dan wilayah administrasi. Rencana induk tersebut memuat pokok-pokok program konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air yang
meliputi upaya fisik dan nonfisik, termasuk prakiraan kelayakan serta desain dasar upaya fisik. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur
dalam penyusunan, peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah.
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang definisi penataan ruang sendiri adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang wilayah dalam kaitannya untuk pengelolaan SDA yaitu untuk pemeliharaan
kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air, pengembangan sumber daya air, pencegahan bencana akibat daya rusak air.
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Adapun pengertian umum wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km
2
. Wilayah sungai meliputi wilayah sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah
sungai strategis nasional. Cakupan wilayah sungai WS dapat meliputi satu atau lebih DAS
kabupatenkota, propinsi maupun nasional. Terdapat hubungan timbal balik antara pengaturan wilayah sungai WS kabupatenkota, propinsi, nasional dan penataan
ruang RTRW
kabupatenkota, propinsi,
nasional. Keduanya
saling mempengaruhi dan bersifat interaktif dalam pengembangan Kegiatan sosial-
ekonomi suatu wilayah yang optimal dan berkelanjutan. Sistem DAS terdiri dari unsur bio-fisik yang bersifat alami dan unsur-unsur
non-biofisik. Unsur biofisik terdiri dari, vegetasi, hewan, satwa liar, jasad renik, tanah, iklim dan air. Sedangkan unsur nonbiofisik adalah manusia dengan
berbagai ragam persoalannya, latar belakang budaya, sosial ekonomi, sikap politik, kelembagaan serta tatanan masyarakat itu sendiri. Adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pemanfaatan sumberdaya alam di dalam sistem
DAS semakin terarah, melalui penerapan teknik-teknik budidaya tanaman pertanian, perkebunan, padang rumput, peternakan, atau kehutanan.
Selain itu potensi sumberdaya alam yang terkandung di sistem DAS dimanfaatkan dengan mengarah pada pengaturan ketersediaan dan peningkatan
nilai tambah sumberdaya alam yang ada, misalnya dalam bentuk pembangunan waduk atau bendungan untuk mengatur air irigasi, menghasilkan tenaga listrik,
sarana rekreasi, usaha perikanan dan lain-lain kegiatan. Pengkajian dan studi mengenai pengembangan DAS dan pemanfaatan sumber daya air sebaiknya
ditinjau dari kerangka umum pengembangan Daerah Aliran Sungai DAS sebagai satuan hidrologi.
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus memperhatikan faktor-faktor bio-fisik DAS yang mempengaruhi proses hidrologi, selain faktor curah hujan
sebagai masukan utama dalam proses hidrologi pada suatu DAS. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dikembangkan berbagai solusi pemecahan masalah
yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam dengan konsep pendekatan ekosistem DAS.
Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pemanfaatan sumberdaya alam di dalam sistem DAS semakin terarah, melalui penerapan
teknik-teknik budidaya tanaman pertanian, perkebunan, padang rumput, peternakan atau kehutanan. Selain itu potensi sumberdaya alam yang terkandung
di sistem DAS dimanfaatkan dengan mengarah pada pengaturan ketersediaan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya alam yang ada, misalnya dalam bentuk
pembangunan waduk atau bendungan untuk mengatur air irigasi, menghasilkan tenaga listrik, sarana rekreasi, usaha perikanan dan lain-lain kegiatan. Menurut
Prastowo 2009, konsep daya dukung lingkungan sebagaimana Gambar 6 berikut.