a. Biaya sistem informasi; b. Biaya perencanaan;
c. Biaya pelaksanaan konstruksi termasuk di dalamnya biaya konservasi sumber daya air;
d. Biaya operasi dan pemeliharaan OP; dan e. Biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
Sumber dana untuk setiap jenis biaya dapat berasal dari: a Anggaran pemerintah; b Anggaran swasta; dan atau c Hasil penerimaan biaya jasa
pengelolaan sumber daya air.
2.3 River Basin Organization RBO
Aspek kelembagaan merupakan satu komponen penting dalam proses pengelolaan wilayah sungai yang terpadu dan menyeluruh. Kelembagaan wilayah
sungai, kemudian secara internasional dikenal sebagai River Basin Organization RBO, telah menjadi unsur yang menentukan dalam mengimplementasikan
konsep pengelolaan sumber daya air.
2.3.1 Perkembangan RBO di Dunia
Beberapa jenis RBO telah berkembang di dunia yang masing-masing mempunyai sejarah, fungsi, tanggung jawab dan kapasitas yang berbeda
Blomquist, et al. 2005. Mostert 1998 membagi RBO dalam tiga kategori berdasarkan batasan wilayah operasionalnya, yaitu: a model hidrologi; b
model administratif; dan c model koordinasi. RBO model hidrologi adalah
suatu RBO yang wilayah operasionalnya didasarkan pada batas-batas hidrologi sehingga jenis RBO ini seringkali melewati batas-batas administratif yang ada
Oleh karena itu pengelolaan sungai dari wilayah hulu sampai dengan hilir
secara utuh menjadi wewenangnya Alaert dan Le Moigne 2003. RBO model administratif merupakan kebalikan dari model hidrologi Japan bank 2008. Pada
saat RBO ini praktek pengelolaan air diselenggarakan oleh pemda kabupaten maupun provinsi yang wilayahnya dilewati oleh sungai tersebut. Oleh karena itu
pengelolaan sungai menjadi terbagi-bagi fragmented. RBO model koordinasi
adalah suatu RBO dengan kombinasi dari kedua model diatas. Pada model ini, pengambilan keputusan terutama dalam menentukan perencanaan wilayah sungai
yang strategis dilakukan secara model administrasi sedangkan pelaksanaannya dilakukan secara model hidrologi.
Gambar 5 Model RBO berdasarkan batasan hidrologi Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa Inggris telah menerapkan RBO model
hidrologi. Setelah dibentuknya Nation Rivers Autority NRA yang awalnya berfungsi mengelola catchment area. Namun sejak tahun 1996 NRA bergabung
dengan beberapa lembaga lingkungan dan berubah menjadi Environment Agency EA yang merupakan lembaga semi independen dibawah Departemen
Lingkungan. EA memiliki tugas menjaga dan meningkatkan SDA segaligus melindungi dari daya rusak air baik air sungai maupun air laut. EA juga memiliki
wewenang dalam
perencanaan dan
pengelolaan SDA,
kualitas air,
penanggulangan banjir, perikanan, rekreasi, konservasi dan pelayaran laut. Disamping itu, EA juga berwewenang dalam perencanaan penggunaan lahan atau
RTRW. Portugal memiliki RBO model koordinasi dengan indikasi memiliki dua
lembaga pengelola air yaitu Institute For Water INAG, lembaga sektoral dari kementerian lingkungan dan sumber daya alam dan lima lembaga direktorat
lingkungan DRARNs pada kementerian yang sama. INAG bertanggungjawab terhadap penetapan kebijakan dan perencanaan air nasional, plus perencanaan
wilayah sungai untuk empat wilayah sungai. Sedangkan DRARNs bertanggung
jawab terhadap penerapan dan draf perencanaan sebelas wilayah sungai nasional. DRARNs wajib menerapkan kebijakan yang dikeluarkan oleh INAG. DRARNs
tidak hanya kompeten dalam pengelolaan badan sungai tetapi juga perencanaan penggunaan lahan land use.
Pengelolaan sumber daya air di Jerman dan Belanda dipengaruhi oleh konsep pengelolaan wilayah sungai yang tidak menyeluruh. Pengelolaan wilayah
sungai pada kedua negara tersebut dilakukan oleh pemerintahan daerah yang dilewati oleh sungai tersebut, sehingga RBO adalah model administratif.
Menurut Moelle, Waster dan Hirsh 2007 RBO dibedakan berdasarkan fungsi, tugas dan tanggung jawab operasionalnya. RBO dibagi menjadi empat
kategori, yaitu: i Otoritas wilayah sungai; ii Komite wilayah sungai; iii Dewan koordinasi wilayah sungai; dan iv Komisi internasional wilayah sungai.
Hooper 2006 membagi RBO berdasarkan pada kemampuan dan fungsi dalam arti yang lebih luas. Ada sembilan jenis RBO menurut Hooper, yaitu: i Panitia
penasehat advisory committee; ii Otoritas authority; iii Asosiasi association; iv Komisi pengawas commission; v Dewan council; vi
Badan Hukum corporation; vii Badan Peradilan tribunal; viii Kepercayaan trust; dan ix Federasi federation. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 3.
Disamping beraneka ragamnya pengelolaan sumber daya air yang telah dilakukan pada berbagai negara, namun masih dan akan senantias pengelolan
sumber daya air dihadapkan pada permasalahan meningkatnya jumlah penduduk yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan air yang dibarengi dengan
meningkatnya aktifitas sosial ekonomi. Peningkatan kebutuhan air ini seringkali tidak dapat terpenuhi karena terbatasanya pasokan air dan infrastruktur yang ada.
Disamping itu pengelolaan sumber daya air sering dihadapkan pada berbagai permasalahan baik dari aspek kelembagaan, aspek kebijakan, aspek pendanaan
dan aspek pengelolaan sumber daya airnya sendiri seperti dalam perencanaan, pelaksanaan dan operasi pemeliharaannya. Pendekatan dalam pengelolaan sumber
daya air dapat dilakukan dengan cara tradisional maupun pendekatan pengelolaan secara terpadu.
Tabel 3 Beberapa tipe RBO menurut Hooper
No Tipe
Diskripsi
1 Panitia
Penasehat Advisory
Committee Lembaga formal atau non formal, dimana anggotanya bertanggung
jawab merencanakan kegiatan dan memberikan saran. Pada umumnya mempunyai kekuatan hukum yang terbatas.
2 Otoritas
Authority Lembaga kebijakan perencanaan pada pemerintahan tingkat pusat atau
daerah. RBO ini bisa menetapkan aturan atau memiliki otoritas untuk menyetujui pengembangan di wilayahnya.
3 Asosiasi
Association Suatu lembaga yang didirikan oleh individu atau kelompok dengan
berbagai latar belakang. Pada wilayah sungai lembaga ini mempunyai bermacam-macam
peran: tempat
konsultasi, mendorong
pengembangan wilayah, pendidikan, menumbuhkan rasa memiliki pada isu-isu pengelolaan SDA, fungsi pendidikan dan forum diskusi
4 Komisi
pengawas Commission
Pada umumnya diberikan tugas untuk pertimbangan pengelolaan SDA. Kewenanganya
bervariasi meliputi
evaluasi dan
laporan, menyelesaikan target dari kebijakan pemerintah atau kesepakatan
internasional. Komisi pengawas didirikan oleh suatu keputusan formal dari pemerintah untuk mengatur wilayah dan SDA. Kadang-kadang,
komisi pengawas dapat juga mempunyai kewenangan untuk melakukan pengaturan.
5 Dewan
Council Suatu lembaga formal beranggotakan tenaga ahli, menteri, politikus,
dan warganegara yang bersama-sama berdiskusi berbagai hal di dalam pengelolaan SDA. Dewan berbeda dengan Komisi. Walaupun
beranggotakan tenaga ahli, dewan secara khusus memiliki kewenangan pengaturan disamping penasehat kepada pemerintah
6 Badan Hukum
Corporation Kelembagaan yang didirikan oleh perundang-undangan, yang terdiri
dari suatu kelompok orang, pemegang saham atau anggota perusahaan bukan laba, untuk menciptakan suatu organisasi, yang kemudian
memusatkan pada sasaran hasil yang sudah direncanakan. Memiliki wewenang yang diatur oleh undang-undang seperti untuk menggugat
dan digugat, memiliki, mengadakan karyawan atau simpan pinjam modal.
7 Badan Peradilan
Tribunal Suatu badan yang dibentuk melalui prosedur yang formal dengan
kewenangan hukum yang sah. Pengambilan keputusan bersifat birokratis. Stakeholders secara formal terlibat melalui dengar
pendapat. Keputusan yang utama diambil oleh badan independen, seperti keputusan harga air. Badan ini bertindak sebagai suatu
mahkamah luar biasa yang menguji permasalahan khusus.
8 Kepercayaan
Trust Peraturan hukum digunakan untuk mengatur keuangan atau
kepemilikan barang tanah orang atau organisasi. Suatu bentuk organisasi yang mengembangkan dan melaksanakan perencanaan
strategis. Mandatn ya lebih merupakan “penyokong”. Program
koordinasi setempat, melalui MoU atau perjanjian lain, dapat menaikan pajak dana setempat untuk program kerja dan memantau kepentingan
masyarakat 9
Federasi Federation
Kerjasama beberapa organisasi dalam suatu sistem pemerintahan atau antara daerah dengan pusat yang berperan membangun dan mengelola
wilayah sungai. Kerjasamanya meliputi pola pelaksanaan, biaya kerjasama, MoU, program kerja dan kebijakan yang disepakati.
Sumber: Hooper 2006
Pendekatan tradisional berorientasi hanya pada sektor sumber air saja sehingga daerah aliran sungai dan air tanah digambarkan sebagai suatu sistim fisik
yang kompleks yang berkaitan dengan hidrologi dan karakteristik dari
geomorphologi daerah
aliran sungainya.
Paradigma tradisional
ini mengasumsikan bahwa air merupakan sarana publik dikendalikan dan
pendistribusiannya disubsidi oleh pemerintah dan seringkali mengabaikan keaneka-ragaman pemanfaatan dari wilayah sungai yang dapat berakibat buruk
pada pengelolaan lingkungan dan keberlanjutan dari pengelolaan SDA. Pada tahun-tahun belakangan ini ada perubahan dramatis didalam
pengelolaan sumber daya air sebagai hasil dari suatu paradigma baru. Pengelolaan sumber daya air terpadu merupakan suatu sistim yang terintegrasi dengan
memperhatikan lahan, sumber dan lingkungannya. Pengelolaan sumber daya alam ditentukan bagaimana pengelola memanfaatkan lahan dan sumber air untuk
sesuatu yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat.
Pendekatan ini menggambarkan suatu DAS sebagai suatu sistim dimana sumber daya air akan dimanfaatkan dan dialokasikan lebih efektif ke pengguna
untuk pengembangan ekonomi. Telah banyak inovasi teknologi dan metodologi yang diusahakan untuk dapat memadukan pendekatan ekologi dan ekosistim
dalam pengelolaan sumber daya air. Paradigma baru mencoba menggambarkan wilayah sungai yang sangat luas
dan kompleks merupakan sistim ekologi yang terintegrasi serta mendorong pemangku kepentingan untuk memperhatikan cakupan keterkaitan yang lebih luas
dari aspek sosial dan lingkungan dimana pengelolaan dilakukan dengan tujuan sosial dan memfungsikan ekosistim yang ada. Pengelolaaan sumber daya air yang
terpadu ini akan mengintegrasikan berbagai sektor kepentingan dengan pendekatan koordinasi untuk pengelolaan sumber daya air dari suatu daerah aliran
sungai dalam skala waktu dan ruang. Meskipun pengelolaan terpadu telah mengkoordinasikan pengelolaan
dengan para pemangku kepentingan namun masih tetap dihadapkan pada permasalahan klasik dari pengelolaan seperti perbedaan interpretasi tentang
kewenangan dan kepemilikan, konflik kepentingan, variasi dari tempat dan waktu dalam penyediaan air, kerawanan terhadap bencana banjir dan kekeringan serta
kekurangan dalam pendanaan.