5.2 Bentuk dan Strategi Pengembangan Kelembagaan
Pada dasarnya pesantren bisa bertahan sampai sekarang adalah karena adanya masyarakat yang membutuhkannya. Sebagai lembaga yang berasal dari, dikelola, oleh
dan melaksanakan misinya untuk masyarakat, maka pesantren selalu mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap upaya pengabdian dalam membangun masyarakat yang
berperadaban. Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah sangat dekat dengan
kehidupan masyarakat terutama masyarakat desa. Pesantren dianggap sebagai tempat pembentukan moral dan memiliki potensi untuk pengembangan sumber daya manusia
yang berlandaskan agama. Jika dahulu pesantren hanya mengkaji ilmu-ilmu agama yang bersifat klasik dan “kaku” namun pada saat sekarang ini banyak pesantren yang telah
mengembangkan sayapnya tidak hanya untuk urusan pendidikan agama saja tapi juga merambah urusan lain misalnya kegiatan wirausaha, pertanian, peternakan, koperasi dan
sebagainya yang tidak lepas dari nilai-nilai agama. Pesantren sebagai lembaga sosial mulai berkembang sejak awal tahun 1970-an.
Perubahan dan perkembangan ini bisa ditilik dari dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan kualitas luar biasa dan menakjubkan, baik wilayah rural
pedesaan, sub-urban pinggiran kota, maupun urban perkotaan. Data Departemen Agama menyebutkan pada 1985 jumlah pondok pesantren sekitar 6.239 buah dengan
jumlah santri mencapai 1.084.801 orang. Dua dasawarsa kemudian, tahun 1997, Depag mencatat jumlah pesantren sudah mencapai kenaikan 224 atau 9.388 buah dan kenaikan
jumlah santri mencapai 261 atau 1.770.768 orang, dan ketika tahun 2001 jumlah pesantren telah mencapai 11.312 buah dengan santri sebanyak 2.737.805 orang dan pada
tahun 2007 jumlah pesantren mencapai 16015 buah dengan jumlah santri 3.190.394 orang.
Perkembangan kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Sejak tahun 1970- an bentuk-bentuk pendidikan yang diselenggarakan pesantren sudah sangat bervariasi. Ini
adalah kecenderungan memperluas fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga agama, melainkan juga menanggapi soal-soal kemasyarakatan yang hidup dan berkembang di
masyarakat. Pekerjaan sosial ini semula mungkin merupakan pekerjaan sampingan atau malahan titipan dari pihak luar pesantren Haedari, 2007.
Penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial LP3ES terhadap sejumlah pesantren di Jawa Barat pada pertengahan tahun 1970-an
menunjukkan bahwa ternyata pesantren telah lama menjalankan peran sosial yang berpengaruh luas. Tugas kemasyarakatan pesantren tidaklah mengurangi arti tugas
keagamaannya, karena peran tersebut merupakan penjabaran nilai-nilai hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dengan tugas seperti ini pesantren akan menjadi
milik bersama, didukung dan dipelihara oleh kalangan yang lebih luas serta akan berkesempatan melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pesantren diposisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur piramida sosial masyarakat Indonesia Depag, 2004. Adanya posisi penting yang disandang
pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting pula dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melalui potensi pendidikan maupun potensi pengembangan
masyarakat yang dimilikinya. Pesantren saat ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya dari
belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dunia pendidikan secara umum.
Strategi yang dilakukan oleh pesantren saat ini adalah melalui pemberdayaan santri dan masyarakat dalam berbagai bidang yang selama ini dikembangkan. Kelembagaan
yang selama ini dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Kelembagaan Pendidikan