Partisipasi Pengembangan Kelembagaan Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : kekuasaan di dalam power within, kekuasaan untuk power to, kekuasaan atas power over dan kekuasaan dengan power with.

2.4 Partisipasi

Nasdian 2003 mengemukakan bahwa konsep partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu “participation” yang berarti turut ambil bagian. Partisipasi berarti proses aktif, inisiatif yang diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses lembaga dan mekanisme dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: 1 warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain 2 partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar. Sasmita 2006 mengemukakan bahwa partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan implementasi programproyek pembagunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi programproyek yang dilaksanakan. Secara umum, sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih respon terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Ini merupakan suatu cara penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang tepat serta meringankan beban pusat baik sisi dana, tenaga maupun materi. Namun sisi negatifnya, partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas akan sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, serta bentuk program yang berbeda-beda karena masyarakat yang beragam. Di luar itu, program juga berpeluang untuk diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Jika dicermati, konsep partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat. Para ahli telah mengklasifikasikan beberapa model partisipasi, Syahyuti 2005 mengemukakan beberapa model partisipasi yaitu sebagai berikut : 1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka 2. Partisipasi informatif. Disini masyarakat hanya menjawab pertanyaan- pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan 3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pengambilan keputusan bersama. 4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan berupa insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen yang dilakukan. 5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal masyarakat tergantung pada pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya. 6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda indisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. 7. Mandiri self mobilization. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara sistematis secara bebas tidak dipengaruhi pihak luar untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung.

2.5 Komunitas Desa