sambilan saja sehingga jika tiba musim menanam atau masa panen pekerjaan tersebut akan ditinggalkan.
2.6 Pembangunan Pedesaan
Julius Nyerere dalam Syahyuti 2006 mendefinisikan pembangunan pedesaan rural development sebagai “…the participation of people in a natural
learning experience involving themselves, their local resources, external change agents, and ouside resources”. Pembangunan desa bertolak dari proposisi bahwa
mereka tidak dapat membangun diri sendiri dan mereka hanya akan berkembang bila mau berpartisipasi dengan aktivitas yang akan mempengaruhi kesejahteraan
mereka sendiri. Membicarakan pembangunan desa akan sampai kepada seluruh masalah yang ada di desa mulai dari masalah kemiskinan, pengembangan
pertanian dengan memproduksi berbagai komoditas, pembangunan subsektor, kehutanan, gender, keagrariaan dan permasalahan sumberdaya air.
Istilah “rural” dan “rurality” merupakan pendekatan geografis yang mendefinisikan lokasi dalam hubungannya dengan jarak secara fisik yang jauh
dari pusat keramaian, yaitu kota. Jarak fisik menyebabkan timbulnya jarak untuk lalu lintas barang dan jasa serta kesempatan untuk melakukan interaksi sosial.
Rural merupakan suatu masyarakat yang heterogen dan berbeda-beda dalam berbagai dimensinya mulai dari aspek demografi, kemampuan ekonomi, pola
pasar tenaga kerja, jasa-jasa yang disediakan, kesehatan lingkungan dan berbagai pengukuran subyektif lain seperti kesejateraan community wellbeing dan
keterkaitannya connectedness secara internal maupun eksternal.
Terdapat empat strategi pembangunan pedesaan yang dapat diterapkan yaitu strategi modernisasi pertanian, strategi anti kemiskinan, strategi pola baru
pertumbuhan dan strategi land reform. Namun, kemudian digulirkan pula konsep pembangunan desa yang baru dengan pendekatan terbalik dibandingkan dengan
yang sudah lazim dilakukan selama ini. Hal-hal yang ditempatkan diurutan terakhir, justru didahulukan atau “memulai dari belakang”.
Pembangunan pedesaan, menurut sebagian kalangan merupakan bagian dari ilmu “pembangunan wilayah”. Pembangunan wilayah adalah usaha untuk
mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdepedensi dan interaksi antara sistem ekonomi, manusia dan lingkungan hidup serta sumberdaya alamnya. Hal
ini diterjemahkan dalam bentuk-bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks
keseimbangan, keselarasan, dan kesesuaian. Konsepsi pembangunan regional, selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah bertujuan pula untuk
menjembatani hubungan
rencana pembangunan
nasional dan
rencana pembangunan daerah.
Norman Uphoff dan Milton dalam Syahyuti 2006 mengemukakan empat jenis pembangunan pedesaan yaitu 1 yang berdasarkan kepada potensi pertanian
2 yang multi sektoral 3 yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan dan yang 4 mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan,
pendidikan dan lain-lain. Pada hakikatnya pembangunan pedesaan berdiri atas paradigma untuk
mengurangi kesenjangan dan kemiskinan. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan berupa peningkatan pendapatan atau pengeluaran riil rumah tangga maupun
perkapita. Ada lima tahap pembangunan ekonomi pedesaan desa yaitu 1 pelajari kondisi atau karakteristik dasarnya berkenaan dengan sumberdaya alam, pasar,
pendapatan, dan politik yang eksis 2 identifikasi teknologi apa yang sudah dimiliki mereka 3 komoditas atau sektor apa yang berpotensi dikembangkan 4
identifikasi sifat dan mekanisme keterkaitan ekonomi atau jenis kegiatan serta 5 pelajari kelembagaan masyarakat yang ada dan berpotensi dikembangkan.
Menurut Sasmita 2006 pembangunan pedesaan harus diletakkan dalam konteks 1 sebagai upaya mempercepat pembangunan untuk memberdayakan
masyarakat dan 2 sebagai upaya mempercepat dan memperkokoh pembangunan ekonomi daerah dalam arti luas secara efektif dan kokoh. Rencana pembangunan
daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi sekarang Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan
merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau sering disebut sebagai bottom up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat
merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat social empowering secara nyata dan terarah.
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kepedulian, kesediaan dan kemauan masyarakat untuk
berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program–program yang dilaksanakan di daerahnya. Bentuk partisipasi masyarakat tersebut antara lain
mereka bersedia menyerahkan sebagian lahantanahnya tanpa pembayaran, kerjasama tanpa mengharap imbalan dan sebagainya.
Pembangunan pedesaan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat adalah sangat tepat dan relevan. Masyarakat pedesaan tidak hanya sebagai
penonton tetapi mereka harus secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan.
2.7 Pesantren