Pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat Studi kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM

PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG

MENGAKAR DI MASYARAKAT

(Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

Oleh: Tarjo A14202028

PROGRAM STUDI

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

TARJO. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT. Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. (Dibawah bimbingan MURDIANTO).

Kebijakan pembangunan yang bersifat topdown menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan, sehingga program pembangunan yang dilaksanakan hanya bersifat searah oleh pemerintah terhadap masyarakat. Demikian halnya dengan program-program dalam pembangunan pertanian, termasuk di dalamnya peternakan, sehingga mengalami kegagalan. Kegagalan perencanaan pembangunan top-down telah digantikan dengan perencanaan buttom up. Gagasan ini memunculkan konsep pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) dimana manusia ditempatkan dalam posisi sentral subjek pembangunan. Namun konsep perencanaan buttom up dapat mengalami kegagalan jika tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.

Dari kondisi ini, pendekatan dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, yaitu model pemberdayaan masyarakat. Dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Kabinet Indonesia Bersatu melalui Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) Departemen Pertanian RI membuat program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) sebagai bentuk kepedulian pemerintah dengan strategi pemberdayaan masyarakat. LM3 merupakan lembaga yang telah lama mengakar di masyarakat seperti pondok pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara, pura, subak, dan lainnya. Strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan ditujukan kepada pengelola dan masyarakat sekitar LM3 yang memfokuskan kegiatannya pada bidang agribisnis.

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dan mencapai kemandirian melalui program pengembangan agribisnis LM3 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Subjek penelitian ini adalah masyarakat sekitar pesantren dan pengelola agribisnis peternakan yang menerima bantuan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan


(3)

LM3. Metode penelitian adalah dengan metode kualitatif dengan strategi studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program yang dilaksanakan meskipun telah berkonsep pemberdayaan masyarakat, namun di dalam realisasinya tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan fakta bahwa pengelola LM3 agribisnis peternakan tidak terlibat secara penuh dalam semua tahapan partisipasi mulai dari pengambilan keputusan hingga evaluasi. Dari segi kemandirian, tidak semua pengelola memiliki sikap mandiri karena keterbatasan akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan. Keterbatasan tersebut dilihat dari peran mereka yang terbatas terhadap setiap kegiatan pelatihan ataupun magang.

Sementara itu, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Faktor tersebut adalah faktor pendukung dan faktor yang menghambat proses pemberdayaan. Faktor pendukung antara lain : sumberdaya manusia yang berkualitas, sumberdaya alam dan sarana dan prasarana serta peluang pasar. Faktor penghambat pemberdayaan antara lain modal usaha, koordinasi antar elemen, pemasaran, dan kualitas produk.

Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah bisa dikatakan kurang berhasil. Seluruh tahapan pemberdayaan memang sudah berusaha dilakukan, namun hanya sebatas melaksanakan program tanpa melihat lebih jauh maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya. Jika konsep pemberdayaan tidak diterapkan sesuai maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya di lapangan, maka usaha yang dikembangkan tidak akan berjalan lama. Alasan paling mendasar adalah lemahnya koordinasi antar elemen yakni pemerintah, pendamping, dan yayasan, serta antara yayasan dengan pengelola LM3.


(4)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM

PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG

MENGAKAR DI MASYARAKAT

(Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

Oleh: Tarjo A14202028

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

menjadi anak yang sholeh. Kepada Mas Lardi, Mbak Marmi, Mbak Tarmi, dan Dik

Yuni, terimakasih atas semuanya, sungguh bahagia menjadi bagian dari keluarga ini.

2.

Istri tercintaku Inggit Retnowati dan Ananda Gaza Abdillah Hammaam. Tiada yang

abadi selain cinta yang berlandaskan

Mahabbatullah

. Semoga

sakinah mawwadah

warrahmah

yang kita damba menjadi kenyataan dalam episode kehidupan ke

depannya.

I Love You All...

3.

Keluarga besar Pesantren Pertanian Darul Fallah.

Jazakumullohu khoiron katsiron

kepada Ustadz Abdul Hanan Abbas, Lc atas kesempatan izin penelitian. Kepada Mas

Endin, Mas Qiqin, Mas Yus, terima kasih atas kerjasamanya. Kepada Pak Mawi,

Pak Saimo, Pak Apep, Bu Marlina , Jeng Nurul, Hamra, Ahmad Bukhori, Oman, dan

Andika Yusuf Firdaus Agustiyansyah, terima kasih atas kesediaannya belajar

bersama, bertukar fikiran hingga sangat bermakna di hati penulis.

4.

Keluarga besar Bapak Muhammad Tuwarno dan Ibu Narti. Terima kasih atas cinta,

do’a, dan pelajaran hidup terhadap penulis. Kepada Kakak Ufi dan Dedek Dzikra,

senyum dan tangis kalian selalu mengisi bagian dalam bayangan semangatku di

saat-saat akhir penulisan skripsi ini.

5.

Keluarga besar Bapak Dr. Joko Santoso, MSi dan Ibu Ir. Yuyum Yumiarsih. Terima

kasih atas segalanya, do’a, cinta, semangat, dan pembelajaran hidup yang sangat

berarti bagi penulis. Semoga ananda bisa berbakti. Kepada Kak Farras, Teh Lala dan

Dik Sasa, sungguh bahagia bersama kalian, lucu, unik, pinter, dan membuat fikir jadi

cair.

6.

Keluarga besar Ir. Sugeng Heru Wiseso atas bantuannya.

7.

Keluarga besar Budi Utomo. Terima kasih atas segalanya. Semoga saya bisa

mencontoh untuk memiliki anak asuh di kemudian hari.

8.

BPOM IPB atas bantuan beasiswa selama 4 tahun di IPB, LPPM-IPB dan Yayasan

Damandiri atas bantuan beasiswa SPP++, dan Yayasan Al-Qudwah atas bantuan

beasiswanya.


(6)

10.

Teman-teman KPM ’39, KPM ’40 dan KPM ’41. Terimakasih atas kebersamaan

dalam menimba ilmu. Semoga kita dapat mengamalkannya sebagai bentuk tanggung

jawab pada Allah SWT, masyarakat, bangsa dan negara.

11.

Teman-teman LQ, atas kebersamaan, semangat, cinta, do’a, dan pengorbanan.

Semoga amalan yang kita perjuangkan bersama berujung pada syurga-Nya.

12.

Teman-teman di CAS Faperta, teman-teman Pagi Anaba 2004, atas niat suci untuk

berikrar bahwa kita adalah da’i dan da’iyah sebelum yang lainnya.

Allahu

ghoyatuna, Arrosulu qudwatunna, Al-Qur’anu dusturunna, Aljihadu fissabiluna, dan

Almautu fissabilillah Asma a’manina.

13.

Teman-teman KMS 2002-2003, BEM Faperta 2003-2004, FKRJ-A 2004-2005,

Al-Hurriyyah IPB,

jazakumullahu khoiran katsiran

.

14.

Teman-teman KIRANA Camp, kenangan terindah yang kumiliki; Iwan, Arim, Bayu,

Gempar, Andi, Danang, Ibnu, Hasyim, Ari, Dwi, Slamet, Boim, Putra, Hendra,

Ndakir, Asep. Akhirnya aku menyusul kalian.

15.

Semua pihak yang membantu penulis, yang belum disebut dalam skripsi ini.

Jazakumullahu khoiron katsiron

. Semoga karya kecil ini bermanfaat.


(7)

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Tarjo

Nomor Pokok : A14202028

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program

Pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Murdianto, M.S NIP. 19630729 199203 1 001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 19571222 198203 1 002


(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL ”PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)” INI MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN SERTA TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG TIDAK DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SEBENARNYA.

Bogor, Agustus 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 22 Juli 1981. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Parmorejo dan Ibu Parmi. Riwayat pendidikan penulis diawali di TK Marsudisiwi IV Gumiwang Lor dari tahun 1986 sampai tahun 1987. Pendidikan Dasar ditempuh di SD Negeri Gumiwang Lor 04 dari tahun 1987 sampai tahun 1993. Tahun 1993 sampai tahun 1996, penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 01 Wuryantoro. Selanjutnya, penulis berhenti sekolah selama 3 tahun. Tahun 1999 penulis memulai kembali sekolah dan diterima di SMU Negeri 03 Wonogiri hingga lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan di IPB, diantaranya sebagai staf Departemen Pembinaan Keluarga Muslim Sosek (KMS) periode 2002-2003, Ketua Biro Aksi dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB periode 2003-2004, Ketua Umum Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD-A) Fakultas Pertanian IPB periode 2004-2005, Staf Divisi Syi’ar Lembaga Pengajaran Qur’an (LPQ) DKM Al-Hurriyyah IPB tahun 2003-2005 dan aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus.

Selain itu, penulis memperoleh beberapa pengalaman kerja antara lain: menjadi asisten dosen pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam TPB-IPB pada semester 5 dan 6 (tahun akademik 2004-2005), Panitia KPPS Pemilu 2004, Surveyor pada Survei Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Perilaku Masyarakat (PSN-Plus) di Kota Bogor tahun 2004, Manajer Operasional Bimbingan Belajar Mathematic Studi Club (MSC) Bogor tahun 2005, Konselor Usaha pada UKM Lingkar Kampus IPB Kerjasama LPPM-IPB dan Yayasan Damandiri Indonesia tahun 2005, anggota Tim Pengawas Independen Ujian Nasional SMP-SMU/SMK Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2006 dan peserta pada Cooperative Education Program (Co-op) yang merupakan program kerjasama antara Kantor Jasa


(10)

Ketenagakerjaan IPB, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI periode Juli - November 2007.

Pada tanggal 15 Juni 2008 penulis telah menentukan pasangan hidup dengan menikahi seorang wanita bernama Inggit Retnowati dan pada tanggal 11 Mei 2009 dikaruniai seorang putra bernama Gaza Abdillah Hammam.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Illahi Robbi, Allah SWT atas anugerah nikmat sehingga penulisan skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Adapun topik kajian di dalam penelitian ini adalah mengenai pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Topik pemberdayaan masyarakat dipilih oleh penulis guna menganalisis sejauhmana program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah dilihat dari dua dimensi pemberdayaan masyarakat, yakni partisipasi dan kemandirian. Selain itu, penulis juga menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan melalui pengembangan LM3.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Murdianto, M.S selaku dosen pembimbing skripsi dan semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, maka penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini.

Bogor , Agustus 2009


(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang secara khusus membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, antara lain kepada: 1. Bapak Ir. Murdianto, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan

sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan banyak masukan yang sangat berarti bagi penulis.

2. Bapak Ir. Dwi Sadono, MS selaku dosen penguji utama, atas masukan, saran, dan kritiknya sehingga membuat penulis lebih mengerti arti sebuah ketelitian. 3. Ibu Ratri V., S.Sos, M.Si sebagai dosen penguji dari Komisi Pendidikan Departemen yang memberikan pelajaran kepada penulis untuk lebih memahami arti sebuah tulisan ilmiah dalam penelitian.

4. Bapak Dr. Ir. MT. Sitorus, MS sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang mengarahkan penulis dalam proses studi di KPM IPB.

5. Para dosen, staf administrasi, dan karyawan di IPB umumnya dan KPM khususnya atas bantuan dan kerjasama hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Keluarga besar Pesantren Pertanian Darul Fallah. Jazakumullohu khoiron

katsiron atas kesempatan izin penelitian.

7. Semua pihak yang membantu penulis, yang tidak dapat disebut dalam skripsi ini. Jazakumullahu khoiron katsiron. Semoga karya kecil ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2009


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 7

1.3 Tujuan Penelitian ………... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 8

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ………... 10

2.1.1 Kelembagaan ………... 10

2.1.1.1 Pengertian Kelembagaan …... 10

2.1.1.2 Jenis dan Ciri Kelembagaan ... 11

2.1.2 Agribisnis ……... 13

2.1.2.1 Pengertian Agribisnis ……... 13

2.1.2.2 Strategi dan Aspek Penting Pengembangan Agribisnis ... 15

2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Strategi dalam Pembangunan …………... 17

2.1.3.1 Pengertian Masyarakat ... 17

2.1.3.2 Batasan dan Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 19

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat ... 25

2.1.3.4 Upaya Pemberdayaan Masyarakat …... 26

2.1.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat …. 27 2.1.4 Program Pengembangan Kelembagaan LM3 …. 27 2.1.4.1 Latar Belakang Program ………... 28

2.1.4.2 Strategi Pengembangan Agribisnis Melalui LM3 ……... 29

2.1.4.3 Arah dan Prinsip Pengembangan …... 30

2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Usaha Agribisnis LM3 (Sebuah Studi Kasus) ………... 31

2.2 Kerangka Pemikiran ………... 33

2.3 Hipotesis Pengarah ………... 35

2.4 Definisi Konseptual ………... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Metode Penelitian …………... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ………... 41


(14)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 47

4.1 Gambaran Umum Desa Benteng ... 47

4.1.1 Letak Geografis ... 47

4.1.2 Sarana dan Prasarana ... 50

4.1.3 Kependudukan ... 50

4.2 Gambaran Umum Pesantren Pertanian Darul Fallah ... 53

4.2.1 Status Hukum dan Sejarah ... 53

4.2.2 Visi, Misi, dan Tujuan ... 54

4.2.3 Letak Geografis ... 56

4.2.4 Potensi ... 57

4.2.4.1 Sumberdaya Manusia ... 57

4.2.4.2 Sumberdaya Fisik ... 58

4.2.5 Penyelenggaraan Pendidikan ... 58

4.2.5.1 Kegiatan Pendidikan Formal ... 59

4.2.5.2 Kegiatan Pendidikan Non-Formal ... 61

4.2.6 Bidang Usaha yang Dikembangkan ... 61

4.3 Ikhtisar ... 63

BAB V SISTEM AGRIBISNIS LM3 ... 65

5.1 Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah ... 65

5.1.1 Sejarah LM3 ... 65

5.1.2 Maksud, Tujuan, dan Target ... 66

5.1.3 Keadaan LM3 ... 66

5.1.4 Pemberdayaan pada Kegiatan LM3 ... 69

5.1.5 Kegiatan Kemitraan ... 72

5.2 Sistem Agribisnis Peternakan pada LM3 ... 73

5.2.1 Agribisnis Hulu ... 74

5.2.2 Agribisnis Usahatani ... 78

5.2.3 Agribisnis Hilir ... 79

5.2.4 Agribisnis Kelembagaan dan Jasa Penunjang ... 82

5.3 Ikhtisar ... 83

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PENGELOLA PADA PENGEMBANGAN LM3 ... 85

6.1 Tahap Perencanaan Program ... 85

6.1.1 Pengambilan Keputusan ... 85

6.1.2 Identifikasi dan Seleksi ... 86

6.2 Tahapan Pelaksanaan Program ... 87

6.2.1 Pengembangan Sumberdaya Manusia ... 87

6.2.1.1 Training of Trainers (TOT)... 88

6.2.1.2 Pelatihan dan Magang... 89

6.2.1.3 Sekolah Lapang ... 91

6.2.1.4 Studi Banding ... 92

6.2.1.5 Pendampingan ... 93

6.2.2 Penguatan Kelembagaan ... 94

6.2.3 Pengembangan LM3 Model ... 96

6.2.4 Pengembangan Jejaring Kerjasama ... 97

6.3 Monitoring dan Evaluasi Program ... 100


(15)

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT PADA LM3 ... 103

7.1 Faktor Pendukung ……… 103

7.1.1 Sumberdaya Manusia Berkualitas ……… 103

7.1.2 Sumberdaya Alam dan Sarana Prasarana ……… 104

7.1.3 Peluang Pasar ………... 106

7.2 Faktor Penghambat ………... 108

7.2.1 Modal ………... 108

7.2.2 Koordinasi Antar Elemen ……… 110

7.2.3 Pemasaran ……… 111

7.2.4 Kualitas Produk ……… 112

7.3 Ikhtisar ……….. 113

BAB VIII PENUTUP ... 115

8.1 Kesimpulan ………... 115

8.2 Saran ………. 116

DAFTAR PUSTAKA ………... 118


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Teks

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 34

Gambar 2. Bagan Teknik Penentuan Subjek Penelitian ... 42

Gambar 3. Komponen-komponen Analisis data: Model Interaktif ... 45

Gambar 4. Usaha Pengembangan Sapi Perah ………,,, 62

Gambar 5. Struktur Organisasi Usaha Agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah ………. 73

Gambar 6. Jenis Sapi Perah di Pesantren Pertanian Darul Fallah ………. 75

Gambar 7. Jenis Kambing PE Pejantan ………. 76

Gambar 8. Proses Penimbangan Susu oleh Karyawan sebelum Disaring . 80 Gambar 9. Salah Satu Produk Olahan Susu berupa Yoghurt ... 81

Gambar 10. Kegiatan Sekolah Lapang dengan Praktek Pembuatan Kompos di Pesantren Pertanian Darul Fallah ……….. 92

Gambar 11. Pelatihan Teknis Pengobatan Suntik pada Kmbing Perah ….. 97

Gambar 12. Magang Peternakan terhadap Petani dan Peternak Sekitar …. 99 Gambar 13. Sarana Kandang Kambing Perah ………. 105

Gambar 14. Sarana Mesin Pengolah Pakan Ternak ……… 107

Halaman Lampiran Gambar 1. Sketsa Lokasi Penelitian Desa Benteng ………... 121


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Teks

Tabel 1. Luas lahan di Desa Benteng Beserta Penggunaannya... 48 Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Struktur Umur …. 51 Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Agama …………. 52 Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Mata Pencaharian 52 Tabel 5. Data Sumber Air Minum dan MCK ………. 58 Tabel 6. Kegiatan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah ……… 71

Halaman Lampiran

Tabel 1. Data Bangunan (Luas, Tahun Pembuatan, Kondisi) ... 128 Tabel 2. Daftar Sarana dan Prasarana ... 130 Tabel 3. Data Lulusan Santri Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 131


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan merupakan perangkat upaya terencana dan sistematik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat (Suparlan, 1994), sehingga tujuan akhir setiap pembangunan adalah untuk kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia (Kasiyanto, 1991). Lebih jauh, Kasiyanto (1991), menyebutkan bahwa hakikat pembangunan adalah memanusiawikan manusia, yaitu supaya matang dalam kedewasaannya, dinamis, dan sanggup mengatasi segala tantangan lingkungan.

Pertanian dan sektor terkait (yang dikenal sebagai sektor agribisnis) merupakan sektor penting di negara-negara berkembang, sehingga pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Data dari World Bank (1997) dikutip oleh Daryanto (2001) menyebutkan bahwa sektor pertanian di negara berkembang merupakan penyedia utama pendapatan dan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk yakni mencapai 95 persen. Di Asia, sektor pertanian merupakan penyumbang signifikan dalam pembentukan GDP, yakni berkisar antara 11 sampai 41 persen. Di Afrika, sektor pertanian menyumbang antara 37 sampai 93 persen pangsa tenaga kerja, dan menyumbang pada GDP rata-rata sebesar 57 persen.

Mengingat besarnya kontribusi pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka diperlukan perhatian serius terhadap sektor tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan kelembagaan. Nasution (2002),


(19)

menyebutkan bahwa pengembangan kelembagaan secara makro merupakan tugas pemerintah dan secara mikro merupakan tugas lembaga atau organisasi yang berkembang dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah produksi dan pemasaran komoditas hasil pertanian. Lebih lanjut, Nasution (2002), mengatakan bahwa kelembagaan adalah faktor strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan terutama di sektor pertanian karena sifatnya padat karya dan lingkup usahanya relatif luas.

Demikian juga yang disampaikan oleh Soekartawi (1994), yang menggarisbawahi bahwa kelembagaan merupakan salah satu dari empat aspek penting bagi pembangunan sektor pertanian selain aspek sumberdaya alam, teknologi, dan kebudayaan. Di dalam konsep agribisnis, produsen atau petani sering dihadapkan pada keterbatasan yang dimiliki sehingga dibutuhkan kerjasama dengan lembaga keuangan untuk memperlancar produksi dan lembaga KUD untuk memperlancar pemasaran. Soekartawi (1993) mengutip (Hayami dkk (1982), bahwa kelembagaan baik yang berupa lembaga formal maupun non-formal merupakan aspek menonjol yang sering menghambat jalannya pembangunan pertanian jika tidak mendapat perhatian serius.

Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu melalui Departemen Pertanian RI melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) pada bidang agribisnis. Program ini sudah dimulai sejak tahun 1991 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Agama No. 346/1991 dan No. 94/1991 tentang pembinaan terhadap LM3 berbasis keagamaan. Selanjutnya tahun 1996, pembinaan dilakukan lebih terarah dengan diterbitkannya


(20)

Surat Menteri Dalam Negeri No. 412.25/1141/PMD tanggal 21 Oktober 1996 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/OT.210/6/97 serta Surat Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian No. RC.22G/ 720 IB VI /1998 tentang pengembangan agribisnis LM3.

Pada tahun 2006, Departemen Pertanian melanjutkan fasilitasi untuk merevitalisasi usaha agribisnis yang telah dirintis ataupun usaha pengembangan agribisnis baru melalui pemberdayaan dan penguatan kelembagaan LM3. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 468/Kpts/KU.210/8/2006 tentang penetapan LM3 Terpilih Penerima Bantuan Pengembangan LM3 tahun 2006, telah melegitimasi 338 LM3 terpilih. Pada tahun 2007, pemerintah kembali meneruskan program tersebut dengan memperbesar jumlah lembaga penerima program. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.553/Kpts/01.140/9/2007 tentang Penetapan LM3 terpilih, terdapat 1042 lembaga di 371 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia1.

Pesantren Pertanian Darul Fallah di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu pesantren terpilih dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 pada periode tahun 2005-2006 dan periode tahun 2006-2007. Pengembangan dititikberatkan pada bidang agribisnis peternakan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah. Sementara itu, fokus program ditekankan pada pengembangan sumberdaya manusia melalui pembinaan dan pelatihan, serta pada pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

1


(21)

Pada periode tahun 2005-2006 Pesantren Pertanian Darul Fallah menerima bantuan dari Departemen Pertanian dengan mengajukan proposal kepada dua Ditjen, yakni Ditjen Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Ditjen BPSDMP melalui Balai Besar Agribinis Kesehatan Hewan Cinagara Bogor mengalokasikan dana untuk pengolahan susu sebesar Rp 199.970.000,- dan sebagai LM3 model menjadi Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pertanian dan Sumberdaya (P4S) sebesar Rp 250 juta. Ditjen P2HP mengalokasikan dana untuk pabrik pakan dan ternak sebesar Rp 265,650 juta.

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan program pemberdayaan sumberdaya manusia dan penguatan LM3 dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian RI tahun 2006, program LM3 periode tahun 2005-2006 seharusnya selesai pada bulan Desember 2006. Namun, program baru selesai pada bulan Maret 2007 dengan realisasi pembangunan pabrik pengolahan pakan ternak2.

Pada tahun 2007, Pesantren Pertanian Darul Fallah kembali mengajukan proposal yang ditujukan kepada Dirjen P2HP yang dialokasikan untuk pemasaran hasil pertanian dengan memperoleh bantuan dana sebesar Rp 400,500 juta3. Hal ini dimaksudkan agar program sebelumnya berlanjut dengan bantuan modal pendanaan. Namun, hingga pelaksanaan penelitian oleh penulis, sebagai contoh bahwa pabrik pakan ternak belum beroperasi secara optimal. Pengolahan pakan

2

Hasil wawancara dengan Ketua Harian LM3 Pondok Pesantren Darul Fallah pada Hari Rabu, 23 Januari 2008.

3

http://116.12.47.220/lm3/datalm3s/kabupaten/7407/?filter=1&show=33&sort=tahun&direction=a sc&page=19 [ diakses 27 November 2007]


(22)

ternak dilakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan ternak pada agribisnis peternakan LM3, belum dapat menjual ke luar pesantren.

Selain itu, program yang dilaksanakan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat lingkar pesantren. Penduduk sekitar pesantren tidak pernah mendapat akses seperti modal dari pelaksanaan program. Program pelatihan yang dilaksanakan lebih banyak mendatangkan warga yang berlokasi jauh dari pesantren, misalnya warga yang berasal dari luar Desa Benteng4. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan program LM3 yakni menciptakan kemitraan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui kemitraan produksi dan pemasaran serta melatih warga pesantren dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan bidang produksi agribisnis (Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah, 2006).

Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga.

Hal ini menjadi penting untuk dikaji karena berdasarkan pengalaman, program-program pembangunan yang mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat, pada tataran teknis di lapangan, pelaksanaan program tidak sesuai konsep pemberdayaan masyarakat. Proses perencanaan dan pengambilan

4

Hasil wawancara dengan salah satu penduduk sekitar pesantren dan salah satu perangkat desa di Desa Benteng pada Hari Kamis, 17 Januari 2008.


(23)

keputusan dalam program pembangunan sering kali dilakukan dari atas ke bawah (top-down). Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya.

Demikian juga dengan program-program dalam pembangunan pertanian. Kegagalan perencanaan pembangunan top-down telah digantikan dengan perencanaan buttom up. Namun konsep perencanaan buttom up juga mengalami kegagalan disebabkan karena tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan (Kartasasmita, 1996)

Dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.5

5


(24)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, menarik untuk dilakukan analisis oleh penulis melalui penelitian dengan fokus kajian mengenai pemberdayaan masyarakat pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Melalui model pemberdayaan masyarakat, akan diketahui implementasi program pengembangan kelembagaan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan tujuan program pemberdayaan yakni mensejahterakan masyarakat dengan menggali potensi dirinya dan mengembangkan potensi tersebut secara partisipatif untuk mencapai kemandirian (Nasdian, 2003).

1.2Perumusan Masalah

Departemen Pertanian RI membuat program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor mampu mengakses peluang tersebut yang ditandai dengan bantuan modal bergulir selama 2 tahun berturut-turut pada bidang agribisnis peternakan.

Namun, dalam tahap pelaksanaan program diduga tidak berjalan sesuai dengan tujuan pemberdayaan masyarakat dimana partisipasi dan kemandirian merupakan dimensi utama pemberdayaan masyarakat (Zakaria, 2006). Sebagai contoh berdasarkan penelusuran penulis, terdapat kelemahan masyarakat sekitar pesantren dalam mengakses sumberdaya khususnya modal dari adanya program. Apabila dilihat dari dimensi partisipasi dan kemandirian masyarakat, perlu dianalisis lebih lanjut sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dalam mencapai kemandirian melalui program pengembangan agribisnis LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.


(25)

Sementara itu, waktu pelaksanaan program tidak sesuai jadual yang telah ditetapkan Departemen Pertanian RI. Program pada periode tahun 2005-2006 seharusnya selesai pada bulan Desember 2006, namun program baru selesai pada bulan Maret 2007. Pabrik pakan ternak yang direncanakan bisa beroperasi, ternyata belum beroperasi secara optimal. Hal ini menjadi menarik untuk ditelusuri penyebabnya. Maka, penelitian ini berusaha menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap proses pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini:

1. Menganalisis sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dan mencapai kemandirian melalui program pengembangan LM3 agribisnis di Pesantren Pertanian Darul Fallah.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak :

1. Bagi peneliti, untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam memahami proses pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan suatu program.


(26)

2. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam melaksanakan program-program pembangunan khususnya pembangunan pertanian melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara tepat.

3. Bagi akademisi, sebagai bahan rujukan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program khususnya dalam pengembangan LM3 di sekitar masyarakat pesantren.


(27)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelembagaan

2.1.1.1 Pengertian Kelembagaan

Konsep mengenai kelembagaan telah diuraikan oleh para ilmuwan. Koentjaraningrat (1981), menyebutnya dengan istilah ”pranata sosial”. Sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi dalam ilmu sosiologi dan antropologi disebut “pranata” atau “institution”. Di sisi lain “pranata” juga dapat dikatakan sebagai suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Di dalam bahasa sehari-hari istilah “institution” sering dikacaukan dengan istilah “institute” (lembaga). Padahal kedua istilah tersebut jelas memiliki perbedaan mendasar. Pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat khusus, sedangkan lembaga adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut. Apabila istilah lembaga dikaitkan dengan istilah perkumpulan atau kelompok, lembaga merupakan suatu bentuk perkumpulan yang khusus.

Sementara itu, Kasryno dan Stepanek (1985), juga menjelaskan perbedaan antara lembaga dan organisasi. Lembaga didefinisikan sebagai aturan perilaku yang menentukan pola-pola tindakan dan hubungan sosial. Organisasi adalah kesatuan sosial yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan-keluarga, perusahaan, kantor- yang menjalankan fungsi pengendalian terhadap berbagai


(28)

sumberdaya. Apapun yang diterima oleh suatu organisasi rumah tangga atau suatu perusahaan, umpamanya sebagai pengaturan tingkah laku yang sifatnya eksternal selalu merupakan hasil dari tradisi atau keputusan yang diambil oleh organisasi lain misalnya sistem peradilan di suatu negara atau praktek hubungan kerja dalam suatu organisasi.

2.1.1.2 Jenis dan Ciri Kelembagaan

Menurut Hasansulama dkk (1983), jenis kelembagaan antara lain sebagai berikut :

1.Kumpulan norma-norma untuk mengatur pemenuhan kebutuhan kekerabatan, yang pada dasarnya merupakan kebutuhan akan dorongan kelamin, menurunkan keturunan, dan kebutuhan akan hubungan akrab adalah institusi atau lembaga keluarga; menurut perkembangannya terbagi lagi ke dalam institusi atau lembaga perkawinan (termasuk pelamaran dan perceraian), keluarga inti (batin), keluarga besar dan seterusnya.

2.Kumpulan norma-norma untuk mengatur kegiatan mencari nafkah, yang pada dasarnya menyangkut usaha memperoleh dan menyalurkan pangan, sandang dan perumahan adalah institusi atau lembaga perekonomian, yang dapat terbagi lagi menjadi institusi-institusi yang lebih khusus, menurut jenis lapang pencahariannya seperti pertanian, peternakan, perikanan, industri dan sebagainya. Lembaga pertanian terbagi lagi menjadi lembaga-lembaga persawahan, pertanahan, ijon, gadai, tebasan, bagi hasil, perkreditan, pengairan, pemasaran hasil, dan sebagainya.


(29)

3.Kumpulan norma-norma untuk mengatur kegiatan memenuhi kebutuhan akan pendidikan, yang pada dasarnya menyangkut hal-hal menambah ilmu pengetahuan adalah lembaga atau institusi pendidikan, baik resmi atau tidak resmi dalam perencanaan, maupun tidak resmi tanpa perencanaan; menurut jenis dan tingkatannya dari pesantren, madrasah, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan, perguruan tinggi, kursus-kursus ketrampilan dan sebagainya.

4.Kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuan masyarakat, rasa kekaguman dan keindahan, adalah institusi atau lembaga-lembaga keagamaan, kesusasteraan, kesenian dan sebagainya.

5.Kumpulan norma-norma yang mengatur kegaitan memenuhi kebutuhan akan pemeliharaan jasmani adalah lembaga-lembaga kesehatan, lingkungan sehat, taman, gizi, keluarga berencana, olahraga, dan sebagainya.

6.Kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuhan akan menjaga kelestarian alam adalah institusi atau lembaga alam, penghijauan, pemeliharaan dan lain sebagainya.

Berdasarkan ciri tersebut, pesantren merupakan salah satu jenis kelembagaan pendidikan dimana di dalamnya terdapat norma-norma yang mengatur kegiatan memenuhi kebutuhan akan pendidikan, yang pada dasarnya menyangkut hal-hal menambah ilmu pengetahuan. Pesantren Pertanian Darul Fallah juga berusaha memenuhi kebutuhan guna menopang kegiatan pendidikan dengan usaha dalam bidang pertanian secara umum. Salah satu turunan dari usaha di bidang pertanian adalah agribisnis peternakan. Agribisnis peternakan dapat dikatakan juga sebagai salah satu kelembagaan perekonomian menurut jenis mata


(30)

pencahariannya dimana di dalamnya terdapat kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan mencari nafkah melalui bidang peternakan.

2.1.2 Agribisnis

2.1.2.1 Pengertian Agribisnis

Pengertian pertanian, secara tradisional dianggap sebagai kegiatan bercocok tanam saja. Pada tahapan berikutnya seiring dilaksanakannnya pembangunan, pertanian diidentikkan dengan kegiatan produksi usaha tani semata (proses budidaya). Pada dasawarsa tahun 1950-an muncul konsep agribisnis sebagai sebuah sistem pertanian yang kompleks.

Menurut Saragih (2000)1, sistem agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian. Sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini. Sistem agribisnis terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu:

Pertama, subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit.

Kedua, subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk ke dalam subsistem usahatani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman

1

http://icdscollege.com/artikel/agribisnis_sbg_landasan_pemb_ekonomi.pdf [diakses diakses, 22 Desember 2008 ]


(31)

hortikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan kehutanan.

Ketiga, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agribisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya.

Keempat, subsistem penunjang merupakan seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).

Arsyad dkk. (1985) dalam Soekartawi (1993), menyebutkan bahwa agribisnis merupakan kegiaan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran, yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Sementara itu, David dan Golberg (1957) dalam Soekartawi (1994), mendefinisikan agribisnis sebagai satu kesatuan kegiatan yang meliputi industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan budidaya tanaman dan atau ternak, dan penanganan pascapanen (penyimpanan, pemrosesan, dan pemasaran komoditi).


(32)

Menurut Departemen Pertanian (2008), agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain2.

2.1.2.2 Strategi dan Aspek Penting Pengembangan Agribisnis

Strategi pengembangan agribisnis menurut Jiaravanon (2007), adalah penerapan teknologi, peningkatan aspek pembiayaan, pengembangan sumberdaya manusia, industrialisasi dan korporasi pertanian, liberalisasi pedesaan dan kebijakan perpajakan. Strategi ini dipertegas oleh Soekartawi (1993), yang menyebutkan 4 aspek penting yang perlu diperhatikan secara serius dalam pembangunan agribisnis.

Pertama, pemanfaatan sumberdaya alam dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini dapat ditempuh dengan 4 cara yakni : 1) meningkatkan produktivitas pertanian (productivity) dengan rekayasa teknis atau sosial-ekonomi, 2) meningkatkan kestabilan produktivitas (stability), 3) mempertahankan aspek kesinambungan (sustainability), dan 4) mempertahankan dan meningkatkan pemerataan (equitability). Kedua, memperhatikan aspek pemanfaatan teknologi agar produksi pertanian meningkat. Ketiga, memperhatikan aspek kelembagaan baik yang bersifat formal maupun non-formal.

2


(33)

Keempat, memperhatikan aspek kebudayaan yang berkembang secara dinamis. Adanya faktor resiko dan ketidakpastian, tidak maunya petani mengadopsi teknologi, tidak maunya petani mengikuti program pertanian dan sebagainya merupakan suatu contoh agar memperhatikan aspek budaya dalam pembangunan agribisnis.

Namun, kegiatan agribisnis juga menuai kritik berdasarkan orientasi basis pengembangannnya. Kritik tersebut didasarkan pada pandangan bahwa di dalam pembangunan nasional sistem pengembangan agribisnis lebih mengarah kepada modal ekonomi saja yakni sumberdaya alam dan manusia, investasi, dan inovasi. Menurut Sitorus, dkk (2001), jika pengembangan agribisnis hanya dipandang dari tiga sisi tersebut, maka akan memunculkan kesenjangan sosial dimana petani kuat akan semakin kuat karena memiliki modal besar mudah mendapatkan akses terhadap sumberdaya. Begitupun sebaliknya, petani miskin akan semakin miskin karena rendah akses akibat keterbatasan modal. Pada akhirnya posisi petani miskin ini hanya akan menjadi objek karena dianggap sebagai modal atau tenaga kerja.

Maka Sitorus, dkk (2001), menggagas konsep agribisnis berbasis komunitas (ABK). Konsep ini menekankan pada pemahaman bahwa agribisnis dipandang sebagai proses interaksi sosial sekaligus proses kerja. Petani diposisikan sebagai subjek bukan objek. Proses interaksi sosial menunjuk pada hubungan komunikatif antara -subjek-subjek- pelaku kegiatan agribisnis, sedangkan proses kerja menunjuk pada tindakan-tindakan teknis subjek pelaku terhadap objek kegiatan agribisnis. Konsep ini lebih dekat dengan strategi pemberdayaan masyarakat.


(34)

2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Strategi dalam Pembangunan 2.1.3.1 Pengertian Masyarakat

Istilah masyarakat di dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris society atau community (Nasdian, 2003). Konsep society dan community memiliki perbedaan.

Koentjaraningrat (1981), menyebutkan bahwa society merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Cirinya ada tiga; adanya interaksi antar anggotanya, adanya pola tingkah laku yang khas dalam semua faktor kehidupannya, dan adanya rasa identitas diri antara anggotanya.

Sedangkan community merupakan komunitas atau masyarakat setempat, (Nasdian, 2003). Koentjaraningrat (1981), menyebut komunitas sebagai satu kesatuan manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat serta yang terikat oleh rasa identitas komunitas. Dasar-dasar komunitas adalah sifat lokalitas dan perasaan masyarakat setempat (Soemarjan, 1962 dikutip Nasdian, 2003).

Menurut Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), komunitas dibagi menjadi dua, yakni geographical community dan functional community. Geographical community didasarkan bahwa komunitas yang terlibat atas kesamaan lokalitas atau satu kesatuan tempat tinggal. Functional community didasarkan bahwa komunitas yang terikat adalah komunitas berdasarkan pada hal lain yang lebih umum dan menimbulkan rasa identitas sendiri.


(35)

Sementara itu, Soekanto (2002), menyebut komunitas adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun teritorial.

Pesantren adalah sebuah institusi pendidikan keagamaan tertua yang tumbuh dan berkembang secara swadaya dalam masyarakat muslim Indonesia. Lembaga pendidikan yang khas Indonesia (indigenous) ini bisa dilacak sejak awal kehadiran dan da’wah Islam di Indonesia. Pesantren merupakan pioner dan corong sosialisasi Islam di Indonesia, bahkan pada era kolonialisme, pesantren tidak saja bermain dalam wilayah da’wah dan pendidikan akan tetapi juga secara signifikan telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya iklim kemerdekaan (Mastuhu, 1994).

Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan "pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Di dalam istilah lain, kata santri berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu (Zamakhsari;1983 dikutip Mastuhu, 1994).

Sejak awal keberadaannya hingga perkembangan yang terakhir, pesantren dapat didefinisikan sebagai lembaga pendidikan yang sekurang-kurangnya memiliki tiga unsur, yaitu: Pertama, kiai sebagai tokoh spiritual yang memiliki, yang mendidik dan mengajar di pesantren yang bersangkutan. Kedua, santri yakni orang-orang yang punya kesadaran untuk menjadi orang saleh dan karenanya mau belajar. Ketiga, masjid tempat mereka belajar dan mengajar (Bernadien, 2009).


(36)

Hampir seluruh pesantren di Indonesia konsisten dengan ketiga unsur yang menjadi definisi lembaga pendidikan itu.

Sejarah menunjukkan bahwa pesantren mempunyai akar tradisi yang sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia yang merupakan produk budaya asli masyarakat Indonesia. Sejak awal kehadirannya pesantren telah me-nunjukkan watak populisnya dengan memberikan sistem pendidikan yang dapat diakses oleh semua golongan masyarakat. Hal itu merupakan pengejawantahan dari konsep “ummah” dalam Islam yang menempatkan harkat dan martabat manusia secara egaliter di hadapan Tuhan (Mastuhu, 1994). Oleh karena itu masyarakat pesantren merupakan kelompok sosial yang hidup di pondok dengan kegiatan utama belajar ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan umum.

2.1.3.2 Batasan dan Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Allah berfirman di dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib/keadaan suatu kaum sebelum kaum tersebut merubah nasib/keadaannya sendiri”. Maksudnya, bahwa konsep tentang pemberdayaan masyarakat telah ada sejak masa kepemimpinan Rosululloh SAW. Keadaan suatu kaum atau masyarakat akan ditentukan oleh diri mereka sendiri. Apabila masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya berarti masyarakat tersebut telah berdaya. Rosulullah Muhammad SAW memfungsikan masjid sebagai pusat pemberdayaan selain pusat pendidikan.3 Kisah itu berawal

3


(37)

dari masjid yang pertama didirikan nabi di Kota Makkah yakni Masjid Quba dan pembangunan masjid selanjutnya yakni Masjid Nabawi di Kota Madinah.4

Pada masa setelah Rosulullah Muhammad SAW, konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga dekade 1990-an (Makmur, 2003). Berbagai batasan dan pengertian mengenai konsep pemberdayaan masyarakat memiliki makna tersendiri menurut para ilmuwan. Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment. Konsep ini dijadikan alternatif terhadap konsep-konsep yang selama ini dianggap gagal memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah-masalah pembangunan khususnya masalah kekuasaan (power) dan ketimpangan (inequity) (Kartasasmita, 1996).

Lebih lanjut, Kartasasmita (1996), mengatakan bahwa kata power dalam empowerment diartikan daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Ia merupakan sebuah konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan. Kartasamita (1996), juga menyebutkan bahwa pemberdayaan merupakan konsep yang menyeluruh yakni menyangkut konsep ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Artinya bahwa pemberdayaan masyarakat menyangkut bukan hanya kesejahteraan dalam ukuran material, tetapi juga berkenaan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan dambaan setiap orang untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.

4

Masjid Quba saat itu digunakan sebagai pusat pemberdayaan perekenomian, pusat pembelajaran, perpustakaan, tempat merundingkan strategi sebelum berperang, tempat atau benteng umat muslim dikumpulkan sewaktu akan menghadapi peperangan. dan bukan hanya masjid quba saja, masjid yang terletak di Madinah ( masjid Nabawi ) lebih memperlihatkan perannya sebagai tempat dalam masyarakat yang mutlak diperlukan dan sangat sentral sebagai tempat penampungan baitul mall


(38)

Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Secara ringkas, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga. Hal ini dipertegas oleh Zakaria (2006) dengan menjelaskan 2 elemen penting pemberdayaan yakni partisipasi dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan atau peran seseorang secara penuh dalam setiap langkah dan tindakan pengambilan keputusan. Sedangkan kemandirian adalah kemampuan untuk meningkatkan, mempertahankan, dan mengelola berbagai kegiatan, kelembagaan, potensi, dan sumberdaya lain yang dimiliki tanpa menggantungkan sepenuhnya pada pihak lain.

Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), juga menjelaskan 3 prinsip yang saling berkaitan dalam pengembangan masyarakat, yakni pemberdayaan, partisipasi, dan kemandirian. Pemberdayaan memiliki makna -memfasilitasi- komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas. Proses pemberdayaan tidak cukup hanya dengan retorika bahwa masyarakat pasti bisa melakukannya sendiri. Hal ini penting sebatas untuk memberikan motivasi tetapi tidak cukup. Partisipasi diartikan sebagai peran serta warga komunitas secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi program. Kemandirian


(39)

diartikan bahwa warga komunitas mengidentifikasi dan memanfaatkan sumberdaya untuk menciptakan proses pembangunan yang berkelanjutan dengan menggunakan potensi lokal.

Lebih lanjut, Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menegaskan tentang 4 azas pemberdayaan masyarakat, antara lain: (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan, (2) mensinergikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga, (3) membuka akses warga atas bantuan professional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga, dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.

Craig dan Mayo (1995) dikutip Nasdian (2003), mengaitkan antara pemberdayaan dan partisipasi bahwa “empowerment is road to participation”. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dikategorikan : Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang dan kontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolaknya adalah memutuskan, bertindak, kemudian merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Cohen dan Uphoff (1980) dikutip Nasdian (2003), menegaskan bahwa partisipasi melihat adanya keterlibatan masyarakat mulai tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi.


(40)

Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menyebutkan bahwa seseorang dikatakan berpartisipasi dalam suatu kegiatan jika ; Pertama, merasa bahwa kegiatan tersebut penting. Kedua, yakin bahwa tindakannya akan membawa perubahan. Ketiga, kegiatan yang dilaksanakan diakui dan memiliki nilai bagi warga. Keempat, keadaan memungkinkan serta mendukung partisipasi seseorang. Kelima, struktur dan proses dari kegiatan tidak membuat seseorang merasa diasingkan.

Partisipasi yang tercapai akan menimbulkan kemandirian (self-relience) bagi komunitas (Nasdian, 2003). Menurut Ife (1995) sebagaimana dikutip Nasdian (2003), mengartikan self-relience bahwa komunitas pada dasarnya bergantung pada sumberdaya sendiri daripada sumberdaya dari luar dirinya. Menurut Nasdian (2003), terdapat tiga kategori kemandirian: Pertama, kemandirian material, yakni kemampuan produktif guna memenuhi materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan dalam waktu kritis. Kedua, kemampuan intelektual, yakni pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus diluar kontrol dari pengetahuan tersebut. Ketiga, kemampuan manajemen, yakni kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka.

Agusta (2002), mendefinisikan pemberdayaan sebagai tindakan individu untuk menguatkan status/peranan sosialnya dengan cara mengubah struktur atau mencari peluang untuk berkembang. Pada struktur sosial yang ada, proses pemberdayaan idealnya merupakan suatu gerakan sosial atau tindakan kolektif yang memungkinkan adanya proses saling-menguatkan antar individu. Lebih


(41)

lanjut, Agusta (2002), menggariskan bahwa partisipasi individu dalam tindakan kolektif akan bermakna pemberdayaan, hanya apabila ia merupakan tindakan rasional sukarela yang bebas dari dominasi kekuasaan.

Sementara itu, ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya menurut Sumardjo, dkk (2004), antara lain: (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding dan bekerjasama secara saling menguntungkan dengan “bargaining power” yang memadai, dan (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Dari berbagai konsep yang diuraikan di atas, menurut peneliti bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya berlanjut dalam proses pembangunan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama : (1) mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya, (2) mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian, (3) menerapkan rencana tersebut, dan (4) secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya.

Sementara itu, dimensi pemberdayaan masyarakat adalah partisipasi dan kemandirian warga. Partisipasi diartikan sebagai peran serta warga komunitas secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi program. Kemandirian diartikan bahwa warga komunitas mengidentifikasi dan memanfaatkan sumberdaya untuk menciptakan proses pembangunan yang berkelanjutan dengan menggunakan potensi lokal.


(42)

2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat Berbagai faktor akan berpengaruh terhadap suatu pelaksanaan program pembangunan termasuk pemberdayaan masyarakat, baik yang berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor bisa berasal dari dalam lingkungan pelaksanaan program maupun lingkungan di luar program.

Di dalam program pemberdayaan masyarakat, meskipun program pengembangan masyarakat berpotensi memberdayakan masyarakat lapisan bawah, tetapi potensinya tidak dapat diaktualisasikan dengan baik karena masalah struktural. Selain itu, mekanisme pengawasan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi antar lembaga juga belum berjalan sebagaimana mestinya, akibatnya pemerintah lokal terjebak dalam perancangan program pengembangan masyarakat yang kaku (Nasdian, 2003).

Kendala di dalam pemberdayaan masyarakat menurut Nasdian (2003), pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural-kultural. Dimensi struktural bersumber terutama pada struktru sosial yang berlaku dalam suatu komunitas. Sedangkan dimensi kultural adalah sikap pasrah dari anggota komunitas karena terjerat dengan berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah, dan tidak dinamis untuk mengubah nasib mereka. Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlakunya hubungan-hubungan sosial dan interaksi sosial yang khas dalam suatu komunitas yang mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan yang dapat membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang.


(43)

2.1.3.4 Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses kepada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari aktivitas pembangunan yang dilakukan di lingkungannya (Nasdian, 2003).

Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Solihin (2007), Kartasasmita (1996), dan Sumodiningrat (1999) terdapat 3 macam upaya, antara lain: 1) Enabling, yakni menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun, mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, 2) Empowering, yakni memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Penguatan meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan input dan pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat semakin berdaya, dan 3) Protecting, artinya memberdayakan mengandung pula arti melindungi, yakni upaya mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.


(44)

2.1.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Kartasamita (1996), strategi atau pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan tiga hal. Pertama, pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan terarah (targetted). Program ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dirancang untuk mengatasi masalah dan sesuai kebutuhannya. Dasarnya adalah kepercayaan (trust) kepada masyarakat, maka program dilaksanakan dengan langsung mengikursertakan masyarakat. Kedua, menggunakan pendekatan kelompok. Pendekatan ini dirasa efektif, karena secara sendiri-sendiri masyarakat kurang berdaya sulit memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga perlu organisasi sebagai satu sumber power yang penting. Ketiga, adanya pendamping. Hal ini didasarkan bahwa masyarakat yang tidak berdaya memiliki keterbatasan untuk mengembangkan dirinya sehingga memerlukan pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahteraannnya. Fungsi pendamping dalam pemberdayaan adalah menyertai pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat, sebagai fasilitator, komunikator ataupun dinamisator, serta membantu mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

2.1.4 Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) adalah lembaga mandiri yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kegiatan peningkatan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Departemen Pertanian RI, 2006). LM3 berbasis keagamaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia seperti,


(45)

pesantren, yayasan, gereja, pura, vihara, seminari, paroki, pasraman, subak, dan lainnya.

Adapun tujuan dari program ini antara lain: (1) mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan para santri/anggota LM3, (2) mengembangkan LM3 menjadi lembaga ekonomi, (3) memfungsikan LM3 sebagai pusat pelatihan dan pemberdayaan masyarakat, dan (4) meningkatkan produksi, produktivitas usaha, mutu, daya saing, nilai tambah, dan pendapatan LM3 serta masyarakat sekitarnya (Pedoman Umum dan Petunjuk Pelaksanaan Teknis Program LM3, 2006).

2.1.4.1 Latar Belakang Program

Kebijaksanaan pembangunan nasional diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan produktifitas dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan terhadap beberapa lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) bertujuan agar mereka memiliki kemandirian usaha dan mampu meningkatkan kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi masyarakat, disamping pengembangan pendidikan agama yang merupakan tugas pokoknya. Dalam pembangunan ekonomi, LM3 dituntut untuk mampu memanfaatkan dan mengembangkan potensi dan sumberdaya yang ada di wilayahnya agar mereka mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Institusi tersebut juga menanamkan jiwa kewiraswastaan, kemandirian, berdikari bagi para santri/siswa dan pengelola LM3 serta masyarakat luas, sehingga berpotensi tidak hanya sebagai pelopor pembangunan masyarakat tetapi juga berpotensi untuk dapat berkembang dan atau dikembangkan sebagai pelaku ekonomi. Karena


(46)

sebagian besar LM3 berada di pedesaan, maka LM3 dinilai berpotensi dalam pengembangan pertanian (agribisnis) pedesaan.

Untuk pengembangan usaha pertanian, LM3 memiliki berbagai keunggulan antara lain (1) potensi sumberdaya manusia, (2) potensi sumberdaya alam, (3) potensi jaringan pemasaran, (4) potensi teknologi, dan (5) potensi kelembagaan. Dengan potensi/peranan tersebut, maka LM3 disamping tugas pokoknya sebagai lembaga pendidikan, juga dapat berperan sebagai agen pembaharuan dan agen pembangunan di daerah yang dapat mendukung kegiatan ekonomi desa serta perekonomian rakyat pada umumnya.

2.1.4.2Strategi Pengembangan Agribisnis Melalui LM3

Strategi pengembangan agribisnis untuk daerah LM3 dan sekitarnya adalah dengan mengembangkan kebijakan pokok sebagai berikut : (1) Pengembangan sumberdaya manusia warga LM3 dan sekitarnya, (2) Pengembangan kewirausahaan dengan penekanan ke arah pengembangan kemitraan dengan pihak lain, (3) Pengembangan usaha kecil, dengan pendekatan penerapan kelompok, dan (4) Iklim kondusif yang menyangkut pembinaan dan pelayanan yang terkoordinasi (pendampingan).

Strategi untuk mengembangkan kebijakan di atas adalah dengan melalui kegiatan pelatihan, magang, inkubator, penyuluhan dan temu usaha. Setelah kegiatan ini dilaksanakan maka diharapkan terbentuk sumberdaya manusia yang memiliki wawasan yang memiliki wawasan agribisnis yang lebih luas, yang dapat mengembangkan agribisnis untuk daerah LM3 dan sekitarnya.


(47)

2.1.4.3 Arah dan Prinsip Pengembangan

Arah pengembangan agribisnis melalui LM3 adalah pengembangan kawasan/sentra pengembangan komoditi yang ada di LM3 dan sekitarnya. Pada kawasan tersebut, LM3 bertindak sebagai inti dan penggerak bagi para petani yang ada di sekitarnya. Sentra pengembangan agribisnis dengan kelembagaan ekonomi seperti koperasi dan Balai Mandiri Terpadu (BMT) terus dikembangkan melalui pengembangan skala ekonomi produksi dan skala ekonomi pelayanan yang memadai.

Pembinaan pengembangan agribisnis melalui LM3 berdasarkan pada 4 (empat) prinsip yaitu : 1) Prinsip pengembangan unit bisnis di LM3. Fungsi unit bisnis ini dilaksanakan oleh lembaga ekonomi seperti koperasi, BMT (Balai Mandiri Terpadu) dan atau bentuk-bentuk lembaga lainnya. 2) Prinsip Kemandirian LM3. Pemerintah hanya membantu pada tahap awal yaitu dengan menyelenggarakan pelatihan dan atau magang, penyediaan agroinput dan bantuan modal serta pendamping teknis (pembina profesional), pada tahap selanjutnya LM3 harus mampu mandiri dan pemerintah hanya bertindak sebagai fasilisator. 3) Prinsip Prisma LM3 yang berpotensi dalam pengembangan agribisnis yang diklasifikasikan: (a) LM3 Maju (b) LM3 Berkembang (c) LM3 Belum Berkembang. 4) Prinsip Selektif LM3 yang dipilih untuk dibina adalah LM3 yang berpotensi (memiliki potensi lahan dan potensi kemampuan) yang bersedia dibina dan bersedia membuka diri untuk mengembangkan agribisnis di LM3 dan bersedia menjadi penggerak masyarakat setempat.


(48)

2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Usaha Agribisnis LM3 (Sebuah Studi Kasus)

Pengembangan LM3 yang telah dilaksanakan oleh Departemen Pertanian RI bertujuan untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis sekaligus upaya untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat sekitarnya, berupa gerakan moral melalui pendidikan dan ketrampilan. Kekuatan lembaga seperti pesantren, paroki, subak, gereja, dan lembaga keagamaan lainnya merupakan lembaga yang memiliki rasa dan tanggung jawab yang tinggi, mempunyai kemandirian, adaptif terhadap perubahan, memiliki jaringan kultural dan basis konstituen yang solid, penjaga moral etika bagi masyarakat serta sebagai komunitas yang ikhlas tulus rela berkorban bagi masyarakat (Suprapto, 2006).

Adapun mereka yang telah berperan dalam pengembangan LM3 berdasarkan informasi dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian RI antara lain; Yayasan Al-Ittifaq yang kerjasama dengan kaum dhuafa, kaum miskin yang tidak memiliki apa-apa. Kerjasama tersebut berawal dari tahun 1992 dengan keterlibatan para santri mencangkul di ladang, mengairi tanaman, memberi makan ternak, mengemas sayuran dan menjualnya ke pasar. Di sela aktivitas yang melelahkan, apabila tiba waktu sholat, bersegeralah para santri meninggalkan kesibukannya untuk memenuhi panggilan illahi. Sebuah gambaran penggabungan antara unsur profesionalisme kerja dengan dasar spiritual. Kewajiban terhadap Tuhan-Nya adalah yang utama. Ini menjadi tata nilai bagi para santri di Pesantren Al-Ittifaq. Bagi mereka bertani untuk ngaji, berdagang untuk ngaji, dan semua hal untuk ngaji.


(49)

Adapun tahapan kerjasama yang dilakukan oleh Pesantren Al-Ittifaq; Pertama, kerjasama yang berorientasi ke dalam, artinya membangun kerjasama dengan para santri. Tujuannya adalah agar mereka yang merasa awalnya dari golongan yatim piatu dan merasa tidak mampu menjadi merasa percaya diri dengan potensi yang dimiliki sehingga mampu bersaing dengan masyarakat lainnya. Kedua, kerjasama dengan pihak luar dengan membangun kepercayaan terhadap pihak luar, terutama mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun bersama.

Pada saat ini, Pesantren Al-Ittifaq menjadi salah satu penyalur buah dan sayur untuk pasar swalayan di Jakarta yaitu Hero, Makro dan Giant. Di Bandung, swalayan yang sudah menjadi langganan adalah Yogya, Matahari, dan Superindo. Kapasistas produksinya adalah 3,5 ton per hari, satu ton dari lahan pesantren dan sisanya dari lahan kurang lebih 400 warga sekitar pesantren. Tahun 1997 berdiri Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) yang mendorong dilaksanakannya pembinaan terhadap empat kelompok tani dengan jumlah anggota 80-90 petani setiap kelompoknya. Yayasan menjunjung tinggi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dengan didampingi seorang penyuluh yang membina 4 kelompok tani tersebut.

Selanjutnya, LM3 Al-Kautsar Al-Gontori di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sama halnya dengan Pondok Pesantren Al-Ittifaq Bandung, Pesantren Al-Gontori mendidik para santrinya dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum serta membekali dengan ketrampilan. Bedanya, para santri di pesantren tersebut lebih diasah dalam dua Bahasa Asing yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Adapun lahan yang dipakai untuk kegiatan LM3


(50)

merupakan lahan masyarakat sekitarnya sebagai tempat kegiatan ekstrakurikuler pesantren dalam bidang pertanian. Jenis tanaman yang ada antara lain : pohon mangga dan pohon melinjo yang sudah berbuah, juga dibudidayakan sayuran seperti tomat, bawang daun, seledri, kubis, wortel, cabe, terong, kol, dan ketimun. Selain itu juga dikembangkan peternakan itik, kambing, dan sapi. Untuk bidang perikanan dikembangkan ikan nila dan karper. Semua kegiatan pertanian dilakukan oleh sebanyak 250 santri dari penanaman hingga pemasaran. Pada saat ini, kerjasama dengan masyarakat sekitar juga terus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar pesantren.

2.2 Kerangka Pemikiran

Perubahan paradigma pembangunan dari model pembangunan yang bersifat top down ke arah bottom up memunculkan wacana baru yakni sebuah konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep ini telah berkembang di Eropa sejak abad ke-18 dan digunakan di negara berkembang termasuk Indonesia pada abad 20.

Departemen Pertanian RI melalui Dirjen BPSDMP dan P2HP melaksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Kelembagaan LM3 pada bidang agribisnis. Pesantren Pertanian Darul Fallah di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah salah satu penerima program berdasarkan pada hasil tahapan identifikasi dan seleksi dari BPSDMP dan P2HP. Berbekal potensi lokal berupa SDM (sumberdaya manusia), sumberdaya alam pertanian, memiliki unit usaha pengembangan agribisnis


(51)

pertanian maupun peternakan, jaringan pemasaran, teknologi, dan kelembagaan menjadikan alasan dipilihnya pesantren tersebut sebagai peserta program LM3.

Menurut Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Departemen Pertanian RI merupakan agen pemberdayaan masyarakat karena memiliki program. Target program pemberdayaan adalah pengelola usaha agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah dan masyarakat sekitar pesantren.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, di dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah, muncul berbagai masalah dan hambatan. Kemunduran pelaksanaan program, indikasi kurangnya partisipasi dalam mencapai kemandirian para pengelola dan masyarakat sekitar pesantren menjadi menarik untuk ditelusuri penyebabnya. Keberadaan masyarakat sekitar pesantren merupakan aset bagi perkembangan pembangunan di dalam pesantren dan masyarakat sekitarnya apabila dapat saling bekerjasama.

Berdasarkan pendapat Ife (1995) tersebut di atas, peneliti berusaha untuk menganalisis program pemberdayaan masyarakat pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Secara ringkas, kerangka pemikiran yang digunakan peneliti dapat dilihat pada Gambar 1.


(52)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.3 Hipotesis Pengarah

Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang hubungan antara konsep yang satu dengan yang lainnya (Agusta, 1998). Hipotesis pengarah biasanya dilakukan dalam penelitian kualitatif yang berfungsi mengarahkan pengamatan kepada fakta-fakta yang berkaitan dengan hipotesis (baik yang menunjang maupun yang menolaknya).

Ket : : Mempengaruhi : Saling berkaitan

Agen Pemberdayaan (Deptan RI):

• Modal bergulir • Pelatihan

• Pendampingan, dll

Analisis program berdasarkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Ife (1995) Æ pemberdayaan : melengkapi masyarakat dengan: • Sumberdaya, • Kesempatan, • Pengetahuan, • Ketrampilan Dimensi pemberdayaan: • Partisipasi • Kemandirian Target Pemberdayaan (Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor)Æ Pengelola LM3 dan masyarakat sekitar pesantren Program LM3 Æ berdasarkan: • Sejarah • Tujuan • Sasaran Pengaruh faktor: • Pendukung • Penghambat


(53)

Adapun hipotesis pengarah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika pengelola dan masyarakat sekitar pesantren berpartisipasi (terlibat dalam

pengambilan keputusan, pelaksanaan -memperoleh akses terhadap sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, ketrampilan- dan evaluasi program), maka masyarakat akan memiliki kemandirian. Diduga bahwa pengelola LM3 dan masyarakat belum dilibatkan secara penuh di dalam tahapan pemberdayaan masyarakat sehingga proses pemberdayaan masyarakat menjadi terhambat. 2. Jika tahap pelaksanaan program dilaksanakan sesuai dengan rencana kegiatan

yang di tetapkan, maka program akan terlaksana dengan baik dan tujuan program akan tercapai. Diduga, kemunduran dalam pelaksanaan program adanya pengaruh berbagai faktor (keterbatasan SDM dalam pengelolaan, manajemen yang lemah, kurangnya pendanaan, tidak adanya laporan evaluasi, lemahnya kontrol, kurang optimalnya pendamping, dan lain-lain).

2.4 Definisi Konseptual

Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Agribisnis merupakan rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4

(empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain.


(54)

2. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya berlanjut dalam proses pembangunan dengan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama : (1) mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya, (2) mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian, (3) menerapkan rencana tersebut, dan (4) secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya.

3. Pemberdayaan LM3 adalah upaya memfasilitasi peningkatan kemampuan/kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan usaha LM3 sehingga mampu mengembangkan usaha agribisnis secara mandiri dan berkelanjutan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat merupakan yang dapat berupa faktor pendukung maupun penghambat program pemberdayaan masyarakat baik yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). . 5. Masyarakat adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam

kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun teritorial.

6. Pesantren adalah lembaga pendidikan mandiri yang bertujuan mendidik dan menyiarkan agama Islam kepada masyarakat.

7. Masyarakat pesantren merupakan kelompok masyarakat yang terorganisasi yang memiliki kepentingan bersama untuk belajar serta menetap di lokasi belajar berupa pondok.


(55)

8. Masyarakat sekitar pesantren merupakan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren dan menyatu dalam teritorial pesantren, namun tidak masuk ke dalam struktur organisasi pesantren.

9. Program pengembangan kelembagaan LM3 merupakan program pemberdayaan masyarakat mencakup pemberdayaan pengelola LM3 dan masyarakat sekitarnya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian berbasis keagamaan seperti pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara, pura, subak, dan lainnya yang memfokuskan kegiatannya pada bidang agribisnis.

10.Lembaga Mandiri Yang Mengakar di Masyarakat (LM3)adalah lembaga yang tumbuh dan berkembang secara mandiri di masyarakat dengan kegiatan utama meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan, sosial dan keagamaan, serta peningkatan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti: pondok pesantren, seminari, paroki, gereja, pasraman, vihara dan subak.

11.Pengembangan usaha agribisnis LM3 adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah, pendapatan dan kesejahteraan pengelola LM3 serta masyarakat sekitarnya dari usaha agribisnis.

12.Pengelola LM3 adalah orang-orang yang mengelola seluruh kegiatan LM3 yang ditunjuk oleh yayasan pesantren baik yang berasal dari ahli di bidang agribisnis maupun masyarakat yang diberikan pendidikan dan pelatihan dalam bidang agribisnis.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan bukan rangkaian angka (Miles dan Huberman, 1992). Unaradjan (2000), mengistilahkan penelitian kualitatif dengan sebutan field study yaitu jenis penelitian yang berhubungan dengan peneliti yang terlibat dalam lapangan penelitiannya, maksudnya peneliti berpartisipasi selama beberapa lama dalam kehidupan sehari-hari kelompok sosial yang diteliti. Jawaban yang dicari adalah jawaban atas pertanyaan bagaimana pengalaman sosial dibentuk dan diberi makna (Sitorus, 1998). Di dalam kasus pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3, peneliti menekankan realita sosial yang terjadi pada kehidupan di sekitar wilayah Pesantren Pertanian Darul Fallah berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan LM3 pada bidang agribisnis peternakan.

Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (Faisal, 2005). Sitorus (1998), menyebutkan bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian yang bersifat multi-metode yakni memadukan metode pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Pada penelitian ini seseorang atau kelompok yang diteliti adalah individu pengelola LM3 dan masyarakat lingkar Pesantren Pertanian Darul Fallah dengan menelaah


(57)

secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif mengenai pemberdayaan masyarakat dalam program pengembangan LM3.

Studi kasus yang dipilih adalah studi kasus instrinsik untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus khusus yakni pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di pesantren. Pesantren Pertanian memiliki sesuatu yang unik dibandingkan dengan pesantren pada umumnya. Keunikannya terletak pada latar belakang pendidikan pada bidang pertanian. Pada umumnya, pesantren hanya mengedepankan pendidikan agama saja sebagai latar belakang. Pesantren pertanian menyeimbangkan aspek religi dan pendidikan pertanian sebagai dasar di dalam mengasah ilmu pengetahuan, sehingga keluaran SDM diharapkan selain fasih dalam ilmu agama, juga cakap dalam kemampuan di bidang pertanian.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan bahwa tempat tersebut merupakan salah satu tempat pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian RI. Selain itu, Darul Fallah merupakan pesantren yang berbasis pendidikan pertanian sehingga sesuai dengan bidang kajian keilmuan di IPB dan relevan dengan tujuan penelitian. Pesantren Pertanian Darul Fallah juga berjarak dekat dengan IPB sehingga memudahkan peneliti di dalam melakukan penelitian.


(58)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2008. Sebelumnya peneliti telah melakukan survei lokasi secara temporer sejak bulan Juli-Desember 2007 berkaitan dengan program magang Co-OP 2007 yang merupakan program kerjasama antara Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB dengan Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Peneliti merupakan peserta magang di UKM Mitra Tani Farm yang menjalin kerjasama dengan Pesantren Pertanian Darul Fallah yang membidangi usaha dalam agribisnis peternakan, sehingga peneliti sering berhubungan dengan kegiatan agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data kualitatif merupakan data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau perilaku manusia yang dapat diamati (Sitorus, 1998). Di dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang telah dikumpulkan yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang bersumber dari responden maupun informan, sedangkan data sekunder merupakan data berupa tulisan yang berhubungan dengan lokasi dan topik penelitian. Data sekunder yang diperoleh antara lain Laporan Tugas Kepala Desa Benteng tahun 2007, Data Monografi Desa Benteng tahun 2008, Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007, Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah, Petunjuk Pelaksanaan Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian RI, dan data-data tertulis lainnya baik yang berasal dari institusi, buku, maupun internet.


(1)

Foto 13.

Salah satu aktivitas mengemas kompos pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.

Foto 14 dan 15.

Pemberian teori kepada peserta peserta magang pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.


(2)

Foto 16.

Salah satu bentuk pelatihan kepada peserta magang pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.

Foto 17

Pengarahan yang diberikan oleh petugas dari perwakilan Departemen Pertanian kepada peserta pelatihan pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.


(3)

Tabel 1.Data Bangunan (Luas, Tahun Pembuatan, Kondisi) No Jenis Bangunan Luas

(m²)

Dibuat thn

Renov

thn Kondisi

1 Masjid 756 1970 2005 Baik

2 Kantor Pesantren &Aula 812 1970 1980 Sedang

3 Dapur umum 216 1975 2005 Baik

4 Wisma Tani 90 1975 1995 Rusak

5 Ruang kelas MA bawah 144 1975 1995 Sedang

6 Ruang kelas MA atas

410 1975 1995 Rusak

ringan

7 Ruang kelas MTs 217 1975 1995 Baik

8 Ruang kelas TK

108 1996 - Rusak

ringan

9 Gudang TC 640 1970 2005 baik

10 Kantor MA / Ruang guru 24 1998 - Baik

11 Asrama putra Al-ghifari 318 1975 - baik

12 Asrama putra Salsabila 318 1975 - Baik

13 Asrama putra Al-ghozali 234 1970 1995 baik

14 Asrama putri Annissa 318 1975 - baik

15 Asrama putri Albarkah

408 1970 1995 Rusak

ringan

16 Asrama baru 2 lantai - 2003 - baik

17 Laboratorium terpadu 186 - - Sedang

18 Rumah kaca

60 - - Rusak

ringan

19 Bengkel kayu 216 1975 1995

20 Bengkel besi 216 1975 1995 Baik

21 Rumah Bpk H.M.Tamsur 94 1975 - Baik

22 Rumah Bpk. Bunzamin 78 1975 - Baik

23 Rumah Ibu Asma Farida S 152 1975 - Baik

24 Runah Bpk. Madjid 72 1975 - Baik

25 Rumah Ibu Asmaidar 78 1975 - Baik

26 Rumah Bpk. Aan Raikhan 36 1998 - Baik


(4)

28 Rumah Ibu ... 90 1975 - Baik

29 Rumah Bpk.Sunarya 90 1975 1995 Baik

30 Rumah Bpk. Didid 270 1970 1980 Baik

31 Rumah Bpk.Kumia

- 2002 - Rusak

ringan

32 Mess. Guru Mujahidin 108 1974 - Baik

33 PT Dafa Taman 66 1980 2000 Baik

34 Asrama Karyawan 36 1976 2000 Baik

35 Peternakan

90 1976 - Rusak

ringan

36 Warung Koperasi 90 1976 - Rusak

37 Toilet Kantor 24 1975 - Sedang

38 Rumah Bpk. Ismanto 24 1975 - Sedang

39 Wisma Sadagori

240 1074 - Rusak

ringan

40 Ruang ex gedung lab. 58 - - Baik

41 Kamar mandi Al-Barkah 92 1978 - Rusak

42 Kandang Sapi I 92 1978 - baik

43 Kandang Sapi II 72 2004 - Baik

44 Kandang Domba I

45 2000 - Rusak

Ringan 45 Kandang Domba II

24 2002 - Rusak

Ringan

46 Kandang Domba

60 2000 - Rusak

Ringan

47 Pembesaran 24 2000 - Rusak

48 Kandang Etawa I 4 2003 - Baik

49 Kandang Etawa II 9 2003 - Baik

50 Kandang Ayam Baros 9 2003 - Baik

51 Bangunan Bokasi Baik


(5)

Tabel 2. Daftar Sarana dan Prasarana

No Jenis Jumlah

Ukuran (m²)

Kondisi

Baik Cukup Kuran g

1 Gedung Pertemuan 640 v

2 Gedung Sekolah 879 v

3 Lab. Bahasa 50 v

4 Lab. Komputer 50 v

5 Lab. Kultur Jaringan 280 v

6 Perpustakaan 50 v

7 Rumah Kaca 56 v

8 Sarana Olah raga 6500 v

9 Asrama 1596 v

10 Masjid 756 v

11 Perbengkelan 220 v

12 Lahan Praktek Kebun 20.000 v

13 Perikanan 5000 v

14 Ternak Sapi Perah 276 v

15 Ternak Kambing PE 180 v

16 Ternak Domba 184 v

17 Pertukangan Kayu 212 v

18 Waserda 50 v

19 Wisma Tamu 90 v

20 Ruang Kantor 750 v


(6)

Tabel 3. Data Lulusan Santri Berdasarkan Jenjang Pendidikan No Jenjang

Pendidikan

Lulusan (%)

Melanjutkan Pegawai/Karyawan Wiraswasta

1 MTs 100 0 0

2 MA 30 20 50

3 STTP 10 65 25


Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Pengembangan Kecamatan Di Kabupaten Aceh Utara...

0 33 3

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Pemberdayaan Usaha Mikro Melalui Program Migran Masyarakat Mandiri Di Desa Kutasirna Sukabumi-Jawa Barat

0 4 94

Kajian Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Dan Kambing Perah Di Pesantren Darul Fallah, Ciampea Bogor

0 6 124

Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Studi Kasus Di Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat

0 12 188

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Yoghurt (Studi Kasus pada Unit Peternakan Darul Fallah (Dafarm), Desa Benteng Ciampea, Bogor-Jawa Barat)

1 18 169

Strategi Pemasaran Susu Kambing (Studi Kasus Usaha Peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah Kota Bogor, Jawa Barat)

4 67 155

Analisis gender dalam penyelenggaraan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (kasus di desa Kemang, kecamatan Bojongpicung kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat)

0 4 198

Partisipasi masyarakat miskin terhadap penanggulangan kemiskinan dalam program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM-M) perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

0 5 120

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

0 4 94