Subsistem Pendukung Sistem Agribisnis Perikanan

sebagai fasilitator yang menghubungkan antara deficit units konsumen dan surplus units produsen. Lembaga pemasaran dan distribusi juga memegang peranan penting dalam memperkuat integrasi antarsubsistem dalam sistem agribisnis. Dengan demikian, pengembangan agribisnis yang terpadu harus juga mampu memperkuat peranan dan memberdayakan lembaga pemasaran dan distrbusi sangat diperlukan karena serangkaian aktifitasnya menjadi penentu utama besarnya marjin antara harga ditingkat produsen dan harga ditingkat konsumen. Salah satu ukuran distribusi yang efisien adalah rendahnya marjin antara harga produsen dengan harga konsumen, namun tidak berarti lembaga pemasaran dan distribusi tersebut tidak mendapat untung, tetapi lebih pada upaya pembagian yang adil dari semua nilai tambah yang tercipta dalam suatu sistem komoditas kepada setiap pelaku yang terlibat. d. Koperasi Koperasi sebagai badan ekonomi rakyat, yang lahir sebagai pengejawantahan kekuatan ekonomi anggotanya, memilki peranan yang sangat penting dalam menghimpun kekuatan ekonomi anggotanya untuk kemaslahatan bersama dengan asas kekeluargaan. Dalam hal peranannya dalam pengembangan agribisnis, dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input perikanan dan lembaga pemasaran hasil-hasil perikanan. e. Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan dibidang agribisnis hendaknya menangkap paradigma-paradigma pembelajaran dan pendidikan yang mampu melahirkan tenaga-tenaga terdidik yang professional dan spesialis dalam bidangnya. Lembaga pendidikan harus mampu mandiri dan memilki kebebasan dalam menentukan masa depannya menghadapi era persaingan global, terutama lembaga pendidikan tinggi. Pemerintah hanyalah sebagai fasilitator, bukan sebagai pengatur dan penentu mekanisme sistem pendidikan. Dengan demikian, diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu menata diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan main yang berbelit-belit. f. Lembaga Penyuluh Perikanan Peranan penyuluh perikanan untuk memperkenalkan berbagai program peningkatan produksi yang dicanangkan pemerintah dan membimbing dalam pelaksanaannya, diharapkan peranannya pada masa akan datang bukan lagi menjadi penyuluh penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan perikanan. g. Lembaga Riset Peranan lembaga riset bagi pengembangan agribisnis perlu digerakkan dalam upaya meraih keunggulan bersaing bagi produk- produk agribisnis dalam memasuki era pasar bebas. Semua lembaga riset yang terkait dengan pengembangan agribisnis harus menjadi ujung tombak bagi keberhasilan agribisnis yang memilki keunggulan mutu produk dan pengembangan diferensisasi dengan produk sejenis yang diproduksi negaradaerah lain. h. Lembaga Penjamin dan Penanggung Risiko Risiko di bidang agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat diatasi dengan teknologi dan manajemen yang handal. Namun demikian, dibutuhkan lembaga penjamin risiko yang mampu menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran para pelaku bisinis untuk masuk di bidang agribisnis. Asuransi perikanan, sebagai salah satu lembaga penjamin risiko agribisnis, sangat tepat untuk dikembangkan sejalan dengan upaya aplikasi teknologi agribisnis yang semakin meningkat. Selain itu, instrument hedging dalam bursa komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan berbagai risiko dalam agribisnis dan industri pengolahannya. Konsep di atas membantu untuk memahami sistem agribisnis perikanan, terutama keberadaan kelembagaan pendukung untuk menciptkan agribisnis perikanan yang tangguh dan kompetitif. Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat menentukan dalam upaya menjamin terciptanya integrasi agribisnis perikanan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Cianjur.

B. Ikan Balita

1. Sejarah Ikan Balita

Ikan balita menjadi populer untuk menyebut ikan yang masih berukuran kecil, khusunya yang digoreng dan menjadi menu favorit rumah-rumah makan di pingir jalan sampai restoran-restoran tertentu, bahkan restoran khusus di hotel berbintang. Menu tersebut populer dengan nama ikan balita goreng. Istilah ikan balita mulai terkenal pada akhir tahun 1990-an di daerah Bogor dan sekitarnya, yang digunakan untuk menyebut menu ikan mas goreng berukuran kecil. Fenomena yang terjadi juga terdapat di sepanjang jalur Cianjur-Sukabumi-Bandung pada saat yang tidak terlampau jauh. Akhir ini, istilah ikan balita goreng juga populer di daerah Purawakarta-Subang-Bandung, bahkan juga di beberapa daerah lain di kawasan kawasan Parahyangan Jawa Barat serta Jakarta. Sebuah restoran Sunda yang berlokasi di Bogor menyatakan sebagai pelopor menu ikan mas balita goreng tersebut Amri Khairuman, 2007. Sumber lain menyebutkan, sejarah ikan balita berawal dari adanya menu ikan beunteur Puntius binotatus-sejenis ikan tawes yang dalam bahasa Jawa disebut iwak wader -goreng garing, yang rasanya gurih dan renyah Warta Pasar Ikan, 2007. Menu ikan balita goreng memilki penggemar yang cukup banyak, baik konsumen lokal bahkan disukai orang asing. Oleh karena itu, selain disebut ikan balita goreng dalam bahasa Inggris menu ini dinamakan fried baby fish Amri Khairuman, 2007.

2. Kriteria Ikan Balita

Jika ditelusuri lebih lanjut, istilah ikan balita dalam pandangan awam identik dengan istilah balita yang umum, yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut anak kecil yang berusia di bawah lima tahun. Sehingga istilah ini pun akhirnya digunakan untuk menyebut ikan-ikan yang masih berukuran kecil. Tetapi dikalangan praktisi perikanan, istilah ikan balita ternyata tidak hanya untuk sekedar menggambarkan bahwa ikan tersebut masih berukuran kecil, lebih spesifik lagi menyangkut dimensi atau ukuran panjang tubuh. Istilah balita ini diambil dari akronim di bawah lima-tiga sentimeter atau kalau dinotasikan secara singkat: ikan yang berukuran dibawah 3-5 cm. Namun, dalam kenyataannya menu ikan balita goreng juga banyak yang menggunakan ikan dengan ukuran lebih besar, yaitu 5-8 cm Amri Khairuman, 2007. Munculnya istilah ikan balita dipicu oleh munculnya ikan balita goreng. Sebab, dalam kegiatan pembenihan dan pendederan khususnya ikan mas sudah ada istilah tersendiri umumnya berasal dari bahasa lokal yang populer dan digunakan secara umum. Di Jawa Barat misalnya, kelompok benih ikan yang dipelihara memilki istilah: larva, kebul, burayak , putihan, ngaramo, dan ngaramo lepas. Larva adalah benih ikan yang baru menetas; kebul merupakan larva stadium akhir yang panjang tubuhnya 0,6-1 cm; burayak adalah benih berukuran 1-3 cm; putihan panjang tubuhnya 3-5 cm; ngaramo ukuran tubuhnya 5-8 cm; dan ngaramo lepas panjang tubuhnya berkisar 8-12 cm. Adakalanya pengelompokan benih berdasarkan ukuran seperti ini juga diadopsi untuk pengelompokan ikan jenis lainnya. Menurut SNI Standar Nasional Indonesia Perbenihan Ikan Mas 1999, pengelompokkan ini dipersempit menjadi 5 kelompok saja yaitu: larva , kebul, putihan, belo dan sangkal dengan spesifikasi seperti tertera pada Tabel 2. Menurut Tabel 2, memberikan keterangan lebih jelas bahwa yang termasuk ikan balita untuk bahan baku balita goreng adalah benih ikan dalam hal ini ikan mas lepas larva yakni stadium putihan, belo dan sangkal berukuran 3-5 cm dan 5-8 cm. Adapun benihburayak ikan stadium kebul 1-3 cm tidak lazim dijadikan menu balita goreng karena dianggap masih terlalu kecil. Tabel 2. Kriteria Benih Ikan Mas untuk Pendederan No. Kriteria Larva Kebul Putihan Belo Sangkal 1. Umur maksimal hari 4 20 40 70 90 2. Panjang total minimal cm 0,6 1 3 5 8 3. Bobot minimal gram 0,2 3 6 10 Sumber: BSN, 1999

3. Jenis Ikan Balita yang Populer