maka semakin tinggi tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program terutama dalam penerapan praktek bertani organik. Hal tersebut juga yang
menyebabkan usaha dalam bidang pertanian responden hanya skala subsisten, yaitu sebatas konsumsi rumah tangga petani. Petani yang memiliki luas lahan yang
tergolong rendah mayoritas melihat pertanian dalam jumlah produktivitas dari hasil pertanian, dan memiliki kekhawatiran “gagal panen”, sehingga membuat mereka
tidak menerapkan kembali praktek bertani organik dalam aktivitas usaha taninya. Adapun petani yang memiliki luas lahan pertanian yang tergolong tinggi mayoritas
memandang bahwa kegiatan pertanian organik sebagai usaha ekonomi produktif yang bernilai tinggi sehingga dengan mencoba menerapkan praktek bertani organik
memiliki pengharapan peningkatan produksi, selain itu aspek kesehatan menjadi orientasi petani yang memiliki luas lahan pertanian yang tinggi.
8.2.3 Hubungan Partisipasi dengan Tingkat Pengalaman Bertani
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. 1-tailed hitung sebesar 0,006 0,05 dalam pengertian tingkat pengalaman
bertani, H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, karakteristik tingkat pengalaman bertani mempengaruhi tingkat partisipasi responden terhadap pelaksanaan program.
Tabel 22. Hubungan Tingkat Pengalaman Bertani dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program
Pengalaman Bertani
Tingkat partisipasi Total
Rendah Sedang
Tinggi Rendah
78.6 21.40
0.00 100
Sedang 37.5
43.75 18.75
100 Tinggi
40.0 20.00
40.00 100
Ket: =0,006 rs = 0,397
Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa tingkat pengalaman bertani mempengaruhi tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program.
Responden yang memiliki pengalaman bertani yang rendah, tingkat partisipasi dalam pelaksanaan program sebanyak 78,6 persen, sedangkan untuk tingkat
partisipasi yang tinggi untuk pengalaman yang rendah adalah nol persen. Hal ini terjadi karena responden yang memiliki pengalaman bertani yang rendah terbiasa
melakukan praktek bertani secara konvensional yang menurut mereka sangat
mudah dan efisien untuk meningkatkan produksi, ketika mereka memperoleh penurunan hasil setelah mencoba praktek bertani organik, mereka cenderung
kembali ke praktek bertani konvensional. Berbeda dengan petani yang memiliki tingkat pengalaman bertani yang tinggi, mereka secara pengalaman dan
pengetahuan lokalnya dapat menganalisa merosotnya produktivitas pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan, sehingga mereka
cenderung menilai positif dan menerima cara bertani organik.
8.2.4 Hubungan Partisipasi dengan Tingkat Keterdedahan Informasi Penyuluhan Pertanian.
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. 1-tailed hitung sebesar 0,07 0,05 dalam pengertian tingkat keterdedahan
informasi penyuluhan pertanian, H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi, karakteristik tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan pertanian tidak mempengaruhi tingkat
partisipasi responden terhadap pelaksanaan program. Tabel 23. Hubungan Jangkauan Informasi Pertanian dengan Tingkat Partisipasi
Responden dalam Pelaksanaan Program Jangkauan Informasi
Pertanian Tingkat Partisipasi
Total Rendah
Sedang Tinggi
Rendah 41.70
50.00 8.30
12 Sedang
91.70 8.30
0.00 12
Tinggi 31.25
31.25 37.50
16 Ket: =0,07
rs = 0,237 Berdasarkan Tabel 23 tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki
jangkauan informasi rendah memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah sebanyak 41.7 dan yang tergolong partisipasi sedang sebanyak 50, sedangkan
responden yang memilki jangkauan informasi penyuluhan pertanian tinggi memiliki tingkat partisipasi yang tergolong tinggi yaitu sebesar 37,5 meskipun tidak terlalu
besar perbedaanya dengan responden yang partisipasinya rendah. Hal ini berdasarkan keterangan dari beberapa responden yang menyatakan bahwa, mereka
yang mencoba bertani organik cenderung karena melihat petani lainnya dimana pada saat itu banyak petani yang menerapkan praktek bertani organik. Dengan kata
lain, mayoritas petani yang pernah menerapkan praktek bertani organik hanya ikut-
ikutan mencoba praktek bertani organik, sehingga setelah mengalami penurunan hasil, mereka cenderung kembali menerapkan praktek bertani konvensional.
Meskipun sikap mereka terhadap praktek bertani organik cenderung positif, perasaan “takut akan resiko gagal panen” cenderung membawa mereka kembali
menerapkan praktek bertani konvensional. Adapun petani yang masih tetap menerapkan praktek bertani organik
meskipun informasi penyuluhan pertanian organik tersebut tersebut didapatkan secara “getok tular” antar petani adalah mayoritas petani yang memiliki luas lahan
ataupun luas garapan yang tinggi selain itu mereka yang telah memiliki pengalaman bertani yang tergolong tinggi. Hal ini karena mereka dapat menganalisis masalah
berdasarkan pengalaman bertaninya dan terdapatnya kesempatan untuk mereka dapat mengembangkan usaha dibidang pertanian.
Berdasarkan pernyataan tersebut, perbedaan tingkat penerimaan inovasi atau program yang menyebabkan tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan
pertanian tidak mempengaruhi partisipasi petani dalam pelaksanaan pemberdayaan, meskipun demikian, proses pemberdayaan diakatan masih terus berlangsung. Hal
ini terlihat dari adanya mereka yang merupakan inovator atau early adopter masih konsisten menerapkan praktek bertani organik, dan sebagian besar dari mereka
adalah early mayority dan late mayority kembali menerapkan praktek bertani konvensional setelah mencoba praktek bertani organik mengalami penurunan
produktivitas hasil bertani.
BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN