Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Proses Pemberdayaan

organik yaitu sebesar 20 persen. Hal ini berdasarkan fakta bahwa responden yang aktif mengikuti kegiatan adalah mereka yang termasuk anggota pengurus kelompok tani, namun sebagian besar petani dapat mempraktekan kegiatan bertani organik dengan melihat dan mengikuti cara bertani organik dari ketua kelompok atau anggota pengurus kelompok tani lainnya. Selain itu, mereka juga sering mempraktekan cara bertani organik berdasarkan pengetahuan lokalnya yang diturunkan dari para orang tuanya dimana hal tersebut merupakan salah satu prinsip bertani organik contohnya “pemanfaatan jerami sebagai pupuk”, dan “pemanfaatan bangkai sebagai pengusir hama penyakit”. Tabel 16 Tingkat Partisipasi Responden dalam Aplikasi Penerapan Program Pertanian Organik Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan Aplikasi Penerapan Program Jumlah N Rendah 18 45.0 Sedang 19 22.5 Tinggi 13 32.5 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa mayoritas responden tidak mengaplikasikan praktek bertani organik dalam aktivitas pertaniannya yaitu sebesar 45 persen, sedangkan responden yang mengaplikasikan praktek bertani organik dalam aktivitas bertaninya sebanyak 32,5 persen. Hal ini karena, sebagian besar responden yang tidak mengaplikasikan praktek bertani organik adalah karena khawatir akan resiko penurunan jumlah produksi di awal pelaksaan praktek bertani organik, seperti yang diungkap oleh Bpk Shd L, 50 Tahun: “…di awal praktek bertani organik, jumlah hasil panen mengalami penurunan yang besar sekali, biasanya setiap panen dari satu hektar dapat menghasilkan 10 sampai 12 ton, tapi setelah mencoba praktek bertani organik yaitu dengan tidak lagi menggunakan pupuk kimia, mengalami penurunan hasil menjadi sekitar 4 sampai 5 ton padi.” Tabel 17. Tingkat Partisipasi Responden dalam Evaluasi Pelaksanaan Program Pertanian Organik Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan Evaluasi Pelaksanaan Program Jumlah N Rendah 30 80 Sedang 0 Tinggi 8 20 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak pernah hadir dalam kegiatan evaluasi pelaksanaan program yaitu sebanyak 80 persen, sedangkan 20 persen responden mengikuti kegiatan evaluasi program bersama penyuluh setempat. Hal tersebut karena responden mayoritas tidak mengetahui adanya program dan evaluasi program, dan responden yang aktif dalam kegiatan pelaksanaan program dalam hal ini kegiatan evaluasi program bersama penyuluh hanya mereka yang aktif dalam kelompok tani atau disebut sebagai anggota dan pengurus kelompok tani. Tabel 18. Tingkat Partisipasi Petani berupa Dukungan dalam Pelaksanaan Program Tingkat Partisipasi Berupa Dukungan Terhadap Pelaksanaan Program Jumlah N Rendah 34 85 Sedang 0 Tinggi 6 15 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 18 tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas responden tidak memberikan dukungan baik berupa tenaga, dana, ataupun pemikiran dalam pelaksanaan program yaitu sebanyak 85 persen. Hanya 15 persen responden yang memberikan dukungan baik berupa dana atau tenaga ataupun pemikiran, dan mereka itu sebagian besar adalah para pengurus kelompok tani golongan ini yang disebut sebagai golongan inovator atau early adopter. Partisipasi aktif responden diukur berdasarkan seberapa sering responden mengikuti kegiatan, dan seberapa aktif responden dalam mendukung pelaksanaan program baik berupa pemberian sanggahan,tanggapan, ataupun pertanyaan dalam kegiatan penyuluhan atau pertemuan kelompok tani. Hal ini, seperti yang dikatakan oleh Apriyanto 2008 bahwa partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara aktif dalam mengikuti kegiatan. Adapun yang menjadi indikator partisipasi masyarakat terhadap suatu kegiatan menurut Apriyanto 2008 meliputi sikap dan peranannya dalam tahapan partisipasi yaitu berupa pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, penikmat hasil, dan evaluasi kegiatan. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal warganya ataupun dari pelaksanaan program itu sendiri. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, persentase tingkat partisipasi aktif responden terhadap pelaksanaan program baik dalam aktivitas penyadaran, pelatihan, hingga aplikasi dan dukungan program masih tergolong rendah. Hal tersebut diketahui selain dari pengakuan responden sendiri juga dapat dilihat pada daftar hadir kegiatan dari seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan penerapan program pertanian organik yang dilaksanakan oleh Institusi dalam hal ini oleh BP3K UPTD Dramaga Bogor melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Gambar 7. Persentase Bentuk Partisipasi Aktif Responden dalam Pelaksanaan Program Penerapan Sistem Pertanian Organik Keterangan: Sb x : Kategori Tingkat Partisipasi Sb y : Jumlah Persentase Rata-rata Partisipasi Responden dalam Tahapam Pemberdayaan Kehadiran dan dukungan program dalam kegiatan penyadaran hingga penerapan program Kategori rendahnya partisipasi responden ini, diketahui berdasarkan konsep jenjang partisipasi Arnstein 1965 yang dikutip oleh Indriana 2010 dimana sebagian besar partisipasi bersifat tokenisme, yang berada pada tahap placation, yang artinya mereka sebagian besar tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program, mereka sebagian besar hanya diberi informasi yang kemudian diberikan pendampingan dalam pelaksanaan program. Meskipun telah terbentuk suatu komunikasi dua arah antara institusi dengan anggota komunitas, namun partisipasi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh insentif, dimana petani yang sering mengikuti kegiatan akan mendapat bantuan pupuk dan bantuan usaha tani lainnya, sedangkan bagi mereka yang jarang hadir pertemuan tidak akan diberi bantuan tersebut. Dengan demikian, petani masih belum memiliki kekuasaan untuk berpartisipasi sesuai dengan kebutuhan dirinya. Hal ini, yang kerapkali menjadi penyebab responden tidak konsisten menerapkan pertanian organik. Namun, berdasarkan ukuran partisipasi jenis kuantitatif Ife 2008, yang mempengaruhi sikap dan perilaku petani dalam pelaksanaan program pertanian organik adalah bahwa proporsi bagian dari kehadiran petani dalam pelaksanaan kegiatan dimana dari kegiatan sosialisasi program hingga penerapan program, proporsi dan jumlah kehadiran responden tergolong rendah. Adapun jumlah pertemuan tergolong tinggi karena telah dilaksanakan sesuai rencana kegiatan penyuluhan. Hampir sebagian besar responden kurang berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program tersebut. Meskipun demikian, jumlah orang yang terpengaruh oleh program pertanian organik dapat dikatakan cukup besar meliputi hampir semua anggota kelompok tani, mereka juga adalah orang-orang yang memiliki peranan yang tinggi dalam masyarakat baik sebagai tokoh masyarakat maupun sebagai anggota pemerintahan di desa. Orang-orang inilah yang kerapkali mengorganisasi aksi untuk petani dalam pertemuan-pertemuan kelompok tani kecil secara mandiri baik berupa pengajuan bantuan ataupun praktek bertani organik secara kelompok untuk perkembangan pertanian di daerahnya. Hal ini pulalah yang menjadikan sistem informasi penyuluhan pertanian seringkali disampaikan secara “getok tular”. Dapat dikatakan bahwa mereka yang terpengaruh program adalah mereka yang termasuk inovator atau early adopter.

7.3 Tingkat Kesiapan Institusi dalam Pelaksanaan Proses Pemberdayaan

Tingkat Kesiapan Intitusi adalah ukuran dikatakan siap atau tidaknya institusi sebagai pelaksana dan penyelenggara kegiatan pemberdayaan dalam mencapai keberhasilan program. Ukuran kesiapan tersebut diukur berdasarkan indikator kualitatif ketepatan instrumen pemberdayaan yang digunakan, dan pelaksanaan praktek dilapangan oleh institusi, dan indikator kuantitatif berdasarkan ukuran pengetahuan dan penerimaan petani terhadap program. Berdasarkan temuan diarea penelitian, pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh institusi dalam hal ini institusi penyuluhan pertanian berjalan sesuai target pelaksanaan program, artinya kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian RKPP. Adapun pengetahuan responden tentang program berdasarkan hasil kegiatan penyuluhan pertanian tergolong tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan program pertanian organik tergolong tinggi.

BAB X PENUTUP

10. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, sikap petani terhadap sistem pertanian organik cenderung sangat positif. Sebagian besar dari mereka mengetahui bagaimana praktek bertani organik dan besarnya manfaat bertani organik dibanding bertani konvensional. Mereka pun memiliki keinginan menerapkan cara bertani organik tersebut. Hal tersebut menjadi sebuah ukuran penerimaan petani tentang praktek bertani organik. Proses penerimaan petani dalam penerapan sistem pertanian organik dimulai dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh institusi dalam hal ini penyuluh pertanian, yang kemudian isu pertanian organik ini mempengaruhi sejumlah orang yang memiliki peranan dalam masyarakat, dimana kemudian mereka pulalah yang menyampaikan informasi tentang isu pertanian organik tersebut, mereka inilah yang berperan sebagai inovator atau early adopter dalam masyarakat. Analisis hubungan pengaruh antara karakteristik internal individu petani dengan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan program penerapan pertanian organik. Umur tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan program. Hal ini karena mayoritas petani dari semua golongan umur memiliki orientasi yang sama dalam pemanfaatan waktu dimana mereka jarang berkesempatan mengikuti kegiatan penyuluhan karena disibukan dengan aktifitas pencarian nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Adapun untuk tingkat pengalaman bertani dan tingkat kepemilikan lahan bertani memiliki hubungan pengaruh dengan tingkat partisipasi. Petani yang memiliki lahan bertani yang luas memiliki kesempatan untuk mengembangkan kegiatan bertani sesuai keinginan mereka, dan mereka cenderung tidak menjadikan lahan bertani tersebut sebagai kegiatan ekonomi subsisten. Adapun bagi petani yang memiliki pengalaman bertani yang tinggi cenderung memiliki perhatian yang tinggi terhadap kesuburan tanah dan kesehatan. Adapun, anlisis tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan pertanian berdasarkan anlisis statistik tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Hal ini karena adanya perbedaan tingkat penerimaan inovasi