Hubungan Pemberdayaan dan Partisipasi Partisipasi dalam Penyuluhan Pertanian

proyek, masyarakat dan organisasi lainnya, dan hal tersebut mulai mempengaruhi kebijakan. Partisipasi dapat dikatakan sebagai suatu langkah memberdayakan masyarakat, dimana dalam pelaksanaan programnya menjadikan masyarakat sebagai aktor utama. Pelaksanaan partisipasi ini perlu menyentuh ranah kebutuhan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar pentingnya program pembangunan tersebut tidak hanya dapat menyentuh aspek kognitif masyarakat saja tetapi juga aspek rasa, kemampuan, dan kesempatan masyarakat, sehingga program pembangunan tersebut dapat menggugah masyarakat untuk bersikap mendukung, mau dan mampu melaksanakan serangkaian program pembangunan tersebut. Disamping itu, untuk menjadikan masyarakat mau dan mampu berpartisipasi dalam program pembangunan, sangat perlu kiranya mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakanginya diantaranya adalah faktor eksternal dan internal dari masyarakatnya baik dari karakteristik masyarakatnya juga karakteristik institusi yang menginisiasi program.

2.1.5 Hubungan Pemberdayaan dan Partisipasi

Pemberdayaan dan partisipasi petani merupakan aspek penting dalam program pembangunan pertanian. Kedua konsep ini saling mendukung, dimana pemberdayaan petani merupakan target yang hendak dicapai dalam program pembangunan pertanian, sedangkan partisipasi sebagai alat untuk pencapaian tujuan pembangunan tersebut. Salah satu prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial Suharto 2005 adalah masyarakat harus berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau program pemberdayaan. Suharto 2005 juga menyebutkan bahwa masyarakat harus dapat berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri. Dengan demikian, dalam penelitian ini, aspek ukuran keberhasilan pemberdayaan petani dalam penerapan sistem pertanian organik ini adalah dilihat dari partisipasi komunitasnya dalam pelaksanaan dan penerapan program pertanian organik. Namun demikian, perwujudan partisipasi masyarakat membutuhkan kesadaran dan pemahaman dari berbagai pihak dalam merencanakan dan melaksanakan suatu program yang harus lahir dan tumbuh dari masyarakat. Tingkat kesadaran menjadi sebuah kunci dalam keberhasilan pemberdayaan, karena pengetahuan dapat meningkatkan mobilisasi tindakan bagi perubahan Suharto,2005.

2.1.6 Partisipasi dalam Penyuluhan Pertanian

Partisipasi dalam menerapkan sutau program pemberdayaan petani pada kerangka penyuluhan pertanian sering diistilahkan sebagai bentuk adopsi, dimana suatu komunitas atau seseorang dapat menerima suatu ide-ide baru sampai memutuskan menerima atau menolak ide-ide tersebut Setiana, 2005. Tahapan proses seseorang dapat berpartisipasi dalam suatu program pemberdayaan tidak jauh berbeda dengan tahapan dalam proses adopsi inovasi. Wiriaatmaja 1971 yang dikutip oleh Setiana 2005 menyebutkan tahapan proses adopsi adalah sebagai berikut: 1 tahap sadar, dimana seseorang sudah mengetahui sesuatu yag baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain, 2 tahap minat, tahap dimana seseorang mulai memiliki keinginan mengetahui lebih banyak tentang isu tersebut, 3 tahap menilai, dimana seseorang mulai menilai atau menimbang- nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan dirinya, 4 tahap mencoba, dimana seorang mulai menerapkan aau mencoba dalam skala lebih kecil sebagai upaya untuk meyakinkan apakah dapat dilanjutkan, 5 tahap penerapan atau disebut adopsi, pada tahap ini seseorang sudah yakin akan isu atau hal baru tersebut dan mulai konsisten menerapkan. Dalam kerangka ilmu penyuluhan pertanian, Kartasapoetra 1987 menyebutkan bahwa perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental petani itu sendiri. Van den Ban dan Hawkins 2005 menyebutkan bahwa tujuan perilaku selain dipengaruhi oleh sikap, juga dipengaruhi oleh harapan lingkungan sosialnya, norma-norma subjektif, dan penilaian perilaku sendiri. Sikap itu sendiri menurut Van den Ban dan Hawkins 2005 adalah perasaaan, pikiran, kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Selanjutnya, Van den Ban dan Hawkins 2005 juga menyebutkan komponen sikap itu sendiri adalah pengetahuan, perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak atau kecondongan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki konsekuensi. Pemahaman masyarakat terhadap suatu program merupakan bentuk pandangan yang dapat membentuk sebuah penilaian dan dapat mengarahkan pada sebuah tindakan untuk kebaikan dirinya. Adapun tingkat penilaian petani merupakan ukuran baik dan tidak baiknya atau positif dan negatifnya suatu program yang dapat membentuk sikap penerimaan atau penolakan terhadap suatu program, seperti yang diungkap oleh Baron dan Byrne 2003 yang dikutip oleh Lokita 2011 ketika individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, maka mereka seringkali bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut. Penilaian yang positif terhadap suatu program akan mendorong responden untuk terlibat dalam rangkaian kegiatan program pertanian organik. Dapat diambil kesimpulan mengenai makna tersebut bahwa pengetahuan dan kesadaran tentang suatu isu tertentu merupakan suatu bentuk penilaian yang menentukan sikap seseorang negatif atau positif terhadap isu ataupun program tertentu dan hal ini turut mempengaruhi perilaku seseorang untuk menolak atau menerima isu atau program tersebut. Hal demikian serupa dengan tahap partisipasi, dimana seseorang yang secara sadar akan adanya suatu ide baru atau suatu program, yang kemudian mencari informasi tambahan seputar program yang menunjukkan minat terhadap program dan kemudian menilai, lalu mencoba menerapkan dan secara konsisten menerapkan program merupakan suatu bentuk proses pemberdayaan, dimana dalam penelitian ini dijadikan sebagai proses dan ukuran keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan sistem pertanian organik. Perubahan perilaku dalam penyuluhan pertanian umumnya berjalan lambat, karena tidak setiap orang mengadopsi inovasi atau isu tertentu pada tingkat yang sama. Setiana 2005 menyebutkan bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh faktor sifat inovasi, sifat sasaran, faktor individu atau pribadi, luas usaha tani, tingkat pendapatan, keberanian mengambil resiko, umur, tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi luar, dan berbagai sumber informasi yang dapat di manfaatkan. Sifat sasaran atau pengadopsi Rogers 1983 yang dikutip oleh Van den Ban dan Hawkins 2005 dibedakan menjadi kategori, yaitu inovator kelompok perintis, early adopter kelompok pelopor atau penerap lebih dini, early mayority penerap inovasi awal, late mayority penerap inovasi lambat, dan laggard penolak inovasi. Selanjutnya Rogers 1983 dalam Van den Ban dan Hawkins 2005 juga mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi tersebut diantaranya adalah pendidikan, keterampilan baca tulis, status sosial ekonomi yang tinggi, unit ukuran yang lebih besar, orientasi ekonomi komersial, sikap tentang kredit, sikap tentang perubahan dan pendidikan, partisipasi sosial, intelegensi, kosmopolitan keterbukaan, kontak dengan agen perubahan. Kaitan kecepatan adopsi dengan keberhasilan program pemberdayaan dalam penerapan sistem pertanian organik disini, dilihat dari tingkat penerapan petani dalam pelaksanaan program pertanian organik, artinya proses pemberdayaan masih berlangsung dengan adanya perbedaan tingkat penerapan program dari masing- masing individu petani.

2.17 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Komunitas dalam Penerapan Sistem Pertanian Organik

Suatu proses pembangunan, memerlukan upaya pemberdayaan dan partisipasi komunitas. Pembangunan pertanian pun dapat berkelanjutan jika didukung oleh faktor keberlanjutan kelembagaan dalam masyarakat. Indriana 2010 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan dalam sistem pertanian organik adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal sangat mempengaruhi tata kelola baik dalam sistem pemerintahan, jejaring kerjasama dan sarana umum, sedangkan faktor internal seperti kepemimpinan, dan adanya aturan tertulis dan tidak tertulis, serta proses pendirian kelembagaan dan partisipasi komunitas. Partisipasi menurut Mubyarto 1985 yang dikutip oleh makmur 2007, adalah suatu kesadaran masyarakat untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Adapun dalam hubungannya dengan pembangunan, partisipasi harus memiliki tiga syarat yaitu: adanya kesempatan, kemauan, dan dan kemampuan masyarakatnya untuk berpartisipasi. Apriyanto 2008 menyebutkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal warganya ataupun dari pelaksanaan programnya. Faktor dari internal warganya seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, beban keluarga, pengalaman berkelompok, dan lama tinggal. Sedangkan dari pelaksanaan programnya seperti metode kegiatannya,