memiliki konsekuensi. Pemahaman masyarakat terhadap suatu program merupakan bentuk pandangan yang dapat membentuk sebuah penilaian dan dapat mengarahkan
pada sebuah tindakan untuk kebaikan dirinya. Adapun tingkat penilaian petani merupakan ukuran baik dan tidak baiknya atau positif dan negatifnya suatu
program yang dapat membentuk sikap penerimaan atau penolakan terhadap suatu program, seperti yang diungkap oleh Baron dan Byrne 2003 yang dikutip oleh
Lokita 2011 ketika individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, maka mereka seringkali bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut.
Penilaian yang positif terhadap suatu program akan mendorong responden untuk terlibat dalam rangkaian kegiatan program pertanian organik. Dapat diambil
kesimpulan mengenai makna tersebut bahwa pengetahuan dan kesadaran tentang suatu isu tertentu merupakan suatu bentuk penilaian yang menentukan sikap
seseorang negatif atau positif terhadap isu ataupun program tertentu dan hal ini turut mempengaruhi perilaku seseorang untuk menolak atau menerima isu atau
program tersebut. Hal demikian serupa dengan tahap partisipasi, dimana seseorang yang secara
sadar akan adanya suatu ide baru atau suatu program, yang kemudian mencari informasi tambahan seputar program yang menunjukkan minat terhadap program
dan kemudian menilai, lalu mencoba menerapkan dan secara konsisten menerapkan program merupakan suatu bentuk proses pemberdayaan, dimana dalam penelitian
ini dijadikan sebagai proses dan ukuran keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan sistem pertanian organik.
Perubahan perilaku dalam penyuluhan pertanian umumnya berjalan lambat, karena tidak setiap orang mengadopsi inovasi atau isu tertentu pada tingkat yang
sama. Setiana 2005 menyebutkan bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh faktor sifat inovasi, sifat sasaran, faktor individu atau pribadi, luas usaha tani, tingkat
pendapatan, keberanian mengambil resiko, umur, tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi luar, dan berbagai sumber informasi yang dapat di
manfaatkan. Sifat sasaran atau pengadopsi Rogers 1983 yang dikutip oleh Van den Ban dan Hawkins 2005 dibedakan menjadi kategori, yaitu inovator
kelompok perintis, early adopter kelompok pelopor atau penerap lebih dini, early mayority
penerap inovasi awal, late mayority penerap inovasi lambat, dan
laggard penolak inovasi. Selanjutnya Rogers 1983 dalam Van den Ban dan
Hawkins 2005 juga mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi tersebut diantaranya adalah pendidikan, keterampilan baca tulis,
status sosial ekonomi yang tinggi, unit ukuran yang lebih besar, orientasi ekonomi komersial, sikap tentang kredit, sikap tentang perubahan dan pendidikan, partisipasi
sosial, intelegensi, kosmopolitan keterbukaan, kontak dengan agen perubahan. Kaitan kecepatan adopsi dengan keberhasilan program pemberdayaan dalam
penerapan sistem pertanian organik disini, dilihat dari tingkat penerapan petani dalam pelaksanaan program pertanian organik, artinya proses pemberdayaan masih
berlangsung dengan adanya perbedaan tingkat penerapan program dari masing- masing individu petani.
2.17 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Komunitas dalam Penerapan Sistem Pertanian Organik
Suatu proses pembangunan, memerlukan upaya pemberdayaan dan partisipasi komunitas. Pembangunan pertanian pun dapat berkelanjutan jika
didukung oleh faktor keberlanjutan kelembagaan dalam masyarakat. Indriana 2010 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan
dalam sistem pertanian organik adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal sangat mempengaruhi tata kelola baik dalam sistem pemerintahan,
jejaring kerjasama dan sarana umum, sedangkan faktor internal seperti kepemimpinan, dan adanya aturan tertulis dan tidak tertulis, serta proses pendirian
kelembagaan dan partisipasi komunitas. Partisipasi menurut Mubyarto 1985 yang dikutip oleh makmur 2007,
adalah suatu kesadaran masyarakat untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri.
Adapun dalam hubungannya dengan pembangunan, partisipasi harus memiliki tiga syarat yaitu: adanya kesempatan, kemauan, dan dan kemampuan masyarakatnya
untuk berpartisipasi. Apriyanto 2008 menyebutkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal warganya ataupun
dari pelaksanaan programnya. Faktor dari internal warganya seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, beban keluarga, pengalaman berkelompok, dan
lama tinggal. Sedangkan dari pelaksanaan programnya seperti metode kegiatannya,
dan pelayanan kegiatan programnya. Selain faktor eksternal dan internal tersebut, pemberdayaan dan partisipasi sangat ditentukan oleh keberlanjutan kelembagaan
ekonomi yang terbentuk dalam masyarakat, dimana hal tersebut sangat didukung oleh pola kemitraan antara masyarakat dengan pihak swasta dan masyarakat dengan
good governance. Pada umumnya, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya partisipasi
dan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal dari masyarakat itu sendiri. Faktor internal masyarakat itu sendiri diantaranya adalah
faktor kebutuhan, dan kemampuan masyarakat yang dapat mendorong motivasi masyarakat terhadap program, sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan
masyarakat dimana masyarakat itu tinggal, meliputi aturan dalam masyarakat rule of the game
baik tertulis ataupun tidak tertulis, keadaan sumberdaya alamnya, modal sosial masyarakatnya, kebijakan pemerintah, sarana dan prasarana yang
mendukung partisipasi seperti informasi dan jejaring kerjasama antara masyarakat dengan stakeholder terkait lainnnya. Dalam penelitian ini faktor-faktor internal
individu petani menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dalam pelaksanaan program, seperti yang disebutkan oleh Van den Ban dan Hawkins
2005 luas usaha tani, dan keberanian mengambil resiko, serta sumber informasi yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan didaerah tersebut, dan tingkat partisipasi
dalam kelompok. Selain itu, Rogers 1983 yan dikutip oleh Van den Ban Hawkins 2005 menyebutkan bahwa variabel umur, keterbukaan dengan media massa,
status sosial yang tinggi, dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap program. Dengan demikian, penelitian ini, membatasi faktor
internal tersebut hanya pada golongan umur, tingkat pengalaman bertani, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan pertanian.
2.2 Kerangka Pemikiran
Adanya asumsi bahwa dalam proses penerapan pertanian organik terhadap komunitas petani mengalami benturan budaya pertanian, dalam hal ini adalah
benturan antara budaya bertani konvensional yang telah lama diterapkan oleh masyarakat atau dikenal sebagai revolusi hijau dengan budaya bertani organik.
Kondisi pertanian masyarakat sebelumnya diasumsikan mengembangkan sistem pertanian konvensional yang telah melembaga dalam aktivitas pertaniannya.