Prinsip-prinsip Pertanian Organik Pertanian Organik

care. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan sistem pertanian organik menghindari penggunaan pupuk, pestisida, dan obat-obatan serta zat-zat berbahaya yang berdampak negatif bagi kesehatan. Dengan demikian, manfaat yang dapat diambil dari sistem pertanian organik menurut Landong 2004 yang dikutip oleh Indriana 2010 sebagai berikut: Pertama, adanya manfaat secara ekologis, dimana pertanian organik menjamin kegemburan dan kesuburan tanah dan terhindar dari polusi, sehingga sangat ramah lingkungan dan dapat menjamin keseimbangan ekosistem. Kedua, memiliki manfaat secara ekonomis, dimana unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak memerlukan biaya yang mahal. Dalam sistem pertanian organik, petani dapat membuat benih sendiri dan mengolah lahan pertanian secara alami sesuai dengan pengetahuan lokal mereka. Ketiga, manfaat sosial budaya, dalam hal ini, pertanian organik menjadi faktor pengintegrasi antara pengetahuan lokal petani dengan karakteristik tanahnya juga dalam menumbuhkan rasa saling percaya dan saling membutuhkan diantara para petani dalam menerapkan sistem pertanian organik tersebut. Keempat, memiliki manfaat politis. Hal ini karena pertanian organik dikembangkan berdasarkan inisiatif dan kreativitas rakyat sendiri. Dengan kata lain, pertanian organik merupakan sistem pertanian yang dapat menciptakan masyarakat yang mandiri, otonom, dan maju. Kelima, memiliki manfaat yang berspektif gender, dimana dalam pelaksanaan pertanian organik menggunakan peran perempuan sebagai pembuat benih utama. Sistem pertanian organik merupakan sebuah teknis usahatani alternatif, melalui pemanfaatan sumberdaya lokal secara intensif dengan sedikit atau tidak menggunakan input luar low external input and sustainable agricultural atau yang dikenal dengan LEISA. Sistem pertanian organik itu sendiri adalah sistem pertanian yang mendukung kegiatan peningkatan fungsi dan pelestarian ekologis dan dapat memperkaya keanekaragaman hayati, selain itu merupakan suatu sistem pertanian modern yang ramah lingkungan, dimana memadukan konsep pertanian lokal, yang menggunakan teknologi dan inovasi pertanian. Secara umum terdapat perbedaan yang mencolok antara sistem pertanian organik dan sistem pertanian konvensional, baik secara ekonomi, sosial maupun kesehatan. Tabel 1. Perbandingan secara ekonomi, sosial, dan kesehatan tentang konsep pertanian organik dan konvensional Faktor Pembeda Sistem Pertanian Organik Sistem Pertanian konvensional Perlakuan Pra produksi sampai Pasca produksi Dilakukan secara tradisional dan alami atau semi alami tanpa menggunakan alat-alat mekanisasi yang dapat merusak kesuburan tanah Menggunakan alat-alat semi sampai full mekanis dalam setiap tahap pekerjaan Bibit Berasal dari varietas bibit-bibit lokal Berasal dari bibit unggul, hibrida, dan transgenik transformasi gen Pengairan Sederhana, dan berkelanjutan Mekanis, sehingga mempercepat pengurasan air yang tersedia dalam tanah Bentuk fisik tanaman Kokoh, tidak mengandung banyak air Lemah, mengandung banyak air, sehingga mudah diserang Hama dan Penyakit Rasa Enak aromatik Tawar, kurang enak Umur tanaman Panjang Pendek Pendekatan pola produksi Menggunakan pendekatan alternatif dan keseimbangan ekologis Menggunakan pestisida kimia sintetis beracun Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh secara alami Cepat, tumbuh Pilihan konsumen Disukai konsumen Kurang disukai, karena kurang enak Jumlah Seimbang, sedikit dalam masa produksi yang panjang Tidak menentu banyak dalam masa produksi yang singkat Sumber input Lokalism, dan orisinal Input dari luar Resistensi hama penyakit Tahan hama dan penyakit Mudah diserang hama dan penyakit Pola tanam Ditanam secara tumpangsari, pergiliran tanaman, dsb mix cropping Monokultur satu jenis tanaman pada satu hampar lahan Pemupukan Menggunakan bahan-bahan kimia organis asli dan mudah terurai secara alami Kimia non-organis sintetis, sehingga sulit terurai dan menimbulkan timbunan senyawa baru yang merusak keseimbangan biokhemis tanah Hasilkualitas produksi Beraneka ragam, berkualitas tinggi, bebas residu kimia Sejenis, kurang berkualitas, mengandung residu kimia beracun, mengandung gizi yang seimbang, tahan disimpan lama, dsb berbahaya, kandungan gizi tidak berimbang, dan tidak tahan untuk disimpan lama Harga Standar harga pasar Relatif, tergantung pedagang dan distribusi yang bertingkat-tingkat Resiko kegagalan usaha tani Sedikit, karena ada Tumpang sari, rotasi, dan sudah terbiasa dilakukan petani Lebih besar pada tahap awal dengan peningkatan input serta wabah hamapenyakit Biaya produksi Biaya produksi lebih rendah Biaya produksi lebih tinggi Kemudahan dilakukan Lebih membutuhkan ekstra perhatian Lebih sederhana Resiko sosial Terbebas dari ketergantungan Menciptakan ketergantungan pada petani dan lahan, dan adanya monopolis kapitalis, degradasi nilai-nilai sosial Lapangan Kerja Menciptakan kesempatan kerja dan membuka lapangan kerja baru bagi perempuan Mekanisme menyebabkan marginalisasi tenaga kerja perempuan dan laki-laki Resiko budaya Kreatif dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan kekuatan alam Efisien, menimbulkan degradasi budaya Resiko kesehatan Tidak ada, karena bersifat alami dan mengandung nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan tubuh Adanya keracunan secara akut atau kronis untuk waktu jangka panjang, karena mengandung bahan karsinogenik Sumber : Disarikan dari berbagai sumber 4 Selain itu, bertani secara organik juga menghemat biaya karen dapat menghemat pemakaian gas, karena dengan sistem pertanian organik, pengolahan dan sistem penanaman menggunakan bahan-bahan organik, atau tidak bergantung dengan pupuk kimia dibanding pemakaian pupuk kimia yang pembuatannya membutuhkan suplay gas cukup besar Musirawa, 2010 5 . 4 Kelembagaan Pertanian Indriana, 2010 dan www.mail- archive.comrantau...com...Istilah_pertanian_organik.rtf Diakses tanggal 26 April 2011 pukul 19.33 WIB. 5 http:palembang.tribunnews.comview29655pertanian_organik_menghemat_gas\ Diakses tanggal 26 April 2011 pukul 19.33 WIB

2.1.3 Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat Setiana, 2005. Selain itu, Setiana 2005 juga menyebutkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan budaya tertentu. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan Suharto, 2005. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Ife 2008 mengatakan bahwa partisipasi merupakan unsur pokok pemberdayaan. Pengertian pemberdayaan sendiri menurut Suharma 2005 adalah mengembangkan peranan dan fungsi suatu komunitas dalam suatu usaha ekonomi produktif, sehingga dapat memberikan kegiatan yang bermanfaat sebagai proses pembelajaran dalam kegiatan keberlanjutan usaha komunitas. Widianto 2008 menyebutkan bahwa proses pemberdayaan komunitas dapat disebabkan oleh adanya multy player effect yang bekerja didalam komunitas. Multy Player effect itu sendiri dapat berupa modal sosial yang membantu masyarakat memperoleh informasi. Selain itu, Widianto 2008 menyatakan bahwa, program-program berupa kemitraan dapat memberdayakan dan memandirikan petani, karena dapat menjadi sarana dalam pengembangan komunitas petani. Elizabeth 2007 menyebutkan bahwa pemberdayaan empowerment merupakan strategiupaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program melalui penciptaan peluang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah mampu berpartisipasi. Azis 2005 menyebutkan tahapan-tahapan dalam proses pemberdayaan, diantaranya: 1. Membantu masyarakat dalam menentukan masalahnya 2. Melakukan analisa atau kajian terhadap permasalahan tersebut secara mandiri partisipatif 3. Menentukan skala prioritas masalah 4. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang terdapat dalam masyarakat 5. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi 6. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan tersebut untuk menilai sejauhmana keberhasilan dan kegagalannya. Pada hakikatnya, makna pemberdayaan mencakup tiga aspek, yaitu: 1 menciptakan iklim kondusif yang mampu mengembangkan potensi masyarakat setempat, 2 memperkuat potensimodal sosial masyarakat demi meningkatkan mutu kehidupannya, 3 melindungi dan mencegah semakin melemahnya tingkat kehidupan masyarakat Azis 2005. Berdasarkan definisi pemberdayaan tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat agar tanggap dan kritis terhadap berbagai perubahan, serta mampu mengakses proses pembangunan untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri. Adapun upaya untuk memberdayakan komunitas terutama petani menurut Widianto 2008 adalah melalui kegiatan peningkatan usaha pertanian dengan basis pada program-program kemitraan yang dapat memandirikan petani. Upaya memberdayakan masyarakat ini membutuhkan tanggung jawab dan partisipasi dari berbagai pihak. Dalam hal ini, peran stakeholder terkait mejadi sangat penting dalam mensinergikan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program pemberdayaan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat ini menjadikan masyarakat sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan program pembangunan. Strategi pemberdayaan menurut Suharto 2005 dapat dilakukan melalui tiga aras pemberdayaan yaitu; 1 aras mikro atau disebut pendekatan berpusat pada tugas, dimana pemberdayaan dilakukan secara individu melalui kegiatan