44 Untuk ibu kota kecamatan menunjukkan bahwa semakin dekat dengan pusat kota,
semakin tinggi tingkat kepadatan hotspot. Berdasarkan pola hubungan di atas maka strategi dan kebijakan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan perlu memperhatikan data-data di atas. Pola hubungan ini menggambarkan bahwa tingkat pengawasan terhadap
aktivitas pembakaran semakin rendah pada kota dengan semakin rendah tingkatannya. Bahkan untuk jarak dari kecamatan kepadatan hotspot yang
tertinggi berada di pusat kecamatan. Skala prioritas kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan lebih
banyak berorientasi pada kebijakan pusat dan provinsi perlu dikaji ulang. Hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya
sarana dan
prasarana untuk
kegiatan penanggulangan kebakaran berada pada ibu kota provinsi.
Selain itu, kelembagaan pemadaman kebakaran hanya kokoh pada tataran provinsi
sedangkan di tingkat kabupaten dan kecamatan. Sumber daya manusia yang berkompeten dengan bidang kebakaran hutan dan lahan tidak terdistribusi hingga
ke wilayah kabupaten. Oleh karena itu dalam pengambilan kebijakan perlu ditekankan pada
pembangunan kebijakan penanggulanan kebakaran hutan dan lahan untuk memprioritaskan lembaga di tingkat kecamatan untuk memegang kendali dalam
upaya-upaya penanggulangan kebakaran di tingkat implementasi dan untuk tingkat pengambil kebijakan, peran pemerintah kabupaten harus menjadi prioritas
utama.
2. Kepadatan hotspot dan jarak dari pusat desa
Semakin dekat jarak dari pusat desa maka tingkat kepadatan hotspot semakin tinggi. Di daerah Kalimantan Barat, jarak 3 km dari pusat kota
merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan tertinggi. Kepadatan hotspot akan semakin rendah dengan bertambahnya jarak dari pusat kota. Gambar 12.
memperkuat pernyataan di atas di mana terdapat hubungan yang erat antara jarak dari pusat desa dengan titik hotspot. Model polinomial menjelaskan bahwa
koefisien determinasi R
2
regresi memiliki bilai 96,3.
45 Tabel 11 Kepadatan hotspot berdasarkan jarak dari pusat desa
Jarak Desa
km
Luas Ha
Jumlah Hotspot
Kepadatan Hotspot
HSkm2 Jarak
Desa km
Luas Ha
Jumlah Hotspot
Kepadatan Hotspot
HSkm2
1 55971,8
27 0,0488
18 37.851
7 0,0191
2 153000
77 0,0500
19 34.324
6 0,0176
3 212743
111 0,0521
20 31.706
5 0,0158
4 233117
120 0,0513
21 28.179
4 0,0134
5 226824
109 0,0480
22 25.780
3 0,0131
6 195633
88 0,0452
23 22.354
2 0,0111
7 154230
64 0,0412
24 17.318
2 0,0133
8 120450
43 0,0354
25 13.645
2 0,0146
9 99919,5
33 0,0329
26 10.587
2 0,0158
10 86015,1
26 0,0303
27 9.277
1 0,0149
11 76542,8
21 0,0276
28 7.949
1 0,0143
12 72316,4
21 0,0290
29 6.787
1 0,0118
13 68908,6
18 0,0263
30 5.616
0,0084 14
67034,9 18
0,0270 31
2.494 0,0065
15 62334,5
16 0,0256
32 1.073
0,0045 16
54698 12
0,0216 33
88 0,0040
17 44340,4
8 0,0178
Gambar 12 Pola hubungan kepadatan hotspot km
2
terhadap jarak dari pusat desa Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangkauan jarak sejauh 10 km dari
pusat desa merupakan jarak ideal bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas pembakaran lahan. Kedekatan dengan pusat desa pemukiman merupakan
y = -8E-07x
3
+ 8E-05x
2
- 0,003x + 0,058 R² = 0,963
0,0000 0,0100
0,0200 0,0300
0,0400 0,0500
0,0600
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30 32
34 36
HSKm2 Poly. HSKm2
Jarak dari pusat desa Km
K e
p a
d a
t a
n H
o t
s p
o t
H S
K m
2
46 pertimbangan yang wajar karena petani akan lebih memilih lokasi yang dekat
dengan pemukimannya untuk mempermudah dalam hal transportasi menuju lokasi dan kemudahan pengawasan areal pertanian.
Masyarakat petani di Kalimantan Barat mempunyai tipikal petani subsisten di mana kegiatan pertanian bukan merupakan satu-satunya mata
pencaharian. Oleh sebab itu jarak yang dekat dengan lahan pertanian akan memberikan peluang kepada masyarakat menghemat waktu dan tenaga untuk
kemudian melakukan kegiatan lainnya seperti menyadap karet, memelihara ternak, mengambil rotan dan pekerjaan lainnya.
3. Kepadatan