22
E. Kebijakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan secara umum disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu aktivitas manusia dan biofisik. Padahal harus dipahami bahwa berulangnya
kejadian kebakaran hutan dan lahan harus dilihat dari berbagai komponen yang tidak sederhana. Kajian lain yang harus dilihat adalah faktor kebijakan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Seringkali kejadian tahunan kebakaran hutan dan lahan didorong oleh kebijakan yang tidak tepat.
Herkulana 2001 menerangkan, secara umum sistem pengelolaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdiri atas tiga komponen yaitu :
pencegahan prevention,
pemantauan monitoring
dan penanggulangan
mitigation. Dari ketiga komponen tersebut yang paling penting adalah komponen
pencegahan. Hal
ini dikarenakan
upaya pencegahan
harus dititikberatkan pada faktor pelaku di mana di Indonesia faktor manusia
mendominasi kejadian kebakaran hutan dan lahan. Ada beberapa upaya pencegahan kebakaran yang dapat dilakukan antara
lain penentuan peringkat kebakaran, rencana pra pemadaman, deteksi kebakaran, manajeman bahan bakar, pengembangan teknologi pencegahan khusus, analisis
statistik kebakaran, penelaahan dan adaptasi peraturan perundangan, kampanye dan penyuluhan kebakaran serta patroli hutan Xanthopoulos 2007. Selain itu
kegiatan pencegahan juga mencakup pengembangan alternatif pengolahan lahan tanpa bakar, mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal dan pengetahuan adat yang
mendukung pelestarian hutan serta memberikan insentif yang dapat membantu masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Penelitian Soewarso 2003 mengenai pencegahan kebakaran hutan rawa gambut mengemukakan bahwa berdasarkan model prediksi yang dibangun dengan
model matematik : Log Y = -1.6043 - 0.000027 log x
1
+ 0.00059 log x
2
dan 0.000100 x
3
di mana : x
1
= jarak kanalrel, x
2
= jarak lahan tani, x
3
= jarak sungai, maka
pola pencegahan
yang harus
dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan pola usaha tani menetap yang difokuskan pada lokasi
sepanjang kiri kanan sungai.
23 Pratondo 2007 pada penelitian di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
mengemukakan bahwa kebijakan prioritas pengembangan kelembagaan adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan dan mekanisme hubungan antar
institusi dan pembangunan infrastruktur pendukung. Diungkapkan pula bahwa partisipasi masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan masih rendah sehingga
diperlukan suatu kebijakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi.
Dengan menggunakan simulasi model, Yunus 2006 menyatakan bahwa alternatif kebijakan yang berpengaruh nyata menurunkan kebakaran tahunan yaitu
mengurangi penggunaan api dalam membuka lahan serta meningkatkan usaha mitigasi kebakaran dan curah hujan skenario optimis, sehingga luas kebakaran
menurun menjadi 356 hatahun dengan nilai kerugian Rp 1,59 milyar 1997 dan Rp 2,7 milyar 2003, dari kondisi aktual luas kebakaran 623 hatahun dengan
kerugian ekonomi Rp 2,6 milyar 1997 dan Rp 4,5 milyar 2003. Menurut Otsuka et al. 1997 bahwa usaha penggulangan kebakaran hutan
dan lahan dapat dilakukan dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Hal ini merupakan salah satu
parameter yang cukup nyata dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat, karena
tingkat kesejahteraan
ini sangat
berhubungan dengan
besarnya gangguankerusakan dan resiko kebakaran hutan yang disebabkan oleh aktivitas
masyarakat di sekitar hutan. Penyebab utama kebakaran hutan adalah penggunaan api dalam kegiatan
manusia di dalam dan sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebijakan pencegahan kebakaran hutan juga dititikberatkan kepada upaya
peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat sehingga disamping dapat meningkatkan kesejahteraan, kesadaran dan komitmen masyarakat terhadap
pengendalian kebakaran hutan meningkat.
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan
Sistem Informasi Geografis GIS Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan data dimulai dari Maret sampai Juli 2009, yang dilanjutkan dengan
pengolahan data dari bulan Juli sampai Nopember 2009.
B. Data dan Alat 1. Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : a. Peta digital yang terdiri atas peta sungai, jalan, desakampung, kota,
penggunaan lahan, tutupan lahan, keberadaan gambut dan batas
administrasi b. Data koordinat hotspt di Kalimantan Barat tahun 2006 hasil pemantauan
satelit NOAA-AVHRR dari JICA Japan International Cooperation Agency
dan ASMC ASEAN Specialised Meteorological Centre. c. Citra Satelit Landsat wilayah Kalimantan Barat liputan tahun 2006.
d. Data iklim yang meliputi curah hujan bulanan, hari hujan bulanan dan intensitas curah hujan tahun 2006 yang diperoleh dari stasiun pengamat
cuaca Badan Meteorologi dan Geofisika Kalimantan Barat. e. Data-data penunjang berupa data letak geografis dan luas wilayah studi,
data keadaan umum lokasi penelitian, data penduduk dan sosial masyarakat dari BPS dan Bappeda Kalimantan Barat.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 personal computer, printer dan perangkat lunak berupa paket software ArcView GIS versi 3.2 . dan
ERDAS versi 8.7 , 2 Pengambilan dokumentasi di lapangan menggunakan
kamera digital dan GPS Global Positioning System untuk observasi dan verifikasi data lapangan.