Faktor biofisik Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

13

1. Faktor biofisik

Para ahli telah meneliti faktor-faktor pendukung kebakaran antara lain Clar dan Chatten 1954; Brown dan Davis 1973; Suratmo 1985; Sahardjo 2003a, yang mengacu kepada komponen-komponen pada segitiga api. Adapun komponen-komponen yang mempengaruhi kebakaran adalah sebagai berikut : a. Bahan Bakar Bahan bakar hutan forest fuel didefinisikan oleh FAOIUFRO sebagai segala sesuatu bahan yang dapat dibakar dan bahan yang dapat menyala Ford-Robertson 1971, diacu dalam Chandler et al. 1983. Bahan bakar berupa biomass hidup dan mati per unit luas merupakan besarnya energi tersimpan yang menentukan karakteristik potensial di lapangan. Ukuran bahan bakar mempunyai pengaruh terhadap kecepatan pembakaran. Hal ini didukung oleh penelitian Rastioningrum 2004 yang menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran bahan bakar semakin cepat pula bahan bakar menjadi terbakar. Pada kadar 10, bahan bakar ranting diameter 0.5 cm memiliki laju konsumsi bahan bakar tertinggi jika dibandingkan dengan ukuran bahan bakar lainnya. Susunan bahan bakar terbagi ke dalam susunan vertikal dan susunan horisontal. Susunan vertikal merupakan bahan bakar yang bertingkat dan berkesinambungan ke arah atas. Susunan ini memungkinkan api mencapai tajuk dalam waktu singkat. Sedangkan susunan horisontal merupakan bahan bakar yang menyebar dan berkesinambungan secara mendatar di lantai hutan yang mempengaruhi penjalaran kebakaran Brown dan Davis 1973. Menurut Brown dan Davis 1973, jumlah bahan bakar menunjukkan banyaknya bahan bakar yang tersedia dalam hutan. Jumlah bahan bakar dapat berupa luasan hamparan bahan bakar, volume bahan bakar dan berat bahan bakar. Bahan bakar dalam jumlah besar menjadikan api lebih besar dan temperatur tinggi, hal ini menyebabkan kebakaran sulit dipadamkan. Sedangkan jenis bahan bakar digolongkan ke dalam pohon, semak dan anakan, tumbuhan penutup tanah tumbuhan setahun dan tahunan, serasah dan lapisan humus yang belum hancur, cabang-cabang pohon yang mati dan pohon yang masih berdiri di hutan dan sisa penebangan. 14 Kondisi bahan bakar dapat dilihat berdasarkan kadar air dan jumlah bahan bakar sehingga meskipun bahan bakar berlimpah, api tidak mudah menyala jika kadar airnya tinggi. Hasil penelitian Rastioningrum 2004 menunjukkan bahwa bahan bakar dengan kadar air sebesar 30, 20 dan 10 dapat terbakar dengan baik lebih dari 50. Bahkan pada kadar air 10, bahan bakar daun dapat terbakar 100. Kerapatan bahan bakar berhubungan dengan jarak antara partikel dalam bahan bakar. Kerapatan berpengaruh pada persediaan udara dan pemindahan panas. Kerapatan partikel tinggi menjadikan tumpukan log kayu terbakar dengan baik dalam waktu lama. Kebakaran akan berhenti jika kerapatan partikelnya rendah. Menurut Brown dan Davis 1973, bahan bakar bawah ground fuels, yaitu terdiri dari serasah yang berada di bawah permukaan tanah, akar pohon, bahan organik yang membusuk, gambut dan batu bara; 2 bahan bakar permukaan surface fuel, yaitu bahan bakar yang berada di lantai hutan, antara lain serasah, log sisa tebangan, tunggak pohon dan tumbuhan bawah lainnya; 3 bahan bakar atas aerial fuels, yaitu bahan bakar yang berada di antara tajuk tumbuhan tingkat bawah dan tajuk tumbuhan tingkat tinggi, seperti cabang pohon, daun dan semak serta pohon mati yang masih berdiri. b. Iklim Kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim antara lain temperatur udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan curah hujan serta kelembaban vegetasi Suratmo 2003. Faktor iklim tersebut mempengaruhi : 1 jumlah total bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran, 2 seberapa panjang dan seberapa parah episode kebakaran, 3 pengaturan kadar air bahan bakar mati yang menyebabkan kemudahan terbakar flammability, dan 4 kejadian penyalaan dan penyebaran kebakaran hutan Chandler et al. 1983. Iklim pada masing-masing wilayah geografi menentukan tipe bahan bakar dan panjangnya musim kemarau atau waktu dalam setahun di mana sering terjadi kebakaran. Brown dan Davis 1973 menyatakan bahwa pola, lamanya dan intensitas musim kebakaran suatu daerah merupakan fungsi 15 utama dari iklim tetapi sangat dipengaruhi oleh sifat bahan bakar hutan. Selain pola cuaca kebakaran hutan yang bersifat tahunan, berulang maupun musiman mencerminkan bahan bakar dan cuaca, musim kebakaran yang parah juga dihubungkan dengan musim kering yang berskala dan cenderung untuk terjadi dalam suatu siklus. Kebakaran liar yang tidak terkendali khususnya ketika terjadi musim kemarau atau musim kering berkepanjangan. Kebakaran besar yang terjadi di hutan Indonesia selalu berasosiasi dengan kejadian El Nino. Kekeringan yang terjadi selama El Nino juga menyebabkan sumber air berupa kolam-kolam penampungan atau sungai menjadi surut. Sumber-sumber air yang ada sangat sulit untuk dijangkau sehingga mempersulit upaya pemadaman kebakaran Sahardjo 1998 Kebanyakan kebakaran hutan besar terjadi selama kondisi cuaca yang ekstrim dan tidak biasa, di mana hal ini sesuai dengan perkiraan. Kekeringan berkepanjangan, disertai suhu udara yang tinggi dan kelembaban relatif udara yang rendah, membentuk situasi bagi kebanyakan kebakaran besar karena menurunkan kandungan kelengasan bahan bakar hutan mencapai kondisi rendah yang ekstrim. Kondisi kebakaran yang hebat biasanya terjadi selama panas di hari-hari yang terik, kondisi yang kurang baik kemudian mengikuti. Beberapa kebakaran mencapai intensitas tertinggi pada malam hari dan beberapa kebakaran menyebar sangat cepat bahkan ketika suhu maupun kelembaban udara tidak ekstrim Brown Davis 1973. c. Topografi Kemiringan lereng dan ketinggian lokasi di atas permukaan laut menentukan cepat lambatnya api bereaksi, yaitu berpengaruh pada penjalaran dan kecepatan pembakaran. Pada lereng yang curam, api membakar dan menghabiskan dengan cepat tumbuhan yang dilaluinya dan api akan menjalar lebih cepat ke arah menaiki lereng. Sebaliknya api yang menjalar ke bawah lereng akan padam jika melalui daerah lembab yang memiliki kadar air tinggi Clar Chatten 1954. Brown dan Davis 1973 juga mengatakan bahwa kemiringan berperan dalam penyebaran api. 16

2. Faktor aktvitas manusia