Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.

sehingga menghasilkan kesinambungan yang mengikat satu generasi dengan generasi berikutnya.

2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah

Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya. Menurut Goodchild 1990, lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu : 1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya. 2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah. 3. memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya. 4. Memberi kenyamanan publik public amenity.

5. Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.

Tindakan, perlakuan atau treatment kegiatan pelestarian adalah berbagai upaya atau proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan, mendukung keutuhan bentuk dan karakter dari suatu kawasan dan elemen-elemen pembentuknya Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Dalam pengelolaan untuk pelestarian lanskap sejarah, terdapat pilihan bentuk tindakan teknis yang dapat dilakukan. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap bersejarah menurut Harvey dan Buggey 1988 adalah : 1. Preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa diperkenankan adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek. 2. Konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga agar lanskap sejarah tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak sesuai. 3. Rehabilitasi, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap ke arah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah. 4. Restorasi, yaitu meletakkan kembali sekuat mungkin apa yang semula ada pada tapak. 5. Rekonstruksi, yaitu menciptakan kembali apa yang dulunya ada di tapak tetapi sudah tidak ada lagi. 6. Meletakkan apa yang sesuai pada suatu periode, skala, penggunaan dan seterusnya. Selain tindakan-tindakan di atas terdapat beberapa upaya pelestarian lain yang perlu diarahkan pada lanskap bersejarah seperti adaptive use penggunaan adaptif adalah upaya mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan- warisan sejarah yang masih ada pada lanskap dan mengintegrasikannya dengan kepentingan-kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Revitalisasi juga merupakan salah satu upaya pelestarian lanskap bersejarah sebagai upaya mengangkat kembali fungsi awal dari suatu kawasan dengan memberikan fungsi lain sesuai kebutuhan saat ini. Merevitalisasi suatu kawasan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan fisik semata. Upaya revitalisasi harus didasari dengan pertimbangan, bahwa di dalam area pelestarian yang di dalamnya terdapat kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya, perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif. Pada Burra Charter 1991 disebutkan, bahwa revitalisasi adalah sebuah upaya konservasi dengan cara memperbaharui suatu tempat dengan fungsi yang sama atau dengan fungsi yang lebih sesuai, agar dapat dipergunakan. Fungsi yang lebih sesuai diartikan sebagai fungsi dengan memiliki dampak yang minimal. Fitch 1990 menambahkan beberapa tindakan intervensi terhadap bangunan bersejarah yaitu : 1. Replikasi, yaitu membuat konstruksi melalui cara peniruan terhadap bangunan aslinya. 2. Facadism, yaitu mempertahankan hanya pada fasad bangunan walaupun di belakangnya merupakan bangunan baru. 3. Konversi adaptive reuse. yaitu mengadaptasi bangunan lama dengan penggunaan baru. 4. Demolisi, yaitu pembongkaran atau penggantian fungsi lama dengan fungsi baru. Pelestarian lanskap sejarah sudah banyak dilakukan oleh negara-negara lain, seperti yang dilakukan di kawasan pemugaran Malaka, Malaysia. Revitalisasi dilakukan dengan pelestarian bangunan bersejarah sebagai tengaran dengan skala lingkungan yang nyaman dan suasana yang festive, Pedagang Kaki Lima PKL yang tertata dengan baik, sebagai atraksi bagi wisatawan dan lingkungan hunian lama yang terjaga proporsi dan skalanya Gambar 2. Gambar 2. Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia Sumber: Dinas Tata Kota, 2007 Begitupula dengan kawasan budaya Bilbao, Spanyol, melalui revitalisasi kawasan sepanjang sungai dengan arsitektur sebagai ikon kota dan kawasan di tepi sungai Liffey, Dublin, Irlandia melalui upaya revitalisasi dengan meningkatkan kegiatan komersial pada bangunan lama dan menciptakan pedestrian-friendly, serta melakukan adaptasi fungsi bangunan tua dengan fungsi baru Gambar 3. Revitalisasi ekonomi juga dilakukan pada kawasan pelestarian dengan memasukan kegiatan yang dapat men-generate melalui kegiatan tax incentive Gambar 4. a Bilbao, Spanyol b Kawasan Tepi Sungai Liffey, Irlandia Gambar 3. Contoh Kawasan Pelestarian Budaya Sumber: Dinas Tata Kota, 2007 Gambar 4. Kawasan Pelestarian dengan Penerapan Heritage Tax Incentive Sumber: Dinas Tata Kota, 2007

2.4. Kualitas dan Signifikansi Laskap Sejarah