jenis dan frekuensi aktivitas sebagai upaya agar ruang terbuka ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik.
Tabel 19. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pekojan
Sumber:Data Olahan
Keterangan : SP Sangat Penting, P Penting, CK Cukup Penting, KP Kurang Penting dan TP Tidak Penting
5.6. Konsep dan Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan 5.6.1.
Konsep Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah
Kawasan Kota Tua Jakarta adalah kawasan kota lama yang merupakan pusat kota pada masa lampau yang kemudian seiring dengan perkembangan
zaman mengalami pergeseran fisik dan fungsi. Sebagai kota yang memiliki nilai sejarah tinggi, kawasan ini memiliki ruang terbuka bersejarah dengan karakternya
masing-masing. Berdasarkan nilai sejarah dan pengamatan kondisi yang ada pada saat ini, ruang terbuka pada masing-masing zona di Kota Tua memiliki karakter
khusus. Zona Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka dengan orientasi ke laut yang mencerminkan citra bahari. Zona Fatahillah memiliki ruang terbuka dengan
karakter fisik formalitas pada ruang terbuka, yang berupa jalan street yang berpola grid dan square dengan dominasi bangunan dengan gaya arsitektur
kolonial campuran tropis modern eklektik. Zona Pecinan dengan ruang terbuka
Variabel Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden
Sub Variabel SP
P CP
KP TP
Total
Kenyamanan dan Image
Karakter fisik 7 13 23 30 27 100
Jalur pedestrian 0 43 23 17 17 100
Pelengkap jalan street furniture
0 13 10 27 50 100 Pohon pelindung
0 10 23 40 27 100 Akses dan
linkange Ketersediaan shuttle bus
13 3 20 3 33 100 Pedestrian linkage
43 22 7 12 16 100
Halte 13 20 20 27 20 100
Tempat parkir
0 20 23 23 33 100 Kegunaan
ekonomi Koordinasi PKL
13 17 13 37 20 100 Investor
27 3 3 33 33 100 Jenis usaha
7 3 20 33 37 100 Street market
23 67 3 7 0 100
Kegunaan sosial budaya
Jenis frekuensi aktivitas 87
7 7 0 0 100 Penambahan waktu aktivitas
20 13 23 30 13 100 Fasilitas
bagi semua
umur 13 10 17 20 40 100 Fasilitas pendukung
17 13 10 33 27 100
berkarakter komersil Pecinan, dan Zona Pekojan dengan karakter ruang terbuka di sekitar hunian yang berbudaya-religius.
Konsep umum ruang terbuka dalam Draf Rencana Induk Kota Tua berisi pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka
hijau kawasan menjadi dasar dalam pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah. Dengan potensi yang ada sebagai ruang bersejarah, ruang terbuka publik yang ada
di Kota Tua Jakarta harus mampu menjadi wadah atas kebutuhan integrasi publik serta mendukung ketersediaan ruang terbuka hijau. Namun tidak kalah pentingnya
adalah upaya pelestarian lingkungan bersejarah. Ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta harus dapat
menciptakan karakter kota dan memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya Dharmawan, 2005. Oleh
karena itu Kota Tua Jakarta harus dapat “mewujudkan ruang terbuka publik bersejarah yang merepresentasikan karakter sejarah dan citra zona kawasan
dengan mengoptimalkan kontinuitas, fungsi dan kenyamanan pengguna”. Sebagai kawasan yang memiliki nilai historis, ruang terbuka bersejarah di
dalamnya berperan sebagai tonggak sejarah kota yang harus dilestarikan dan dihidupkan segala daya. Pelestarian ruang terbuka diarahkan pada peningkatan
citra berdasarkan karakter pada masing-masing zona. Ruang terbuka Zona Sunda Kelapa dengan ‘Citra Bahari’ , Zona Fatahillah dengan ‘Citra Kota Kolonial’,
Zona Pecinan dengan ‘Citra Komersil Pecinan’ dan Zona Pekojan dengan ‘Citra Budaya Religius’ Gambar 46.
Selain dapat merepresentasikan karakter dan citra zona, ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta juga harus mengoptimalkan pemanfaatan
dan fungsinya sebagai ruang publik. Secara esensial menurut Carr 1992 ruang terbuka publik harus memenuhi kriteria yaitu memberi makna atau arti bagi
masyarakat setempat secara individual maupun kelompok meaningful, tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan
yang ada pada ruang publik tersebut responsive, dan menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi democratic.
Gambar 46. Konsep Karakter Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta
Ruang Terbuka “CI TRA BAHARI ”
Sunda Kelapa
Ruang Terbuka “CI TRA KOTA KOLONI AL”
Ruang Terbuka “CI TRA KOMERSI AL
PECI NAN”
Fatahillah
Pecinan Pekojan
Ruang Terbuka “CI TRA BUDAYA RELI GI US”
5.7.2. Arahan Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah
Tisler 1979 berpendapat bahwa pelestarian lanskap sejarah preservasi merupakan upaya memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya
dan sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaanya atau nilai yang dimilikinya.
Menurutnya tindakan pelestarian sebagai proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan dan mendukung keutuhan karakter suatu kawasan dan
keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia. Tindakan yang dilakukan untuk pelestarian dapat beragam, dimana untuk setiap tindakan dapat dilakukan
dengan suatu pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan.. Berdasarkan hasil penelusuran karakter dan analisis integritas ruang terbuka,
dihasilkan klasifikasi tindakan berdasarkan tingkat integritas ruang terbuka publik. Klasifikasi ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam arahan pelestarian dan
pemanfaatan ruang terbuka publik yang diklasifikasikan menjadi : 1. Ruang integritas tinggi sebagai ruang yang perlu dilakukan preservasi atau
sejenisnya konservasi atau rehabilitasi untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau karakter sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang
negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya dan perlu pembatasan dalam memasukkan fungsi-
fungsinya. 2. Ruang integritas sedang sebagai ruang yang perlu dilakukan upaya adaptive
use, yaitu dengan pemanfaatan karakter bersejarah penting yang masih ada dan memasukkan kebutuhan masa kini. Upaya lain dapat dilakukan dengan
menciptakan kembali karakter yang sudah tidak ada lagi rekonstruksi, meletakkan kembali yang sudah tidak ada restorasi atau membuat tiruan
karakter sejarah yang pernah ada replikasi dalam rangka memperkuat karakter yang yang sudah mulai terkikis.
3. Ruang integritas rendah, artinya ruang tersebut dapat dikembangkan lebih bebas baik secara fisik ataupun fungsi, namun tetap mendukung citra
kawasan. Upaya pelestarian harus mempertimbangkan segala persyaratan kawasan
dari berbagai hal yang bersifat holistik atau menyeluruh. Kegiatan tersebut harus
menitikberatkan pada upaya pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan heritage products yang baru, melaksanakan berbagai
program partisipasi, kegiatan ekonomi dan sosial budaya di kawasan pelestarian tersebut Haris dan Dines, 1988. Oleh karena itu arahan dalam pelestarian dan
pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta juga dapat memenuhi tujuan tersebut di atas yang akan dipaparkan berikut ini berdasarkan zona
kawasan.
5.7.2.1. Zona Sunda Kelapa
Sebagai zona yang memiliki karakter bahari, maka ruang terbuka publik perlu diarahkan untuk peningkatan “Citra Bahari’ dengan penjelasan sebagai
berikut : a. Pelabuhan Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka yang berorientasi ke laut. Sebagai kawasan bersejarah yang dilindungi, karakter dan aktivitas yang
mencerminkan citra bahari perlu dilestarikan. Berdasarkan penilaian, ruang terbuka ini memiliki nilai integritas tinggi Tabel 14. Dalam rangka
mempertahankan warisan budayasejarah yang memiliki karakteristik spesifik suatu kawasan dan untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur
kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan Nurisyah, 2001, perlu dilakukan konservasi terhadap keberadaan ruang terbuka pada pelabuhan
bersejarah ini berserta elemen dan aktivitasnya. Elemen-elemen seperti Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional harus dipertahankan
dan fungsi atau kegiatan baru yang dimasukkan harus diupayakan agar tidak merusak karakter asli kawasan.
Pelestarian dan pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa telah didukung pemerintah berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1070 tahun 1990 tentang
penguasaan perencanaan bidang tanah dan bangunan yang mencakup kawasan wisata bahari di kawasan Sunda Kelapa. Oleh karena itu pelabuhan ini perlu lebih
dikembangkan, tidak sekedar sebagai lingkungan cagar budaya namun dapat dijadikan sebagai kawasan wisata yang menarik. Ruang terbuka perlu
dimanfaatkan untuk mendukung terciptanya kehidupan sosial dan ekonomi.
Dalam rangka mendukung wisata bahari, kapal-kapal dan aktivitas bongkar muat barang dapat dijadikan sebagai obyek dan atraksi bahari yang menarik dan dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Kenyamanan bagi pengguna kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa juga harus
menjadi prioritas untuk mencapai tujuan sebagai kawasan wisata bahari. Menurut Carr 1992, kenyamanan merupakan syarat keberhasilan dari ruang publik yang
mencakup kenyamanan fisik dan psikologis. Kenyamanan tersebut dapat dipenuhi melalui desain fisik dan strategi pengelolaan. Untuk mendukung kenyamanan bagi
pengguna kawasan, di sepanjang pelabuhan ini diperlukan jalur pedestrian sebagai area khusus bagi pejalan kaki untuk menghindari konflik antara pejalan kaki
dengan kendaraan-kendaraan besar seperti truk-truk pengangkut barang. Selain itu menurut Anggraini 2006 jalur pedestrian pedestrian walk di kawasan Kota Tua
berfungsi sebagai penunjang kegiatan wisata maupun kegiatan sehari-hari yang berada pada kawasan. Lebar jalan tersebut minimal 3 m untuk mendukung
kegiatan-kegiatan tersebut. Di sepanjang jalur pedestrian dapat dilengkapi pelengkap jalan street furniture seperti bangku, tempat sampah, papan informasi
dan sebagainya serta tata hijau berupa penataan pohon untuk mendukung kenyamanan dari pengaruh suhu yang relatif tinggi Gambar 47.
Gambar 47. Kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa Ilustrasi Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa
Keberadaan pohon peneduh di Pelabuhan Sunda Kelapa, selain dapat memberikan perlindungan dari suhu yang relatif tinggi, juga harus pula dapat
memperkuat karakter kawasan sebagai kawasan bahari. Berdasarkan kriteria yang
ditentukan dalam English Heritage 2000 bahwa penampilan vegetasi harus sesuai dengan konteks sejarah atau konteks lokal serta mempertimbangkan
kesesuaian material dengan penampilan. pohon kelapa Cocos nucifera, waru laut Hibistus tiliaceus dan ketapang Terminalia catappa dan cemara laut
Cassuarina equisetifolia dapat menjadi alternatif untuk ditanam disepanjang jalur pedestrian Gambar 48.
Menurut Lynch 1981, jalur pedestrian dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menyediakan jalur tersebut yang
saling tersambung connected. Oleh karena itu, untuk membentuk tautan linkage di kawasan Kota Tua, jalur pedestrian yang disediakan di Pelabuhan
Sunda Kelapa harus kontinyu dan terhubung dengan Pasar Ikan dan zona Fatahillah untuk memberikan kemudahan bagi pejalan kaki untuk melakukan
pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya Carmona et al., 2003.
Gambar 48. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa
b. Pasar Ikan