Gambar 33. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pecinan
Gambar 34. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pekojan
5.3. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Saat Ini di Kota Tua Jakarta
Nilai integritas dari ruang terbuka publik bersejarah ditentukan berdasarkan kriteria nilai historik dan nilai estetika dan nilai fungsi yang
perrhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 4. Penjabaran mengenai masing- masing nilai dijelaskan sebagai berikut.
24. Jalan Pekojan 21. Jalan Asemka
22. Jalan Pintu Kecil 23. Jalan Perniagaan
25. Jalan Jembatan Batu 25. Jalan Pancoran
26. Jalan Pintu Besar Selatan
5.3.1. Nilai Sejarah Historical Value
Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas kesejarahan dari ruang terbuka. Parameter penilaian terdiri dari nilai kronologis, fakta sejarah,
tingkat even bersejarah, keunikan dan keutuhan dengan hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Sejarah pada Ruang Terbuka Bersejarah
Sumber: Studi Pustaka dan Ahli dari Dinas Museum dan Kebudayaan Keterangan: NK=nilai kronologis, FS=fakta sejarah, Kl=kelangkaan, ES=even sejarah, Ku=keutuhan,
N=nilai total, K = kategori T=tinggi, jika N=13-15, S=sedang, jika N=9-12, R=rendah, jika N=5-8.
Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 didapatkan beberapa ruang terbuka yang memiliki nilai sejarah tinggi, sedang dan rendah.
Zona Ruang Terbuka
Variabel Nilai
Total NK
FS Kl
ES Ku
N K
Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa 3 2
3 3 2
13 T
Pasar Ikan
2 2 1 2 2 9
S Jalan Nelayan Timur
2 1
1 2
1 7
R Jalan
Tongkol 1 2 1 1 1
6 R
Fatahillah Taman Fatahilah
3 3
3 3
3 15
T Jalan Kali Besar Barat-Timur
3 3
3 3
3 15
T Pintu Besar Utara
3 3
3 3
3 15
T Jalan
Bank 3 2 2 3 3
13 T
Jalan Poskota
3 2 3 3 3 14
T Jalan
Lada 3 2 2 3 2
12
S
Jalan Kali Besar Timur 4 3
2 2
3 3
13 T
Jalan Kali Besar Timur 5 3
2 2
3 3
13 T
Jalan Cengkeh
3 2 2 3 2 12
S Taman
Stasiun Kota
2 2 2 2 1 9
S Jalan
Ketumbar 3 2 2 2 2
11 S
Jalan Kemukus
3 2 2 2 2 11
S Jalan Kali Besar Timur 1
2 1
1 2
1 7
R Jalan Kali Besar Timur 2
2 1
1 2
1 7
R Jalan Kali Besar Timur 3
3 3
2 3
1 12
S Jalan
Teh 2 2 1 2 1
8 R
Pecinan Jalan
Pancoran 2 2 2 2 2
10 S
Jalan Jembatan Batu 2
2 2
2 2
10 S
Jalan Perniagaan
2 2 2 2 2 10
S Jalan Pintu Besar Selatan
3 2
1 2
1 9
S Jalan
Pintu Kecil
2 1 1 2 1 7
R Jalan
Asemka 1 2 1 2 1
7 R
Pekojan Jalan Pekojan
2 2 2 2 1 9
S
a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa termasuk ruang terbuka yang memiliki nilai
historik tinggi. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai kronologis tinggi dilihat dari usianya yang lebih dari 100 tahun. Keberadaan
Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional sebagai fakta sejarah bahwa pelabuhan tersebut pernah menjadi pelabuhan rempah-rempah
tingkat internasional di masanya. Pelabuhan yang pernah menjadi pintu masuk utama main entry point ini termasuk memliki keunikan tersendiri dibandingkan
dengan pelabuhan lain yang yang ada di Jakarta. Sedangkan Pasar Ikan dan Jalan Tongkol memiliki nilai sedang, karena Pasar Ikan sudah mengalami banyak
perubahan dan tidak terlalu memiliki keunikan. Sedangkan Jalan Tongkol, sebagai jalan yang baru dibuka setelah tahun 1805 mengurangi nilai kronologisnya
ditambah fakta sejarah yang tidak dapat lagi dilihat di jalan ini. Jalan Nelayan Barat memiliki nilai sejarah yang rendah karena sudah banyak mengalami
perubahan sehingga mengurangi nilai keutuhan. Selain itu kedua ruang terbuka tersebut juga banyak ditemui di tempat lain sehingga mengurangi nilai keunikan
ruang tersebut. b. Zona Fatahillah
Sebagian besar ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai historik tinggi, seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara,
Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Kali Besar Timur 4 dan Kali Besar Timur 5. Ruang-ruang tersebut termasuk memiliki nilai kronologis yang tinggi karena
keberadaannya sudah lebih dari 100 tahun. Even bersejarah yang pernah terjadi dapat dikatakan berskala Internasional karena pernah sebagai pusat pemerintahan
pada masanya. Fakta sejarah yang ada masih banyak seperti keberadaaan bangunan tua dan bersejarah yang berada di sekitarnya, selain itu bentuk grid pada
jalan juga masih tetap dipertahankan sebagai cerminan dari kota kolonial Belanda. Ruang terbuka dengan elemen-elemen bangunan para kawasan sekitar Taman
Fatahillah ini termasuk langka, karena pola eklektik pada bangunan merupakan adaptasi antara arsitektur kolonial asli klasik dengan arsitektur tropis pada
bangunan yang hampir tidak ditemukan di tempat lain. Bangunan tersebut
sebagian besar masih tergolong memiliki keutuhan yang tetap terjaga walaupun mengalami kerusakan akibat tidak berfungsinya lagi bangunan.
Beberapa ruang terbuka di zona ini yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Lada, Taman Stasiun Kota, Jalan Ketumbar, Jalan Kemukus. Ruang terbuka
tersebut masih memiliki nilai kronologis yang tinggi, namun fakta sejarah tidak banyak ditemukan dan keutuhan sudah tidak terjaga.
Sedangkan ruang yang memiliki nilai rendah seperti Jalan Kali Besar Timur 1, Kali Besar Timur 2, dan Jalan Teh yang memiliki jumlah fakta sejarah dan
tingkat keutuhan yang rendah Gambar 35 .
Gambar 35. Kondisi ruang terbuka dengan Fakta Sejarah Rendah c. Zona Pecinan
Ruang-ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai sedang dan rendah. Jalan Pancoran, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Pintu Besar Selatan
termasuk dalam kategori sedang. Fakta sejarah berupa bangunan bersejarah sudah tidak banyak lagi dapat dilihat. Beberapa bangunan dengan gaya Pecinan hanya
dapat dilihat pada Jalan Perniagaan. Pada Jalan Pancoran fakta sejarah yang masih dapat dilihat adalah aktivitasnya yang bernuansa Cina. Sedangkan sebagian besar
bangunan sudah merupakan gaya bangunan urban sebagaimana bangunan di kota modern lain. Fakta yang masih dapat dilihat pada ruang-ruang tersebut adalah
pola ruang yang tidak beraturan amorph dan pola bangunan yang rapat sebagai salah satu karakter kawasan Pecinan. Jalan Asemka memiliki nilai rendah karena
pada ruang tersebut memiliki nilai kronologis, fakta sejarah, keutuhan dan kelangkaan yang rendah.
d. Zona Pekojan Pada zona ini terdapat Jalan Pekojan yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda,
ditambah dengan fakta sejarah yang masih dapat dilihat, walaupun hanya sedikit. Ruang terbuka yang dulu sebagai pusat aktivitas religius sudah tidak terlihat.
5.3.2. Nilai Estetika Aesthetic Value
Nilai estetika ditentukan berdasarkan tingkat representasi terhadap gaya tertentu, proporsi antara ketinggian bidang dinding, kontinuitas dinding ruang
ritme dan skala ruang. Adapun hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Estetika Ruang Terbuka Bersejarah
Sumber : survei lapang Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, N=nilai total, K = kategori
T=tinggi,jika N=10-12, S=sedang, jika N=7-9, R=rendah, jika N=4-6.
Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 dapat dilihat tingkat kualitas estetika ruang terbuka pada masing-masing zona.
Zona Ruang Terbuka
Variabel N
K RG
Pr Rt
Sk
Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa 3
3 3
3 12
T Pasar
Ikan 3 2 2 1
8 S
Jalan Nelayan
Timur 1 2 2 2
7 S
Jalan Tongkol
1 2 1 2 6
S Fatahillah
Taman Fatahilah
3 3 3 3 12
T Jalan Kali Besar Barat-Timur
3 3
3 3
12 T
Pintu Besar Utara 3
3 3
3 12
T Jalan
Bank 3 3 3 3
12 T
Jalan Poskota
3 3 3 3 12
T Jalan
Lada 2 3 3 3
11 T
Jalan kali Besar Timur 4 3
1 3
3 10
T Jalan Kali Besar Timur 5
3 1
3 3
10 T
Jalan Cengkeh
2 3 1 2 8
S Taman
Stasiun Kota
2 3 3 3 11
T Jalan
Ketumbar 2 3 3 3
11 T
Jalan Kemukus
2 3 3 3 11
T Jalan Kali Besar Timur 1
1 2
1 2
6 R
Jalan Kali Besar Timur 2 1
2 1
2 6
R Jalan Kali Besar Timur 3
2 2
1 2
7 S
Jalan Teh
1 3
1 1 6
R Pecinan
Jalan Pancoran
3 3 2 2 10
T Jalan
Jembatan Batu
2 3 2 3 10
T Jalan
Perniagaan 2 2 1 2
7 S
Jalan Pintu Besar Selatan 1
3 2
3 9
S Jalan Pintu Kecil
1 3
2 3
9 S
Pekojan Jalan
Asemka 1 1 1 1
4 R
Jalan Pekojan
1 2 2 2 7
R
a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai estetika tinggi, selain karena
memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap citra bahari, juga memiliki nilai yang tinggi pada proporsi, ritme dan skala Gambar 36. Keberadaan kapal-kapal
Phinisi yang sedang berlabuh membentuk skala yang monumental dan ritme yang kontinu. Jalan yang lebar menciptakan ruang yang proporsional terhadap bidang
yang dibentuk deretan kapa-kapal tua tersebut. Pasar Ikan memiliki nilai sedang, karena masih memiliki nilai representasi terhadap citra bahari yang ditunjang
dengan kegiatan pelelangan ikan di dalamnya. Namun ruang terbuka pada Pasar Ikan ini tidak memiliki proporsi, ritme dan skala yang istimewa, terlebih pada
Jalan Nelayan Barat dan Jalan Tongkol.
Gambar 36. Ruang Terbuka sebagai Representasi Citra Bahari b. Zona Fatahillah
Sebagian ruang terbuka pada Zona Fatahillah memiliki nilai estetika tinggi seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara,
Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5, Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Lada dan Taman Stasiun Kota. Selain masih sangat memiliki tingkat
representasi yang tinggi terhadap citra kolonial dari keberadaan bangunan dan pola ruangnya, ruang-ruang tersebut juga memiliki proporsi, ritme dan skala yang
istimewa. Proporsi antara ketinggian bangunan dengan lebar jalan menciptakan
sudut pandang yang dapat memberikan kesan visual yang tinggi. Menurut Jacobs 1993 jika sebuah ruang terbuka dengan rasio 1:4 antara ketinggian dengan lebar
berarti ruang tersebut memiliki sense of enclosure yang lemah, sedangkan rasio 2:1 memiliki sense of enlosure baik dan 1:1 adalah rasio minimum pada ruang
terbuka. Berdasarkan pengamatan, terdapat ruang yang memiliki rasio 3:1 dan sebagian besar ruang terbuka dengan rasio 1:1 sampai 1:5. Sense of enclosure
merupakan perasaan timbul pada sebuah ruang terbuka yang dibatasi oleh dinding-dinding. Proporsi pada ruang terbuka di Jalan Kali Besar memiliki
perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan adalah lebih dari 1,5 Gambar 37. Hal ini menunjukkan bahwa sense of enclosure pada ruang tersebut
baik, sehingga pengguna ruang memiliki kenyamanan terhadap kesan visual.
WH = 6 : 1 atau WH 1.5
Gambar 37. Proporsi Ruang Terbuka Kali Besar Bangunan-bangunan yang tinggi menciptakan skala monumental pada
ruang. Fasade bangunan tua dan bersejarah yang berderet di sepanjangdi sekeliling jalantaman juga dapat menciptakan ritme yang kontinu pada ruang
Gambar 38. Ruang yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Cengkeh dan Jalan Kali
Besar Timur 3. Pada jalan ini sudah tidak banyak elemen ruang terbuka yang dapat dijadikan sebagai representasi gaya kolonial. Bangunan-bangunan yang
berada di sepanjang jalan ini sudah merupakan campuran berbagai tipe yang mencerminkan bagunan urban sehingga kontinuitas dari dinding ruang juga tidak
tercipta. Sedangkan ruang yang memiliki nilai estetika rendah seperti Jalan Kali Besar 1, Jalan Kali Besar 2 tidak banyak terdapat elemen-elemen ruang yang
W H
dapat mempresentasikan citra kolonial. Proporsi, ritme dan skala ruang pada jalan tersebut kurang menunjang nilai estetika ruang.
Gambar 38. Kontinuitas Fasade Bangunan di Kali Besar c. Zona Pecinan
Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pancoran dan Jalan Jembatan Batu yang memiliki nilai estetika tinggi. Nilai representasi pada Jalan Pancoran diberikan
pada aktivitas khas Pecinan dan karakter jalan yang sempit serta bangunan yang rapat, sedangkan elemen berupa bangunan bersejarah Pecinan tidak banyak
ditemukan. Representasi Jalan Jembatan Batu terhadap gaya pecinan tidak terlalu menonjol, namun perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan
WH yang sangat proporsional menambah nilai estetika pada ruang terbuka. Ruang terbuka yang termasuk pada nilai estetika rendah memiliki tingkat
representasi, proporsi, ritme dan skala yang tidak mendukung estetika ruang. d. Zona Pekojan
Kawasan ini didominasi oleh bangunan hunian. Ruang terbuka terbentuk dari jalan dengan fasade bangunan hunian dan beberapa spot bangunan bersejarah
seperti bangunan masjid dan rumah tinggal dengan arsitektur Mor pada Rumah Gedong Gambar 39. Walaupun bangunan bersejarah tersebut dalam jumlah
yang kecil, namun dapat menjadi representasi sebagai tempat yang pernah dihuni komunitas Arab dengan budaya Islamnya. Karena fasade bangunan terbentuk dari
berbagai tipe bangunan terutama bangunan urban, maka kontinuitas dinding ruang
tidak tercipta. Proporsi dan skala ruang yang terbentukpun termasuk penilaian yang tidak istimewa.
Gambar 39. Rumah Gedong dan Masjid An Nawier sebagai Representasi Citra pada Zona Pekojan
5.3.3. Nilai Fungsi Functional Value
Nilai fungsi didapatkan dari indikator kenyamanan, akses dan linkage serta kegunaan secara ekonomi dan sosial Tabel 13.
a. Zona Sunda Kelapa Semua ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai fungsi sedang karena
Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Barat termasuk ruang terbuka yang selain tidak memiliki kenyamanan yang tinggi,
aktivitas ekonomi dan sosialpun belum belum terlihat menonjol. b. Zona Fatahillah
Pada zona ini terdapat Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Kali Besar Timur 3 dan Jalan Cengkeh dengan nilai fungsi tinggi. Berdasarkan nilai
fungsi yang diperoleh, ruang-ruang tersebut telah memenuhi kriteria atau berpotensi sebagai sebagai ruang publik aktif Gambar 40.
c. Zona Pecinan Pada zona ini terdapat Jalan Pancoran yang memiliki nilai fungsi paling tinggi
Gambar 40. Jalan tersebut telah dikenal sebagai pusat jajanan dan obat- obatannya. Selain kenyamanan dan akses yang cukup baik, ruang terbuka ini juga
telah efektif dimanfaatkan sebagai area komersil khas Pecinan. Sedangkan ruang
terbuka lainnya termasuk kategori sedang seperti Jalan Pintu Kecil, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Asemka.
Gambar 40. Ruang Terbuka dengan Nilai Fungsi Tinggi Tabel 13. Nilai Fungsi Ruang Terbuka Bersejarah
Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, K = kategori T=tinggi, S=sedang, R=rendah.
Zona Ruang Terbuka
Variabel Nilai
Total K
AL KE
KS N
K
Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa 1
3 1
2 7
S Pasar Ikan
2 2
3 2
9 S
Jalan Nelayan
Timur 2
1 2
2 7 S
Jalan Tongkol 2
3 2
2 9
S Fatahillah
Taman Fatahilah 3
3 2
3 11
T Jalan Kali Besar Barat-Timur
3 3
2 2
10 T
Pintu Besar Utara 3
3 1
2 9
S Jalan Bank
3 3
1 2
9 S
Jalan Poskota 3
3 1
2 9
S Jalan Lada
2 3
2 2
9 S
Jalan kali Besar Timur 4 3
3 1
1 8
S Jalan Kali Besar Timur 5
3 3
1 1
8 S
Jalan Cengkeh
2 3
3 2 10
T Taman Stasiun Kota
3 3
2 2
10 T
Jalan Ketumbar
2 3
1 2 7
S Jalan Kemukus
2 3
1 1
7 S
Jalan Kali Besar Timur 1 1
2 2
1 6
R Jalan Kali Besar Timur 2
2 1
2 2
7 S
Jalan Kali Besar Timur 3 3
3 2
3 11
T Jalan Teh
1 2
1 1
5 R
Pecinan Jalan Pancoran
3 2
3 3
11 T
Jalan Jembatan
Batu 2
3 1
1 7 S
Jalan Perniagaan
2 2
3 2 9
S Jalan Pintu Besar Selatan
2 2
3 2
9 S
Jalan Pintu Kecil 1
2 3
2 8
S Pekojan
Jalan Asemka 2
2 3
2 9
S Jalan
Pekojan 2 2 2 2
8 S
JIka ketiga penilaian digabungkan maka didapatkan nilai integritas ruang terbuka publik sebagai penilaian menyeluruh yang mencerminkan kualitas dan
signifikansi ruang terbuka publik bersejarah Tabel 14. Tabel 14. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta
Keterangan: N= nilai, K = kategori untuk nilai total T=tinggi, jika N=31-39, S=sedang, jika N=22-30, R=rendah, N=13-21.
Berdasarkan hasil penilaian secara komposit, nilai integritas diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu nilai integritas tinggi, sedang dan
rendah. Ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi dominan berada pada Zona Fatahillah sebagai cerminan keberhasilan dari sebuah ruang terbuka publik
Zona Ruang Terbuka
Nilai Historik
Nilai Estetika
Nilai Fungsi
Nilai Total
N K
N K
N K
N K
Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa 13
T 12 T
7 S 32
T Pasar Ikan
9 S 8 S
9 S 26
S Jalan Nelayan Timur
7 R
6 S 7 S
20 R
Jalan Tongkol
6 R 7 S 9
S 22
S
Fatahillah Taman Fatahilah
15 T
12 T
11 T
38 T
Jalan Kali Besar Barat- Timur
15 T 12 T 10 T
37 T
Pintu Besar Utara 15
T 12
T 9
S 36
T Jalan Bank
13 T
12 T
9 S
36 T
Jalan Poskota 14
T 12
T 9
S 35
T Jalan Lada
12 S
11 T
9 S
32 T
Jalan kali Besar Timur 4 13
T 10
T 8
S 31
T Jalan Kali Besar Timur 5
13 T
10 T
8 S
31 T
Jalan Cengkeh 12
S 8
S 10
T 30
S Taman Stasiun Kota
9 S
11 T
10 T
30 S
Jalan Ketumbar 11
S 11
T 7
S 29
S Jalan Kemukus
11 S
11 T
7 S
29 S
Jalan Kali Besar Timur 1 6
R 6
R 7
S 19
R Jalan Kali Besar Timur 2
7 R
6 R
7 S
20 R
Jalan Kali Besar Timur 3 12
S 7
R 11
T 30
S Jalan Teh
8 S
6 T
5 R
19 R
Pecinan Jalan Pancoran
10 S
10 T
11 T
31 T
Jalan Jembatan Batu 9
S 11
S 7
S 27
S Jalan Perniagaan
10 S
7 S
9 S
26 S
Jalan Pintu Besar Selatan 9
R 9
S 9
S 27
S Jalan Pintu Kecil
7 R
9 S 8
S 24
S Jalan Asemka
7 S
4 R 9 S
20 R
Jalan Pekojan 9
T 7
R 8
S 24
S
bersejarah. Taman Fatahillah merupakan ruang terbuka berejarah yang memiliki nilai integritas paling tinggi. Pengertian ruang publik berdasarkan Hakim 2002
bahwa ruang terbuka publik memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan seperti berjalan kaki, bermain, duduk, mengobrol dan sebagainya sudah
dipenuhi pada Taman ini. Sebagai peninggalan masa lalu, ruang terbuka tersebut memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap karakter kesejarahannya. Pola
square dan keberadaan bangunan bersejarah dengan arsitektur kolonial merupakan fakta sejarah dan representasi kota kolonial yang paling dominan.
Proporsi dan skala ruang tersebut sangat mendukung nilai estetikanya. Sebagai ruang publik, ruang terbuka tersebut sudah cukup memberikan kenyamanan dan
telah dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat Gambar 41.
Gambar 41. Ruang Terbuka Publik dengan Nilai Integritas Tinggi Sebagai ruang terbuka utama di Kota Tua, taman ini memiliki arti yang
penting bagi Kota Tua. Selain sebagai peninggalan sejarah juga menjadi pusat aktivitas masyarakat dan sebagai kawasan yang dijadikan icon atau landmark bagi
kawasan Kota Tua Dinas Tata Kota, 2005. Pada Zona Sunda Kelapa terdapat Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jalan Pancoran pada Zona Pecinan sebagai ruang
terbuka dengan nilai integritas tinggi. Secara spasial, nilai integritas ruang terbuka tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 42. Peta Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah
di Kota Tua Jakarta
Ruang terbuka di Zona Fatahillah yang juga memiliki nilai integritas tinggi adalah Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Cengkeh,
Jalan Poskota, Jalan Lada, namun juga terdapat ruang terbuka dengan nilai sedang dan rendah. Jalan Kali Besar Timur 3, Taman Stasiun Kota, Jalan Kemukus dan
Jalan Ketumbar dengan nilai sedang dan Jalan Kali Besar Timur 1, Jalan Kali Besar Timur 2 serta Jalan Teh. Walaupun nilai dan arti sejarah pada Jalan
Cengkeh tinggi, namun karena faktanya sudah mengalami banyak perubahan sehingga menurunkan nilai estetikanya dan ruang terbuka bersejarah ini termasuk
nilai integritas sedang nilai integritas sedang. Kawasan yang memiliki nilai sedang pada zona Sunda Kelapa adalah
Pasar Ikan dan Jalan Tongkol, sedangkan yang memiliki nilai rendah adalah Jalan Nelayan Timur. Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu
Kecil dan Jalan Perniagaan dengan nilai integritas sedang, dan Jalan Asemka dengan nilai integritas rendah. Pada Zona Pekojan terdapat Jalan Pekojan dengan
nilai integritas sedang. Ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi merupakan perwakilan
dari ruang terbuka bersejarah yang dianggap memiliki karakter sejarah yang dapat merepresentasikan citra pada masing-masing zona, memiliki nilai estetika yang
masih tinggi dan sebagai ruang yang telah memenuhi kriteria sebagai ruang publik. Sedangkan pada ruang dengan nilai integritas sedang dan rendah
dianggap belum atau tidak memenuhi ketiga kriteria nilai integritas ruang terbuka publik, baik pada nilai sejarah, estetika maupun fungsi.
5.4
.
Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan di Kota Tua Jakarta 5.4.1. Kebijakan Pemerintah
Dukungan terhadap upaya pengembangan Kota Tua dapat dilihat dari berbagai peraturan perundangan lainnya yang secara langsung dan tidak langsung
terkait dengan kawasan tersebut. Pada Tabel 15 dipaparkan beberapa perangkat peraturan yang dikeluarkan pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah dalam
upaya pelestarian aset-aset sejarah di Kota Tua Jakarta dan pemanfaatannya :
Tabel 15. Peraturan Terkait Revitalisasi Kota Tua Jakarta
No. Peraturan
Perundangan Tingkat
Perundangan Isi
Peran dukungan 1.
Staadblad No. 238 Tahun 1931
Pusat Penetapan Peraturan-
peraturan yang berhubungan dengan
Perlindungan Benda- benda yang memiliki
niali penting bagi sejarah, kesenian
dean paleoanthropologi
Memberikan perlindungan dan melakukan pendaftaran
benda-benda bersejarah dan pemiliknya
2. Undang-undang RI
Nomor : 5 Tahun 1992
Pusat Benda cagar budaya
Memberikan arahan pengaturan bagi
penguasaan, perlindungan, pemanfaatan dan
pengawasan benda cagar budaya
Mengamanatkan masalah pelaksanaan pengaturannya
3. Kepmen Dikbud RI
No. 0128M1988 Pusat Penetapan
beberapa gedung, museum,
masjid, dan gereja sebagai cagar budaya
yang dilindungi Memberikan perlindungan
terhadap gedung, museum, masjid dan gereja di Kota
Tua Jakarta spt : Museum Keramik, Museum
Fatahillah, Museum Bahari, Masjid Annawir di
Pekojan
4. SK KDKI
Jakarta No. Cd. 3170
Daerah Pernyataan daerah
Taman Fatahillah, Jakarta Barat sbg di
bawah daerah pemugaran Pem. DKI
Jakarta yang dilindungi oleh UU
Monumen Perlindungan terhadap
bangunan dan benda bersejarah yang berada di
sekitar Taman Fatahillah
5. SK Gubernur DKI
Jakarta No. Cb. 111121972
DKI Jakarta Penetapan bangunan-
bangunan bersejarah dan monumen di
wilayah DKI Jakarta sebagai bangunan
yang dilindungi Memberi penjabaran,
penjelasan dan pedoman mengenai penguasaan,
perlindungan, pemanfaatan dan pengawasan berkenaan
upaya pelestarian benda cagar budaya
5. SK Gubernur
KDKI Jakarta No. : D.III-
b114541973 Daerah
Pernyataan Jakarta Kota dan Pasar Ikan,
Jakarta Barat dan Utara sebagai
kawasan yang dilindungi
Perlindungan kawasan Jakarta Kota sebagian dari
Kota Tua Jakarta dan Pasar Ikan
6. Surat Keputusan
Gubernur No : D.III-
b.114561973 Daerah
Pernyataan daerah Glodok sebagai
daerah yang dilindungi
Perlindungan terhadap kawasan Glodok
No. Peraturan
Perundangan Tingkat
Perundangan Isi
Peran dukungan 8.
Surat Keputusan Gubernur KDKI
No : 475 Tahun 1993
Daerah Penetapan bangunan-
bangunan bersejarah di DKI Jakarta
sebagai benda cagar budaya
Memberikan penjelasan kepentingan pelestarian dan
penetapan bangunan bersejarah di DKI Jakarta
sebagai benda cagar budaya
9. Peraturan Daerah
No. 6 tahun 1999 tentang RTRW
DKI Jakarta 2010 Daerah
misi dan strategi pengembangan Tata
ruang Kotamadya terutama terkait
dengan pengembangan
kawasan kota tua Memberikan arahan dalam
pengembangan Kota Tua Jakarta
10 Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 9 tahun
1999 Daerah Pelestarian
dan pemanfaatan
lingkungan dan bangunan cagar
budaya Mendefinisikan BCB
Mendorong partisipasi masyarakat dalam
pelestarian BCB Mengatur tolak ukur BCB
11. SK Gubernur
DKI Jakarta No. 475
Tahun 2006 Daerah
Penetapan bangunan bersejarah sebagai
benda cagar budaya Memberikan perlindungan
terhadap bangunan dan lingkungan bersejarah di
DKI Jakarta
12. SK Gubernur
DKI Jakarta No. 34
Tahun 2006 Daerah
Tentang Penguasaan Perencanaan dalam
rangka penataan kawasan Kota Tua
seluas + 846 Ha yang terletak di
Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta
Barat Memberikan kejelasan
batasan luas Kota Tua
13. Peraturan Gubernur
No. 127 Tahun 2007
Daerah Pembentukan, organisasi dan tata
kerja unit penataan dan pengembangan
kawasan Koatua Pembentukan UPT Kota
Tua sebagai lembaga yang mengkoordinasi semua hal
yang menyangkut Kota Tua dengan berbagai instansi
atau pihak yang ada.
14. Draft Rencana
Induk Kota Tua 2007
Daerah Arahan
Pengembangan yang berisi Konsep dan
Penataan Kota Tua Memberikan arahan umum
dalam pengembangan Kota Tua Jakarta pada semua
aspek
Sumber: Dinas Museum dan Kebudayaan, Draft Rencana Induk Kota Tua
Secara umum, kebijakan pemerintah melalui peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik tingkat pusat maupun daerah sudah menunjukkan
dukungannya terhadap upaya perlindungan aset-aset bersejarah di Kota Tua Jakarta baik berupa bangunan maupun lingkungan bersejarah cagar budaya.
Melalui peraturan-peraturan ini diharapkan aset-aset yang mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dipertahankan, dipulihkan,
dilindungi dan dipelihara baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota Jakarta sebagai kota yang
memiliki berbagai sejarah perjuangan. Upaya pelestarian atas aset bersejarah telah dimulai sejak jaman Hindia
Belanda, yaitu sejak diterbitkannya Monumenten Ordonnantie Staatsblad tahun 1931 nomor 238 yang mengatur perlindungan terhadap benda-benda yang
memiliki nilai penting bagi prasejarah, sejarah, kesenian dan paleoanthropologi. Setelah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sejak kepemimpinan Ali Sadikin,
telah mengupayakan penyelamatan bangunan cagar budaya dan lingkungan cagar budaya melalui SK KDKI Jakarta No. Cd. 3170.
Kini sebagai pegangan dalam pengembangan Kota Tua, Dinas tata Kota akan menyelesaikan Rencana Induk Kota Tua Jakarta yang kini masih berupa draf
yang sedang dimatangkan. Terkait dengan ruang terbuka publik, berdasarkan Draf Rencana Induk Kota Tua yang akan ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta
secara khusus sudah digambarkan mengenai konsep dalam penataan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta. Salah satu isi konsep umum dalam Draft Rencana
Induk Kota Tua 2007 adalah ‘Pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka hijau kawasan’ dengan prinsip tata guna lahan
sebagai berikut : 1. Mengembalikan peran ruang terbuka sebagai ruang integrasi sosial antar
komunitas 2. Menciptakan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau pada berbagai layer
aktivitas kota, misalnya di lantai dasar, podium,lantai atap, dan lain-lain 3. Merumuskan dan memberlakukan kembali KDH kawasan yang mendukung
terciptanya karakter kawasan 4. Membuat sistem kompensasi atau insentifdisinsentif untuk merangsang
penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau terutama di kawasan berkepadatan tinggi
5. Menghidupkan kembali Ruang Terbuka Hijau menjadi ruang terbuka aktif yang mendukung meningkatkan jumlah dan kualitas ruang terbuka.
Isi dari prinsip tata guna lahan ruang terbuka telah menunjukkan bahwa telah ada upaya pemerintah untuk mengembalikan peran ruang terbuka sebagai
ruang publik. Ruang terbuka publik selain sebagai ruang integrasi sosial, diharapkan dapat menghidupkan ruang terbuka hijau untuk meningkatkan kualitas
ruang terbuka. Namun isi dari draf tersebut masih belum menggambarkan arahan secara lebih spesifik.
Insentif dan disinsentif juga disediakan untuk merangsang penyediaan ruang terbuka publik. Namun seharusnya usulan kebijakan tersebut tidak hanya
bagi penyedia ruang terbuka publik, tetapi juga bagi yang bersedia memanfaatkan ruang terbuka publik berdasarkan aturan pelestarian. Misalnya insentif diberikan
kepada pihak yang bersedia mengembangkan aktivitas wisata air di kawasan Sunda Kelapa dan Kali Besar serta memberikan disinsentif bagi pihak
pengembang yang merusak kawasan atau melanggar aturan pelestarian. Menurut Arifin 2005 salah satu pendekatan dalam pengelolaan lingkungan dapat
dilakukan dengan cara menjalankan insentif dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, dan sistem disinsentif bertujuan untuk
menanggulangi kerusakan lingkungan. Dalam Draf Rencana Induk Kota Tua telah diusulkan beberapa kawasan
yang dianggap membutuhkan ruang terbuka publik yaitu kawasan Pekojan, Pinangsia, Glodok dan Peremajaan dengan Taman Fatahillah sebagai ruang publik
utama Gambar 43. Usulan tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki tingkat kepadatan tinggi. Namun usulan tersebut perlu dikaji
kembali bagaimana strategi pelaksanaanya, mengingat kawasan tersebut hampir sudah tidak lagi memiliki lahan kosong, berarti untuk membuka ruang terbuka
perlu dilakukan pembongkaran kawasan yang sudah terbangun. Dalam draf tersebut, ruang terbuka di Zona Inti sebagai ruang terbuka publik hanya
dialokasikan pada Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama sedangkan ruang terbuka lainnya belum menjadi alternatif sebagi ruang publik.
Pertimbangan ruang terbuka publik bersejarah seharusnya dapat dijadikan sebagai alternatif pemilihan ruang publik yang pemanfaatannya disesuaikan
dengan nilai integritas dan karakter kawasan. Ruang terbuka publik bersejarah yang memiliki nilai integritas tinggi dapat diusulkan menjadi alternatif ruang
terbuka publik tambahan sebagai perluasan dari ruang publik utama.
Ruang terbuka sebagai ruang terbuka hijau yang menjadi usulan Draf Rencana Induk adalah kawasan Kali Besar, Roa Malaka, Jalan Nelayan Timur,
Jalan Pintu Kecil dan Jalan Pancoran serta Taman Gedung BNI Gambar 43. Usulan ruang terbuka pada Draf Rencana Induk yang termasuk Zona Inti adalah
hanya kawasan Kali Besar, Jalan Nelayan Timur dan Jalan Pancoran serta taman yang berada di depan Gedung BNI.
Gambar 43. Usulan Ruang Terbuka dan Tata Hijau dalam Rencana Induk Kota Tua Jakarta Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007
Ruang terbuka publik sebagai tempat aktivitas publik harus juga memberikan kenyamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan menata
penghijauannya. Penanaman pohon yang tepat akan membantu memberikan
PETA USULAN RUAN G TERBUKA
KOTA TU A JAKARTA
kenyamanan di Kota Tua. Secara mendasar pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta harus diupayakan dalam rangka pelestarian ruang bersejarah
dengan mengoptimalkan fungsinya sekaligus memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
Peran ruang terbuka publik bagi pejalan kaki sudah menjadi usulan dalam Draf Rencana Induk Kota Tua. Penyediaan jalur pedestrian yang nyaman pada
ruang terbuka publik menjadi bagian rencana dalam pengembangan Kota Tua Jakarta begitupula dengan sarana transportasi berupa shuttle bus sebagai alternatif
moda transportasi bagi pengunjung Kota Tua Gambar 44.
Gambar 44. Usulan Area Pejalan Kaki dan Jalur Shuttle Bus dalam Draf Rencana
Induk Kota Tua Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007 Usulan penyediaan jalur bagi pejalan kaki dan shuttle bus dalam draf
tersebut masih berupa arahan umum. Kawasan yang diusulkan sebagai jalur pejalan kaki belum ditentukan secara spesifik. Seharusnya jalur yang dipilih bagi
Area pej alan k ak i Pem berhent ian Shut t le
Bus
Jalur Shut t le Bus Bat as Zona I nt i
t erbaru
PETA USULAN AREA PEJALAN KAKI D AN
JALUR SH U TTLE BUS KOTA TUA
JAKARTA
pejalan kaki di kawasan bersejarah Kota Tua perlu mempertimbangkan potensi ruang berdasarkan nilai sejarah, estetika dan fungsi ruang. Sedangkan jalur yang
pernah digunakan bagi tram dapat digunakan sebagai jalur shuttle bus nantinya. Berdasarkan penelusuran sejarah, jalur yang pernah sebagai jalur tram di Zona Inti
adalah berawal dari ujung utara Jalan Cengkeh menuju Taman Fatahillah kemudian Jalan pintu Besar Utara dan menerus ke Jalan Pintu Selatan Dinas
Museum dan Kebudayaan, 2007. Jalur shuttle bus yang mengikuti jalur tram selain sebagai alternatif sarana transportasi dan wisata.
5.4.2. Pengelolaan dalam Pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta
Pengembangan Kawasan Kota Tua melibatkan banyak pihak terkait multi-stakeholder baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kotamadya. Berdasarkan
teori a triangle of forces and influences, terdapat tiga pihak yang merupakan segitiga kesatuan kekuatan dalam pengelolaan kawasan, yaitu pengelola kawasan,
perwakilan yang dipilih dan pengguna kawasan Arifin, 2005. Pihak pengelola kawasan Kota Tua adalah pemerintah yang berasal dari
unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kotamadya. Pihak perwakilan yang meliputi akademisi, praktisi dan Lembaga
Swadaya Masyarakat LSM. Sedangkan pengguna kawasan merupakan masyarakat di tingkat lokal yang juga sangat penting dalam rangka memberikan
penguatan kapasitas stakeholders lokal dalam pengembangan kawasan Kota Tua Gambar 45.
Gambar 45. Segitiga Kekuatan Peran Para Pihak dalam Pengelolaan kawasan
pengelola kawasan
pengguna kawasan
pihak perwakilan
a triangle of forces and
influences
Oleh karena itu perlu dikembangkan jaringan kerjasama yang baik antara Pemerintah, Lembaga Non Pemerintahan dan Masyarakat. Berikut ini hasil