II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lanskap Sejarah
Harris dan Dines 1988 menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau, yang di dalamnya terdapat bukti fisik
tentang keberadaan manusia di dalamnya. Lanskap sejarah historical landscape adalah bagian dari lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu didalamnya
sebagai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini Nurisjah dan Pramukanto, 2001.
Goodchild 1990 juga menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki daya tarik historis jika di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi
lanskap berikut ini : 1. Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah.
2. Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari 3. Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa penting
dalam sejarah. 4. Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau
monumen sejarahnya.
2.2. Kota tua sebagai Lanskap Sejarah
Kawasan kota tua merupakan salah satu contoh lanskap bersejarah karena memiliki kriteria-kriteria sebagai lanskap yang mencirikan karakter dan identitas
lanskap pada periode waktu tertentu pada masa lampau. Nilai lanskap sejarah suatu kota tidak dapat terlepas dari nilai sejarah kota itu sendiri. Nilai sejarah
suatu kota selain terdapat pada bangunannya, juga pada lingkungan ataupun kawasan yang berhubungan dengan kota tersebut misalnya, wajah jalan, lokasi
sejarah, fasade bangunan atau taman-taman sebagai unsur-unsur penting dari bentuk dan sifat kota Attoe, 1988.
Usaha perlindungan terhadap kota bersejarah perlu dilakukan guna menghindari lenyapnya lingkungan kota atau warisan-warisan peninggalan kuno
yang memiliki identitas tersendiri yang unik. Warisan budaya ini dapat menggambarkan dan menggabungkan kehidupan masa lampau dengan masa kini
sehingga menghasilkan kesinambungan yang mengikat satu generasi dengan generasi berikutnya.
2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah
Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah
terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya. Menurut Goodchild 1990, lanskap
sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu : 1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya.
2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah.
3. memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya. 4. Memberi kenyamanan publik public amenity.
5. Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.
Tindakan, perlakuan atau treatment kegiatan pelestarian adalah berbagai upaya atau proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan, mendukung
keutuhan bentuk dan karakter dari suatu kawasan dan elemen-elemen pembentuknya Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Dalam pengelolaan untuk
pelestarian lanskap sejarah, terdapat pilihan bentuk tindakan teknis yang dapat dilakukan. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap bersejarah
menurut Harvey dan Buggey 1988 adalah : 1. Preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa
diperkenankan adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek. 2. Konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh
dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga agar lanskap sejarah tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak sesuai.
3. Rehabilitasi, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap ke arah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter
sejarah. 4. Restorasi, yaitu meletakkan kembali sekuat mungkin apa yang semula ada pada
tapak.
5. Rekonstruksi, yaitu menciptakan kembali apa yang dulunya ada di tapak tetapi sudah tidak ada lagi.
6. Meletakkan apa yang sesuai pada suatu periode, skala, penggunaan dan seterusnya.
Selain tindakan-tindakan di atas terdapat beberapa upaya pelestarian lain yang perlu diarahkan pada lanskap bersejarah seperti adaptive use penggunaan
adaptif adalah upaya mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini.
Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan- warisan sejarah yang masih ada pada lanskap dan mengintegrasikannya dengan
kepentingan-kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang Nurisjah dan Pramukanto, 2001.
Revitalisasi juga merupakan salah satu upaya pelestarian lanskap bersejarah sebagai upaya mengangkat kembali fungsi awal dari suatu kawasan dengan
memberikan fungsi lain sesuai kebutuhan saat ini. Merevitalisasi suatu kawasan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan fisik semata. Upaya revitalisasi harus
didasari dengan pertimbangan, bahwa di dalam area pelestarian yang di dalamnya terdapat kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya, perlu dikembangkan dan
ditingkatkan secara selektif. Pada Burra Charter 1991 disebutkan, bahwa revitalisasi adalah sebuah upaya konservasi dengan cara memperbaharui suatu
tempat dengan fungsi yang sama atau dengan fungsi yang lebih sesuai, agar dapat dipergunakan. Fungsi yang lebih sesuai diartikan sebagai fungsi dengan memiliki
dampak yang minimal. Fitch 1990 menambahkan beberapa tindakan intervensi terhadap bangunan
bersejarah yaitu : 1. Replikasi, yaitu membuat konstruksi melalui cara peniruan terhadap bangunan
aslinya. 2. Facadism, yaitu mempertahankan hanya pada fasad bangunan walaupun di
belakangnya merupakan bangunan baru. 3. Konversi adaptive reuse. yaitu mengadaptasi bangunan lama dengan
penggunaan baru.
4. Demolisi, yaitu pembongkaran atau penggantian fungsi lama dengan fungsi baru.
Pelestarian lanskap sejarah sudah banyak dilakukan oleh negara-negara lain, seperti yang dilakukan di kawasan pemugaran Malaka, Malaysia. Revitalisasi
dilakukan dengan pelestarian bangunan bersejarah sebagai tengaran dengan skala lingkungan yang nyaman dan suasana yang festive, Pedagang Kaki Lima PKL
yang tertata dengan baik, sebagai atraksi bagi wisatawan dan lingkungan hunian lama yang terjaga proporsi dan skalanya Gambar 2.
Gambar 2. Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia Sumber: Dinas Tata Kota, 2007
Begitupula dengan kawasan budaya Bilbao, Spanyol, melalui revitalisasi
kawasan sepanjang sungai dengan arsitektur sebagai ikon kota dan kawasan di tepi sungai Liffey, Dublin, Irlandia melalui upaya revitalisasi dengan
meningkatkan kegiatan komersial pada bangunan lama dan menciptakan pedestrian-friendly, serta melakukan adaptasi fungsi bangunan tua dengan fungsi
baru Gambar 3. Revitalisasi ekonomi juga dilakukan pada kawasan pelestarian dengan memasukan kegiatan yang dapat men-generate melalui kegiatan tax
incentive Gambar 4.
a Bilbao, Spanyol b Kawasan Tepi Sungai Liffey, Irlandia
Gambar 3. Contoh Kawasan Pelestarian Budaya Sumber: Dinas Tata Kota, 2007
Gambar 4. Kawasan Pelestarian dengan Penerapan Heritage Tax Incentive Sumber: Dinas Tata Kota, 2007
2.4. Kualitas dan Signifikansi Laskap Sejarah
Tingkat kualitas dari sebuah lanskap sejarah ditentukan oleh lima hal Attoe, 1988 yaitu :
1. Being First, yaitu kualitas yang dihasilkan dari keberadaannya sebagai yang pertama.
2. Being historically noteworthy, yaitu kualitas yang dihasilkan dari keterkaitannya dengan orang atau even penting bersejarah.
3. Being exemplary, yaitu kualitas yang dihasilkan dari tingkat representasi terhadap ismgayaaliran tertentu.
4. Being typical, yaitu kualitas yang mewakili bentuk tradisi tertentu.
5. Being rare, yaitu kualitas yang didapatkan dari tingkat kelangkaan. Menurut Burra Charter Australia 1981, cultural significance adalah
sebuah konsep untuk membantu dalam mengestimasi nilai suatu tempat atau ruang yang memiliki signifikansi untuk dapat memahami masa lampau untuk
kepentingan masa kini dan yang akan datang. Terdapat banyak penilaian yang dapat digunakan dalam cultural significance Burra Charter Australia, seperti
aesthetic estetika, historic kesejarahan, scientific keilmuan dan social sosial serta penilaian lain dapat digunakan sesuai dengan konteks permasalahan pada
ruang tersebut. Adapun penjelasan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut : a. Historic Value, sebagai nilai yang berasal dari kerangka, kejadian dan
aktivitas sejarah yang mempengaruhi sebuah ruang. b. Aesthetics Value, sebagai nilai yang berasal dari persepsi yang diterima
dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut dapat berupa bentuk, skala dan proporsi, warna tekstur dan sebagainya.
c. Scientific Value, nilai yang berasal dari ketersediaan dan tingkat representasi serta kontribusi informasi.
d. Social Value mencakup kualitas suatu tempat terhadap lingkungan sekitar. Pengaruh tersebut dapat berupa spiritual, politik dan kultural.
e. Pendekatan lain sebagai penilaian tambahan yang dapat digunakan untuk memahami cultural significance dari suatu kawasan.
2.5. Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Publik