62 sehingga cenderung lebih memilih untuk tetap mempertahankannya daripada
mengganti tanaman lain yang belum tentu mendapatkan keuntungan yang besar dan lebih berpeluang untuk mencari penghasilan sampingan dari
sumber lain karena tanaman kemiri tidak memerlukan pengelolaan yang intensif. Sehingga alasan mengapa masyarakat yang berpendapatan rendah
menanam kemiri adalah karena biaya usaha yang tidak besar.
d. Faktor asal usul tanah
Ichwandi 2001 menyebutkan hak kepemilikan lahan di Kabupaten Maros diperoleh melalui jalur warisan, pembelian dan membuka lahan
sendiri. Hal ini juga berlangsung di Kecamatan Tanah Pinem. Asal usul kepemilikan lahan biasanya berhubungan dengan jenis tanaman apa yang
sebelumnya dikelola pada lahan tersebut. Seseorang yang membeli lahan, akan mengambil keputusan untuk tetap mempertahankan tanaman yang ada
diatasnya atau mengganti dengan jenis tanaman baru. Bila warisan, maka biasanya akan mempertahankan jenis tanaman yang ada. Suharjito 2002
menyebutkan bahwa salah satu alasan masyarakat Desa Buniwangi- Sukabumi memilih jenis tanaman yang diusahakan pada kebun talun adalah
warisan dari orang tua. Hal yang sama juga terjadi pada pewarisan repong damar di Pesisir Krui-Lampung Wijayanto 2002.
Sedangkan bila tanah tersebut berasal dari hasil garapan, apalagi lahan tersebut adalah kawasan hutan, maka jenis tanaman yang akan ditanam
adalah jenis tanaman yang mendatangkan manfaat bagi petani yang bersangkutan dan jenis yang dipilih berdasarkan jenis tanaman yang ada
disekitarnya. Jenis tanaman yang dipilih biasanya adalah jenis tanaman keras yang menghasilkan, memiliki daya tahan yang cukup tinggi, tidak dimakan
hama seperti monyet ataupun babi hutan. Beberapa responden yang membuka hutan menyatakan bahwa mereka lebih memilih jenis tanaman
kayu-kayuan karena bisa ditinggal dalam waktu lama. Hasil analisis menunjukkan bahwa asal usul lahan mempunyai nilai
koefisien positif dengan nilai odd rasio 24,843. Peluang seseorang yang memiliki lahan hasil garapan sendiri dari lahan hutan untuk mengelola kemiri
adalah 24,843 kalinya dari seseorang yang memiliki lahan dari hasil
63 membeli, ceteris paribus. Kecenderungan orang yang membuka hutan untuk
digarap sendiri akan memilih menanam dan mengelola kemiri dibanding dengan orang yang membeli lahan ataupun yang memperolehnya dari
warisan. Yusran 2005 menyebutkan bahwa status lahan kemiri yang dikelola
masyarakat di Kawasan Pegunungan Bulusaruang terdiri dari tanah milik, tanah negara dan hutan negara, yang akan berpengaruh pada performansi
hutan kemiri rakyat. Semakin kuat status lahan yang dikelola maka semakin intensif pengelolaannya dan menjamin kelestariannya. Sementara di
Kecamatan Tanah Pinem, pengelolaan lahan kemiri belum secara intensif, khususnya pada lahan hutan karena berhubungan dengan status lahan yang
berhubungan dengan tingkat resiko kerugian yang akan dihadapi bila sewaktu-waktu ada larangan memasuki kawasan hutan.
e. Faktor aksesibilitas ke ladang
Tingkat kesulitan ataupun kemudahan menjangkau suatu ladang, akan mempengaruhi jenis tanaman apa yang akan ditanam. Semakin dekat ladang
dan semakin mudah menjangkaunya dengan sarana transportasi seperti sepeda motor, maka jenis tanaman yang akan ditanam adalah jenis tanaman
yang cepat mendatangkan hasil, sedangkan semakin jauh ladangnya dan semakin sulit menjangkaunya dengan sarana transportasi maka akan lebih
memilih menanam jenis tanaman tahunan. Keputusan menanam jenis tanaman pertanian atau tanaman tahunan sangat berhubungan dengan jarak
tempuh dan tingkat kesulitan menjangkaunya. Hal ini berhubungan dengan intensitas seseorang pergi ke ladang dan tingkat kemudahan dalam
pengangkutan sarana dan prasarana produksi serta hasil. Hasil analisis menunjukkan bahwa aksesibilitas ke ladang mempunyai
nilai koefisien negatif dengan nilai odd ratio 0,244. Peluang seseorang untuk mengelola kemiri pada lahan yang memiliki aksesibilitas ke ladang lebih
mudah adalah sebesar 0,244 kalinya dibanding dari seseorang yang memiliki aksesibilitas ke ladang sulit, atau peluang seseorang untuk mengelola kemiri
pada lahan yang memiliki aksesibilitas ke ladang sulit adalah 4,09 10,244 kali daripada yang memiliki aksesibilitas ke ladang mudah, ceteris paribus.