Faktor aksesibilitas ke ladang

66 berpeluang lebih besar menanam kemiri karena waktu yang dimilikinya akan lebih banyak dalam pekerjaan utamanya. Responden yang memiliki pekerjaan utama bukan petani, akan cenderung mempekerjaan orang lain untuk mengelola lahan miliknya. Sementara seseorang petani yang memiliki pekerjaan sampingan, kemungkinan memberi peluang menanam kemiri juga semakin besar, seperti pedagang, sopir dan buruh bangunan. Ternyata, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan ada atau tidaknya pekerjaan sampingan tidak berpengaruh nyata dalam menentukan keputusan untuk menanam kemiri. c. Status kepemilikan lahan Status lahan bersertifikat dan belum bersertifikat tidak berpengaruh dalam mendorong masyarakat untuk menanam kemiri. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan sertifikat tidak akan mempengaruhi seseorang untuk menanam atau tidak menanam kemiri. Petani kemiri yang tidak memiliki sertifikat 85,71 dan petani non kemiri yang tidak bersertifikat 66,67. Ini menunjukkan bahwa apapun status lahan, masyarakat bebas menentukan untuk menanam kemiri dan non kemiri. Faktor status lahan milik atau lahan sewa juga tidak berpengaruh dalam menjelaskan peluang menanam kemiri. Adanya masyarakat yang menyewakan lahan yang ditanami kemiri menunjukkan bahwa jenis tanaman apapun yang ada pada sebidang lahan tidak mempengaruhi seseorang untuk menyewa lahan sepanjang usaha tersebut memberikan pendapatan bagi penyewa. Masyarakat yang menyewa kemiri hanya bersifat memungut hasil, menjaga dan tidak untuk mengganti tanaman kemiri. Hal ini didukung dengan penelitian Sumaryanto 2006 bahwa sikap petani pemilik dan penyewa tidak berbeda dalam menentukan pola tanaman pada lahan miliknya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan tidak mempengaruhi masyarakat untuk menanam kemiri. d. Jumlah anggota keluarga Hal ini berhubungan dengan jumlah anak sekolah, jumlah anggota keluarga produktif dan jumlah anak sekolah di luar daerah. Dalam melakukan usaha tani, idealnya semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak 67 tenaga kerja yang berperan dalam kegiatan usaha taninya. Ternyata pada hasil pengolahan data menunjukkan bahwa besar kecilnya jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh dalam menentukan untuk menanam kemiri pada lahan milik masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang besar belum tentu keseluruhannya berperan dalam melakukan kegiatan pertanian. Ini terjadi karena anggota keluarga terdiri dari anak-anak yang masih bersekolah, ada anggota keluarga yang bersekolah di luar daerah dan ada tanggungan yang sudah berusia lanjut tidak produktif. Hal ini berbeda dengan Sumaryanto 2006 yang menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga akan berperan dalam melakukan diversifikasi usaha. Perbedaan ini bisa terjadi karena usaha tanaman pertanian memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak karena pengelolaannya yang lebih intensif sedangkan dalam mengelola tanaman kemiri kurang intensif. e. Pengalaman bertani Pada hasil pengolahan data diketahui bahwa pengalaman bertani responden tidak berpengaruh dalam memilih untuk mengelola kemiri. Ichwandi 2001 menyebutkan bahwa pengalaman dalam usaha tani dapat menunjukkan tersedianya tenaga kerja yang telah mempunyai keterampilan awal yang cukup memadai. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian karena adanya berbagai latar belakang yang dialami oleh petani kemiri, seperti harga kemiri yang tidak mendukung, perolehan hasil yang semakin berkurang, masalah hama dan penyakit, pengangkutan yang sulit serta pengolahan hasil pengupasan. Latar belakang inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pengembangan tanaman kemiri pada lahan milik. Akibatnya, beberapa petani mulai melakukan konversi lahan menjadi lahan pertanian, baik pada lahan datar maupun pada lahan yang miring. f. Jarak dari rumah ke ladang Untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam pada lahan masyarakat, dipengaruhi oleh jarak dari rumah ke ladang. Jenis tanaman kayu-kayuan akan lebih cenderung ditanam masyarakat pada lahan miliknya yang jaraknya sangat jauh dari rumah karena berhubungan dengan intensitas kunjungan yang lebih sedikit dan dapat ditinggalkan dalam waktu yang lama. 68 Tetapi pada penelitian ini, faktor jarak dari rumah ke ladang tidak berpengaruh pada peluang untuk menanam kemiri. Penyebabnya adalah karena hampir sebagian besar lahan masyarakat berada pada kondisi topografi yang curam dan terjal dan berada disekitar lingkungan masyarakat. Tanaman kemiri yang ditanam pada lahan yang jauh adalah lahan-lahan hasil garapan yang merupakan lahan hutan yang jaraknya cukup jauh dari rumah masyarakat. Hasil berbeda dengan penelitian Fatmawati 2011 yang menyebutkan bahwa jarak akan mempengaruhi peluang masyarakat menanam cendana. Semakin dekat jarak dari rumah, peluang menanam cendana akan semakin besar, karena menanam cendana dekat rumah akan lebih aman dari pencurian, bahaya kebakaran, pengembalaan liar dan penebangan illegal. Untuk menanam jenis tanaman kayu komersil yang memiliki nilai jual tinggi memang lebih baik ditanam pada lahan yang dekat dengan rumah penduduk. g. Tingkat pendidikan sekolah Pendidikan akan mempengaruhi pengambilan keputusan petani. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi masyarakat menanam kemiri. Hal ini didukung oleh Sumaryanto 2006 yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan tidak mempengaruhi petani melakukan diversifikasi usaha. Hardjanto 2003 menyebutkan bahwa tingkat pendidikan petani umumnya sangat terbatas rendah, yang berdampak pada keterbatasan pengetahuan. Akibatnya untuk memulai suatu yang baru akan memakan waktu yang lama, seperti penggunaan teknologi pertanian. Silamon 2011 menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki kecenderungan hubungan berbanding terbalik dengan keputusan mengusahakan hutan rakyat, dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin kecil peluang untuk mengusahakan hutan rakyat atau petani dengan pendidikan yang semakin rendah akan semakin besar peluangnya untuk mengusahakan hutan rakyat. Pada akhirnya, faktor pendidikan yang rendah menyebabkan petani memilih menanam jenis tanaman yang tidak intensif karena dilatarbelakangi oleh pengetahuan yang terbatas. 69 Hasil analisis faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi masyarakat mengelola kemiri menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan kegiatan hutan rakyat dengan jenis tanaman kemiri yaitu pada lahan masyarakat yang diperoleh dari membuka hutan, pendapatan masyarakat khususnya pada masyarakat yang berpenghasilan rendah, lahan-lahan masyarakat yang sulit dijangkau, luas kepemilikan lahan khususnya pada masyarakat yang memiliki lahan yang berada pada lahan miring curam dan terjal dan kelompok masyarakat yang kurang produktif.

5.3 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Kemiri Rakyat

Untuk melakukan analisis keberlanjutan pengelolaan kemiri diketahui dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Aspek yang digunakan dalam analisis ini merupakan kombinasi yang sudah dimodifikasi sesuai kebutuhan analisis keberlanjutan pengelolaan untuk jenis tanaman hasil hutan bukan kayu berdasarkan pendekatan indikator LEI 2001, Davis et al. 2001 dan Dephut et al . 1997. Selanjutnya adalah hasil penilaian terhadap masing-masing indikator.

5.3.1 Aspek Ekologi

Hasil penilaian setiap indikator dari aspek ekologi adalah yang bernilai Baik sebanyak 3 30; yang bernilai Cukup sebanyak 7 70; dan yang bernilai Jelek tidak ada. Adapun penjelasan setiap indikator adalah sebagai berikut: Tabel 24 Hasil penilaian aspek ekologi pada pengelolaan tanaman kemiri No Indikator Penilaian Keterangan 1 Erosi B 2 Produksi lahan C 3 Karakteristik air B 4 Kualitas air C 5 Cara mengambil manfaat B 6 Pengendalian hama dan penyakit C 7 Adanya gangguan kebakaran, hama penyakit, banjir, tanah longsor, dll C 8 Struktur tegakan C 9 Penutupan lahan C 10 Konservasi tanah C Keterangan : B= Baik, C= Cukup 70 1 Erosi tanah Erosi adalah peristiwa terangkutnya partikel tanah oleh air ke tempat yang lebih rendah. Peristiwa erosi merupakan hal alami yang tidak dapat dihindarkan dan erosi alami tidak akan menimbulkan kerusakan. Erosi yang menimbulkan kerusakan adalah erosi yang mengangkut partikel tanah dalam jumlah yang sangat besar dan menyebabkan terkikisnya lapisan solum tanah, yang pada akhirnya menimbulkan lahan kritis. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi adalah iklim curah hujan, topografi, pola penggunaan lahan, jenis tanah dan kegiatanaktivitas manusia. Hutan rakyat adalah salah satu pola yang dapat diadopsi untuk mengatasi erosi, seperti hutan rakyat pola agroforestry. Mahendra 2009 menyebutkan bahwa dengan sistem agroforestry memungkinkan terciptanya multi strata tajuk. Pohon yang dominan akan menempati tajuk paling atas dan tanaman pangan akan menempati strata paling bawah.Akar pohon akan berfungsi sebagai spon pengikat air, dapat mengurangi laju infiltrasi dan tajuk dapat mengurangi kerusakan akibat air hujan. Penerapan sistem agroforestry akan meningkatkan konservasi tanah dan air suatu lahan. Haryadi 2006 menyebutkan, hutan rakyat pola campuran berperan dalam mencegah terjadinya erosi karena 1 kerapatan lapisan tajuk, 2 perakaran tanaman yang kuat dan 3 adanya kegiatan pengelolaan lahan. Peran hutan rakyat sengon dengan sistem agroforestry telah membuat masyarakat Desa Pecekelan sadar akan keberadaan hutan rakyat yang dapat memberikan keamanan lingkungan seperti dari aspek konservasi tanah, yaitu berkurangnya tanah longsor oleh run off Rahayu dan Awang 2003. Tentu hal ini berkaitan dengan tingkat erosi yang dihasilkan hutan rakyat adalah kecil. Lapisan tanah yang ditumbuhi oleh tanaman keras akan berperan dalam mencegah terjadinya erosi. Suripin 2004 menyatakan hutan yang terpelihara dengan baik yang dikombinasikan dengan tanaman penutup tanah rumput, perdu, semak dan belukar merupakan pelindung tanah yang ideal dalam mencegah terjadinya erosi. Pengaruh vegetasi dalam memperkecil laju erosi adalah 1 vegetasi mampu menangkap intersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah; 2 tanaman penutup mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga 71 mengurangi kecepatan aliran permukaan; 3 perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas; 4 aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah; dan 5 tanaman mendorong transpirasi air sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan bawahnya. Kecamatan Tanah Pinem adalah kecamatan yang berada di daerah yang cukup berbukit dengan kondisi topografi seperti pada Tabel 10, dengan curah hujan yang cukup tinggi serta kegiatan masyarakat yang umumnya bertani dengan pola penggunaan lahan seperti ladanghuma, kebuntegalan dan perkebunan. Dengan kondisi di atas, maka segala bentuk aktifitas masyarakat dalam pengelolaan lahan akan berdampak terhadap terjadinya erosi. Dari hasil perhitungan prediksi erosi tanah di Kecamatan Tanah Pinem dengan menggunakan pendekatan dari Universal Soil Loss Equation USLE yaitu memprediksi laju erosi rata-rata lahan pada suatu kemiringan lahan dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan, diperoleh data seperti Tabel 25. Tingkat bahaya erosi pada lokasi penelitian berada pada kategori ringan sampai sedang. Hal ini dapat dipengaruhi dari keberadaan hutan yang ada di daerah bertopografi bergelombang sampai terjal, sehingga ada pelindung tanah yang bersifat mencegah terjadinya erosi tanah. Data ini menunjukkan bahwa kondisi lahan masih cukup baik. Tabel 25 Prediksi tingkat bahaya erosi potensial di Kecamatan Tanah Pinem No Tingkat bahaya erosi aktual tonhatahun Luas ha Persentase 1 Bahaya erosi I 15 tonhatahun 10.050,65 22,87 2 Bahaya erosi II 16 – 60 tonhatahun 32.061,46 72,97 3 Bahaya erosi III 60 – 180 tonhatahun 57,38 0,13 4 Bahaya erosi IV 180-480 tonhatahun - - 5 Bahaya erosi V 480 tonhatahun - - 6 Tidak ada data 1.770,51 4,03 Jumlah 43.940,00 100 Sumber : BPKH Wilayah 1 Medan 2001 Keberadaan tanaman kemiri, pada lahan-lahan yang bertopografi bergelombang sampai terjal di Kecamatan Tanah Pinem akan berperan dalam menjaga tanah agar terhindar dari erosi dan tanah longsor. Pada lahan-lahan yang 72 ditanami tanaman kemiri, tampak bahwa lapisan permukaan tanah dalam kondisi ditumbuhi tumbuhan bawah yang berperan dalam mencegah terjadinya erosi. Pada lahan-lahan yang ditanami tanaman kemiri tidak ada dijumpai penipisan lapisan tanah karena tajuk yang lebat dan lebar serta tumbuhan bawah yang tumbuh rapat berperan melindungi tanah dari pengaruh tumbukan air hujan sehingga tidak menimbulkan erosi. Lain halnya pada lahan-lahan yang ditumbuhi oleh tanaman pertanian berdaur pendek seperti tanaman jagung, tampak adanya erosi alur yang membentuk parit-parit kecil tempat berlalunya air yang mengangkut partikel tanah. Hal ini terjadi karena tidak adanya perlindungan terhadap permukaan tanah pada saat hujan turun. Gambar 11 Tumbuhan bawah pada tegakan kemiri berperan dalam mencegah terjadinya erosi. 2 Produktivitas lahan Produktivitas lahan untuk jenis tanaman kemiri yang ada di Kecamatan Tanah Pinem selama 10 sepuluh tahun terakhir disajikan pada Gambar 12. Tampak pada gambar bahwa produktivitas kemiri naik turun seiring dengan naik turunnya luas tanaman kemiri. Produksi kemiri dipengaruhi oleh umur tanaman, yang rata-rata tanaman sudah termasuk pada kategori tidak produktif dan kondisi kesehatan tanaman.