Pengelolaan Hutan Lestari Analysis of Candlenut Tree Management in Tanah Pinem District, Dairi Regency, North Sumatera Province

22 pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat community based forest management adalah hutan yang dikelola sebagai hutan rakyat hutan milik atau hutan adat. Standar untuk kegiatan pengelolaan ini disebut dengan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari PHBML yang diartikan sebagai segala bentuk pengelolaan hutan dan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara- cara tradisional baik dalam bentuk unit komunitas, unit usaha berbasis komunitas koperasi dalam arti luas, maupun individual berskala kecil sampai sedang yang dilakukan secara lestari. Untuk mendapatkan sertifikat PHBML, maka ada prosedur yang harus dipenuhi yang dinilai sesuai dengan standar dan kriteria yang ditentukan yang mencakup pada aspek sosial, produksi dan ekologi yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dikembangkan. Standar kriteria dan indikator dalam dokumen PHBML masih dibatasi pada ukuran-ukuran kelestarian PHBM dengan produk utama kayu. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari dapat diwujudkan apabila dimensi hasil outcame dapat dicapai melalui strategi dan kegiatan manajemen yang tepat. Pada Tabel 9 dapat dilihat kriteria dan indikator PHBML. 23 Tabel 9 Kriteria dan Indikator PHBML No Prinsip Kriteria Indikator 1 Kelestarian fungsi produksi 1.Kelestarian sumberdaya P.1.1. Lokasi HBM sesuai dengan peruntukan lahan P.1.2. Status dan batas lahan jelas P.1.3. Perubahan luas penutupan lahan P.1.4. Managemen pemeliharaan hutan P.1.5. Sistem silvikultur sesuai daya dukung hutan 2. Kelestarian hasil P.2.1. Penataan areal pengelolaan hutan P.2.2. Kepastian Adanya Potensi Produksi untuk Dipanen Lestari P.2.3. Pengaturan hasil P.2.4. Efisiensi pemanfaatan hutan P.2.5. Keabsyahan Sistem Lacak Balak dalam hutan P.2.6. Prasarana pengelolaan hutan P.2.7. Pengaturan manfaat hasil 3. Kelestarian usaha P.3.1. Kesehatan usaha P.3.2. Kemampuan akses pasar P.3.3. Sistem Informasi Managemen SIM P.3.4. Tersedia tenaga trampil P.3.5. Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan P.3.6. Kontribusi terhadap peningkatan kondisi sosial dan ekonomi setempat kelestarian 2 Kelestarian fungsi ekologi 1.Stabilitas ekosistem E1.1 Tersedianya aturan kelola produksi yang meminimasi gangguan terhadap integritas lingkungan E1.2 Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata baik terhadap keseluruhan kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di lapangan E1.3 Dampak kegiatan kelola produksi terhadap stabilitas ekosistem tanah, air, struktur dan komposisi hutan dan intensitasnya terdokumentasi E1.4 Adanya rencana kelola lingkungan dan efektifitas kegiatannya 2. Sintasan spesies langkaendemik dilindungi E2.1 Tersedianya informasi mengenai spesies langkaendemikdilindungi dan agihan habitatnya yang penting dalam kawasan E2.2 Adanya upaya minimasi dampak kelola produksi terhadap spesies langka endemikdilindungi 3 Kelestarian fungsi sosial 1. Kejelasan sistem tenurial lahan dan hutan komunitas S1.1. Status lahanareal tidak dalam proses konflik dengan warga anggota komunitasnya maupun pihak lain; S1.2. Kejelasan batas-batas areal dengan pihak lain; S1.3. Fungsi kawasan menurut kepentingan komunitaspublik secara jelas diakui sebagai kawasan hutan tetap; S1.4. Digunakannya tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang demokratis dan adil terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama; S1.5. Pelaku pengelolaan PHBM benar-benar warga komunitas, baik dijalankan sendiri atau bermitra. 2.Terjaminnya ketahanan dan pengembangan ekonomi komunitas S2.1. Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas generasi; S2.2. Penerapan teknik-teknik produksi minimal tetap mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja yang ada, baik laki-laki maupun perempuan; S2.3. Kegiatan pengelolaan hutan maupun paska panen sejauh mungkin dikembangkan di dalam wilayah komunitas dan menggunakan tenaga kerja komunitas. 3.Terbangunnya pola hubungan sosial yang simetris dalam proses produksi S3.1. Pola hubungan sosial yang terbangun antara berbagai pihak dalam pengelolaan hutan merupakan hubungan sosial relatif sejajar. S3.2. Pembagian kewenangan jelas dan demokratis dalam organisasi penyelenggaraan PHBM 4. Keadilan manfaat menurut kepentingan komunitas S4.1. Ada kompensasi atas kerugian yang diderita komunitas secara keseluruhan akibat pengelolaan hutan oleh kelompok dan disepakati seluruh warga komunitas; S4.2. Seluruh warga komunitas dan publik terbuka untuk terlibat dalam penyelenggaraan PHBM S4.3. Ada mekanisme pertanggungjawaban publik dari kelompok pengelola terhadap komunitas danatau publik Sumber: LEI 2001 24

2.4 Tanaman Kemiri

Permenhut No. P.35Menhut-II2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK menyebutkan bahwa kemiri termasuk pada kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan dengan produk minyak kemiri dan kelompok tumbuhan obat dengan produk ekstrak pepagan. Permenhut No. P.03Menhut-V2004 tentang pedoman pembuatan tanaman hutan rakyat Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan menyebutkan bahwa kemiri adalah tanaman MPTS yaitu jenis tanaman serba guna yang dapat diambil buah, bunga, kulit dan daunnya. Tanaman kemiri merupakan tanaman yang dapat memberikan manfaat sosial kepada masyarakat, manfaat ekonomi untuk meningkatkan devisa negara dan manfaat lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Kemiri termasuk jenis tanaman untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, mencegah erosi, peningkatan kualitas lingkungan dan pengatur tata air. Pohon kemiri Aleurites moluccana merupakan family Euphorbiaceae dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 bisa juga sampai 1200 m diatas permukaan laut. Tanaman kemiri tidak memerlukan persyaratan khusus karena kemiri dapat tumbuh pada lapangan yang berkonfigurasi datar sampai pada tempat-tempat bergelombang dan curam, pada tanah yang subur sampai kurang subur dan pada daerah yang beriklim kering sampai daerah beriklim basah Djajapertjunda 2003; Sunanto 1994; Paimin 1994 . Kemiri dapat tumbuh pada daerah dengan jumlah curah hujan 1.500-2.400 mmtahun dan suhu 20 -27 C Deptan 2006a. Dalam Warta litbang Deptan tahun 2006 disebutkan bahwa tanaman kemiri dapat tumbuh pada suhu 21 -28 C, kelembaban udara rata-rata 75, curah hujan 1.100- 2.400 mmtahun dan dengan jumlah hari hujan antara 80-100 hari. Manfaat tanaman kemiri sangat banyak. Menurut Sunanto 1994 manfaat tanaman kemiri adalah untuk bumbu masak, bahan baku industri, dan pohon kemiri digunakan untuk membuat perabot rumah tangga, kayu bakar, bahan baku korek api dan pembuatan bahan pulp bahan pembuat kertas. Tanaman kemiri digunakan sebagai Hutan Tanaman Industri HTI di daerah Nusa Tenggara Barat, cocok untuk tanaman reboisasi, penghijauan dan tempat berlindung ternak pada areal penggembalaan. 25 Permintaan buah kemiri akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya permintaan bahan baku industri. Menurut Paimin 1994 peningkatan permintaan kemiri diperkirakan akan mencapai 10-20 setiap tahunnya. Peningkatan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi melalui perkembangan industri dan dapat meningkatkan lapangan kerja. Tanaman kemiri menyebar di beberapa daerah di Indonesia dengan sebaran terbanyak terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Aceh dan Sumatera Utara Koji 2002. Sunanto 1994 menyebutkan bahwa awalnya tanaman kemiri merupakan tanaman yang tumbuh secara alami, namun kemudian ditanam masyarakat di daerah-daerah yang penduduknya telah tinggal secara menetap karena buahnya dapat dimanfaatkan penduduk. Tanaman kemiri dapat menghasilkan buah 2-3 kali dalam setahun musim berbuah setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada iklim. Musim berbunga terjadi pada awal musim hujan dan buah terbentuk setelah 3-4 bulan atau pada akhir musim penghujan. Jumlah panen buah tergantung pada umur tanaman dan pertumbuhan pohon. Pohon kemiri yang tumbuh pada daerah subur, panen pertamanya dapat mencapai 10 kg biji kupasanpohon. Pada umur 6 tahun menghasilkan 25 kg biji kupasan. Pada usia 11-20 tahun produksinya akan stabil sekitar 35-50 kgpohontahun. Produksi pohon kemiri dewasa yang tumbuh dengan baik dapat mencapai 200 kg biji kupasan per pohon. Setelah berumur di atas 50 tahun produksinya mulai menurun. Produksi kemiri per hektar dapat mencapai 2 ton biji atau 0,5 ton biji kupasan Deptan 2006a; Paimin 1994. Koji 2002 menyebutkan bahwa budidaya kemiri sangat mudah. Setelah menanam kemiri di kebun, petani hanya melakukan pembersihan gulma sekali setahun dan menunggu sampai waktu panen tiba. Secara konvensional, pohon kemiri ditanam dengan jarak yang cukup besar atau lebih, karena dapat memberikan kesempatan kepada petani untuk membudidayakan berbagai tanaman dalam ruang terbuka. Panen buah dapat dilakukan mulai tahun ketiga dan produksi buah biasanya mulai menurun pada usia 35 tahun ke atas. Kemiri adalah tanaman berguna yang penting di Indonesia karena telah tumbuh baik untuk tujuan subsisten dan komersial dan penting dalam 26 -200 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 V o lu m e e k sp o r T o n Tahun mempertahankan kehidupan masyarakat sehari-hari Koji 2002. Peran tanaman kemiri dalam rehabilitasi hutan di Indonesia, dibagi menjadi dua periode yaitu Jaman Kolonial dan Jaman Orde Baru. Pada tahun 1920 dan 1930-an, di Sulawesi Selatan, Lembaga Kehutanan Belanda menganjurkan menanam kemiri untuk merehabilitasi lahan perladangan berpindah yang telah ditinggalkan. Pada rezim Orde Baru, untuk mengatasi masalah perambahan lahan, dilakukan kebijakan kegiatan pertanian yang diakui di dalam kawasan hutan jika dikombinasikan dengan tumbuhan berguna seperti kemiri. Kemiri dari Indonesia sudah pernah di ekspor dengan tujuan Amerika, Arab Saudi, Hongkong, Singapura dan Australia. Sementara kemiri dari Sumatera Utara telah diekspor ke Malaysia dan Singapura Sunanto 1994. Namun, untuk volume ekspor kemiri ke luar negeri menunjukkan kondisi yang naik turun. Sumber : Deptan 2009 Gambar 2 Volume ekspor kemiri Indonesia tahun 1975-2007. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa ekspor kemiri cenderung tidak stabil sejak tahun 1975 sampai tahun 2007. Ekspor tertinggi dicapai tahun 1993 yaitu mencapai 1.379 ton dan pada tahun 1996 sampai tahun 2003 dan tahun 2006 sampai 2007 tidak ada ekspor. Dari data statistik Deptan 2009 juga diperoleh data bahwa pada tahun 2004 dan 2005, Indonesia malah mengimpor kemiri sebanyak masing-masing 13 ton dan 15 ton. 27

2.5 Beberapa Studi Terdahulu

Penelitian tentang kemiri sudah cukup berkembang. Adapun beberapa hasil- hasil penelitian yang sudah dilakukan sehubungan dengan pengelolaan kemiri rakyat sebagai berikut: 1 Pada tahun 1999, Yusran melakukan penelitian tentang analisis model pengelolaan hutan kemiri rakyat di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Hasilnya adalah 1 Keadaan sosial ekonomi masyarakat mendukung pengembangan hutan kemiri rakyat; 2 Potensi tanaman kemiri rakyat cukup tinggi tetapi umur tegakan tidak produktif sehingga tidak menjamin kelestarian hasil; 3 Kontribusi kemiri hanya 7,6 tetapi mempunyai nilai strategis dalam ekonomi petani; 4 Usaha kemiri rakyat secara finansial menguntungkan dan layak untuk dikembangkan; 5 Sistem pasar kemiri di Kabupaten Maros mendekati sistem pasar persaingan sempurna; dan 6 Sistem kelembagaan pengelolaan hutan kemiri rakyat lebih bersifat non formal dan lembaga formal yang ada belum berperan dalam pengembangan kemiri rakyat. 2 Pada tahun 2005, Yusran melakukan penelitian tentang analisis performansi dan pengembangan hutan kemiri rakyat di kawasan pegunungan Bulusaruang. Hasilnya adalah 1 Perbedaan status penggunaan lahan mempengaruhi performansi hutan kemiri rakyat; 2 Semakin kuat status lahan yang dikelola, semakin intensif pengelolaan, semakin besar nilai ekonominya dan terjamin kelestarian sistem kelembagaan lokal yang memiliki nilai-nilai sosial. Tetapi, cenderung semakin menurunkan nilai keanekaragaman jenis tanaman; 3 Penguatan status lahan penting dilakukan untuk menjamin kelestarian hutan kemiri yang mempertimbangkan aspek ekologi, nilai-nilai sosial dan ancaman fragmentasi lahan; dan 4 Ketidakpastian status pengusahaan hutan merupakan kelemahan yang menjadi sumber ancaman dalam pengelolaan hutan kemiri yang juga mempengaruhi kelestarian tanaman. 3 Wibowo 2007 melakukan penelitian tentang pengusahaan tanaman kemiri di Desa Kuala, Tanah Karo. Hasilnya adalah bahwa pengusahaan kemiri cukup memberikan kontribusi ekonomi bagi petani, pedagang pengumpul dan pengecer dan kegiatan penanaman kemiri menumbuhkan usaha jasa pengupasan kemiri. Usaha pengupasan kemiri dengan cara sederhana hanya