Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenagakerja

7.1. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenagakerja

Dalam struktur SNSE yang telah dibangun, faktor-faktor produksi secara garis besar dibagi ke dalam dua jenis faktor yakni tenaga kerja dan modal. Tenaga kerja itu sendiri di rinci menjadi 1 tenaga kerja pertanian, 2 tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual, 3 tenaga kerja tata usaha, tata usaha penjualan dan jasa-jasa, dan 4 tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, profesional dan militer. Distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor produksi baik yang berupa upah dan gaji tenaga kerja maupun balas jasa modal merupakan nilai tambah yang ada dalam perekonomian wilayah setempat. Pada tabel 28 dapat dilihat dampak investasi dalam rangka revitalisasi sektor kehutanan terhadap pertambahan total nilai tambah. Secara umum semua kebijakan investasi tersebut dapat menaikan total nilai tambah perekonomian Provinsi Jambi dengan persentase yang berbeda-beda tergantung jenis dan besarnya investasi yang ditanamkan berkisar antara 5.05 persen sampai 120.20 persen. Pertambahan nilai tambah tersebut didistribusikan kepada faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal. Secara umum menunjukkan bahwa distribusi pertambahan nilai tambah dari industri hilir kehutanan lebih banyak kepada faktor produksi modal. Sebaliknya sektor kehutanan primer produksi bahan baku dan industri hulu kehutanan atau kombinasi investasi yang lebih dominan pada sektor kehutanan primer serta industri hulu kehutanan cenderung distribusi pertambahan nilai tambahnya lebih besar kepada faktor produksi tenaga kerja. Fakta ini menunjukkan bahwa sesungguhnya investasi kehutanan dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan tenaga kerja kehutanan khususnya yang berada di pedesaan dimana pada umumnya sektor kehutanan beraktifitas. Jika diperhatikan lebih seksama Tabel 28, maka dapat diuraikan lebih detil distribusi nilai tambah atau pendapatan faktor produksi sebagai berikut. Kebijakan pembangunan kehutanan yang sifatnya parsial Simulasi 1 sampai Simulasi 5 yang dianggap paling mampu meningkatkan pendapatan faktor produksi dalam perekonomian wilayah Jambi adalah kebijakan meningkatkan produksi pulp sebesar 100 persen Simulasi 2. Mulai dari tenaga kerja pertanian sampai dengan modal, kenaikan pendapatannya tampak lebih besar dibandingkan pertambahan pendapatan yang dihasilkan oleh simulasi kebijakan tunggal lainnya. Melalui kebijakan ini, secara keseluruhan tenaga kerja pertanian di Jambi akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar 122.37 persen dari nilai base. Kenaikan pendapatan lebih dari 100 persen juga terjadi pada tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual yakni sebesar 119.94 persen. Dibanding faktor-faktor produksi yang lain, kedua jenis faktor produksi ini memang terlihat yang paling tinggi banyak menerima dampak dari peningkatan investasi industri pulp. Oleh karena tenaga kerja pertanian maupun buruh kasar, operator angkutan dan manual mempunyai tingkat upah yang rendah, maka dapat dipastikan terjadinya kenaikan pendapatan total tenaga kerja tersebut akibat adanya pertambahan permintaan tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung. Kebijakan revitalisasi kehutanan melalui pembangunan atau perluasan HTI Simulasi 1 juga memberikan persentase pertambahan pendapatan kepada faktor tenaga kerja untuk produksi yaitu tenaga kerja pertanian dan tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual masing-masing 56.89 persen dan 43.36 persen yang lebih besar dibanding persentase tambahan pendapatan yang diterima oleh kelompok tenaga kerja administrasi dan profesional yaitu tenaga kerja tata usaha, tata usaha penjualan dan jasa-jasa sebesar 21.28 persen serta tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, professional dan militer sebesar 7.27 persen. Adanya perbedaan yang cukup tinggi diantara kedua kelompok tenaga kerja tersebut menandakan bahwa kebijakan investasi untuk pembangunan HTI akan berdampak lebih banyak terhadap tenaga kerja produksi dibandingkan tenaga kerja administrasi maupun profesional. Kebijakan industri berbasis kehutanan dengan cara meningkatkan investasi untuk pembangunan atau perluasan industri kertas dengan kapasitas sebesar 500 ribu ton per tahun Simulasi 3 diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan faktor produksi tenaga kerja pertanian sebesar 26.55 persen, untuk tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual dapat dinaikkan dari nilai base sebesar 28.95 persen. Sedangkan untuk pendapatan tenaga kerja yang terdidik tenaga kerja tata usaha, tata usaha penjualan dan jasa-jasa dan tenaga kerja profesional tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, profesional dan militer rata-rata mengalami peningkatan sebesar 15.23 persen dan 6.93 persen. Adanya perbedaan yang cukup tinggi diantara kedua kelompok tenaga kerja tersebut juga menandakan bahwa kebijakan investasi di industri kertas akan berdampak lebih banyak terhadap tenaga kerja produksi dibandingkan tenaga kerja administrasi maupun profesional. Demikian pula dengan kebijakan investasi untuk pembangunan atau perluasan industri kertas tisu dengan kapasitas sebesar 100 ribu ton per tahun Simulasi 4 akan memberikan persentase pertambahan pendapatan kepada kelompok tenaga kerja pertanian sebesar 6.91 persen serta tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual sebesar 7.53 persen dari nilai base, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan persentase pertambahan pendapatan kepada kelompok tenaga kerja terdidik dan profesional masing-masing 3.96 persen dan 1.80 persen dari base. Adanya perbedaan persentase yang cukup tinggi terhadap pertambahan pendapatan diantara kedua kelompok tenaga kerja tersebut menandakan bahwa kebijakan investasi di sektor industri kertas tisu akan berdampak adanya kelompok tenaga kerja produksi lebih besar dibandingkan kelompok tenaga kerja adminstrasi maupun profesional. Berbeda halnya dengan empat kebijakan terdahulu kebijakan investasi untuk pembangunan atau perluasan industri MDF Simulasi 5 justru memberikan pertambahan pendapatan yang lebih besar pada kelompok tenaga kerja tata usaha, tata usaha penjualan dan jasa-jasa 4.79 persen, sedangkan kelompok tenaga kerja pertanian 3.42 persen, buruh kasar, operator angkutan dan manual 3.01 persen, serta kepemimpinan, ketatalaksanaan, professional dan militer lebih kecil dari yang lain 1.90 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa industri MDF banyak membutuhkan tenaga menengah dengan ketrampilan yang lebih tinggi. Dari Tabel 28 juga dapat dilihat bahwa kebijakan pembangunan atau perluasan HTI Simulasi 1 dan pembangunan atau perluasan industri pulp Simulasi 2 memberikan persentase tambahan pendapatan yang lebih besar kepada faktor produksi tenaga kerja dibanding faktor produksi berupa bukan tenaga kerja modal. Sebaliknya kebijakan pembangunan atau perluasan industri kertas cetak tulis Simulasi 3, pembangunan atau perluasan industri kertas tisu Simulasi 4 dan pembangunan atau perluasan industri MDF memberikan persentase tambahan pendapat yang lebih besar kepada faktor produksi bukan tenaga kerja modal dibanding kepada faktor produksi tenaga kerja. Hal ini menandakan bahwa HTI dan industri pulp relatif bersifat padat karya dibandingkan industri kertas cetak tulis, industri kertas tisu dan industri MDF. HTI dan industri pulp secara langsung maupun tidak langsung banyak membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan, pemeliharaan, pemanenan tanaman HTI maupun untuk pengangkutan bahan baku kayu. Selain simulasi tunggal seperti diuraikan di atas dalam studi ini juga dilakukan beberapa simulasi kombinasi yang menghasilkan berbagai kebijakan pembangunan wilayah yakni kebijakan pembangunan ekonomi berbasis kehutanan Simulasi 6, industri kertas dan ikutannya Simulasi 7, bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8, kehutanan berbasis kertas Simulasi 9 dan kehutanan berbasis MDF Simulasi 10. Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa, kebijakan pembangunan berbasis kehutanan yang dilakukan serentak Simulasi 6 akan memberi dampak pendapatan tenaga kerja yang paling tinggi dibandingkan kebijakan-kebijakan lainnya yang dilakukan dalam studi ini. Kebijakan pembangunan berbasis kehutanan yang dilakukan bersamaan, mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian hingga mencapai 216.13 persen, tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual sebesar 202.79 persen, tenaga kerja terdidik dan profesional masing-masing sebesar 101.04 persen dan 42.56 persen. Perbedaan yang relatif tinggi sebagaimana yang terjadi pada Simulasi 1 dan Simulasi 2 menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan berbasis kehutanan Simulasi 6, kombinasi Simulasi 1, 2, 3, 4 dan 5 akan berdampak lebih banyak terhadap tenaga kerja produksi dibandingkan tenaga kerja lebih terdidik maupun profesional. Pada umumnya tenaga kerja produksi berasal atau tinggal di pedesaan sekitar hutan. Tabel 28. Dampak Pembangunan Ekonomi Berbasis Kehutanan terhadap Total Pendapatan Faktor-Faktor Produksi di Provinsi Jambi persen Faktor-Faktor Produksi BASE SIM 1 SIM 2 SIM 3 SIM 4 SIM 5 SIM 6 SIM 7 SIM 8 SIM 9 SIM 10 Tenaga Kerja Pertanian 1 1 247 723.47 56.89 122.37 26.55 6.91 3.42 216.13 33.45 182.67 212.71 60.30 Buruh Kasar, Operator Angkutan dan Manual 2 1 092 680.94 43.36 119.94 28.95 7.53 3.01 202.79 36.48 166.31 199.78 46.37 Tata Usaha, Tata usaha penjualan dan Jasa- Jasa 3 2 245 074.59 21.28 55.78 15.23 3.96 4.79 101.04 19.19 81.85 96.25 26.06 Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Profesional dan Militer 4 1 247 080.51 7.27 24.66 6.93 1.80 1.90 42.56 8.73 33.83 40.66 9.17 Total Tenaga Kerja 5 832 559.51 30.04 75.39 18.44 4.80 3.54 132.22 23.24 108.97 128.67 33.58 Bukan Tenaga Kerja Modal 5 20 060 041.81 15.16 70.81 19.69 5.12 5.93 116.70 24.81 91.89 110.78 21.09 Total Nilai Tambah 25 892 601.32 18.51 71.84 19.41 5.05 5.39 120.20 24.46 95.74 115.15 114.81 Secara umum hasil Simulasi 7 kebijakan industri kertas dan ikutannya, Simulasi 8 kebijakan pembangunan sektor produksi bahan baku berbasis kehutanan, Simulasi 9 kebijakan pembangunan kehutanan berbasis kertas dan Simulasi 10 kebijakan pembangunan kehutanan berbasis MDF, sebagaimana terlihat pada Tabel 28 juga menunjukkan bahwa kelompok tenaga kerja produksi tenaga kerja pertanian serta tenaga kerja buruh kasar, operator, angkutan dan manual memperoleh persentase tambahan pendapatan lebih besar dari pada kelompok tenaga kerja terdidik dan profesional tenaga kerja tata usaha, tata usaha penjualan dan jasa-jasa serta tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, profesional dan militer. Dari Tabel 28 juga dapat dilihat bahwa kebijakan pembangunan wilayah berbasis kehutanan Simulasi 6, kebijakan pembangunan sektor produksi bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8, kebijakan pembangunan kehutanan berbasis kertas Simulasi 9 dan kebijakan pembangunan kehutanan berbasis MDF Simulasi 10, memberikan persentase tambahan pendapatan yang lebih besar kepada faktor produksi tenaga kerja dibanding faktor produksi bukan tenaga kerja modal. Sebaliknya kebijakan pembangunan industri kertas dan ikutannya Simulasi 7 memberikan persentase tambahan pendapatan yang lebih besar kepada faktor produksi bukan tenaga kerja modal dibanding kepada faktor produksi tenaga kerja. Hal ini menandakan bahwa kebijakan pembangunan wilayah berbasis kehutanan, kebijakan pembangunan produksi bahan baku berbasis kehutanan, kebijakan pembangunan berbasis industri kertas dan kebijakan pembangunan berbasis industri MDF relatif bersifat padat karya dibandingkan kebijakan pembangunan industri kertas dan produk ikutannya. Disamping itu, pada Tabel 29 disajikan data dampak per satuan nilai investasi terhadap persentase pertambahan pendapatan faktor produksi akibat implementasi kebijakan revitalisasi kehutanan sebagaimana Simulasi 1 sampai 10. Investasi pembangunan HTI Simulasi 1 memberikan dampak kepada total nilai tambah pendapatan faktor produksi total per satuan investasi paling besar 146.49 persen diantara investasi lain. Menyusul kemudian adalah investasi untuk pembangunan industri pulp Simulasi 2 sebesar 141.12 persen, pembangunan sektor produksi bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8 dan pembangunan kehutanan berbasis kertas Simulasi 9 keduanya masing-masing sebesar 138.89 persen serta pembangunan ekonomi wilayah berbasis kehutanan Simulasi 6 sebesar 136.51 persen. Sementara investasi pembangunan industri MDF memberikan dampak terkecil diantara investasi yang lain sebesar 100.04 persen saja. Persentase tersebut menggambarkan efisiensi dan efektivitas investasi, dimana makin besar persentase dampak pada pendapatan maka investasi itu makin efisien, besaran tersebut juga merupakan ICOR dari investasi tersebut. Semua investasi kecuali investasi untuk pembangunan industri MDF Simulasi 5 memberikan persentase pertambahan pendapatan kepada tenaga kerja produksi lebih besar dibanding tenaga kerja terdidik. Apabila diasumsikan tenaga kerja produksi sebagian besar tinggal di perdesaan dan di sekitar hutan, sementara tenaga terdidik tinggal di kota maka kesembilan kebijakan tersebut lebih cocok untuk meningkatkan pendapatan penduduk desa. Kesembilan kebijakan tersebut, paling efisien meningkatkan pendapatan penduduk perdesaan adalah pembangunan HTI Simulasi 1, pembangunan kehutanan berbasis MDF Simulasi 10 dan pembangunan wilayah berbasis kehutanan Simulasi 6. Tabel 29. Persentase Pertambahan Pendapatan Faktor Produksi terhadap Total Injeksi persen o r a n g Simulasi Injeksi juta rupiah Faktor Produksi Total Nilai Tambah Pertanian Buruh Kasar, Operator Angkutan, Manual TU, TU Penjualan, Jasa-Jasa Kepmpinan, Ktatalaksanaan, Professional, Militer Total Tenaga Kerja Modal Bukan Tenaga Kerja 1 2 3 4 5 SIM 1 3 272 000 21.69 14.48 14.60 2.77 53.54 92.94 146.49 SIM 2 13 181 000 11.58 9.94 9.50 2.33 33.36 107.76 141.12 SIM 3 3 928 000 8.43 8.05 8.70 2.20 27.39 100.55 127.93 SIM 4 1 022 000 8.43 8.05 8.70 2.20 27.39 100.55 127.93 SIM 5 1 395 000 3.05 2.36 7.70 1.70 14.81 85.23 100.04 SIM 6 22 798 000 11.83 9.72 9.95 2.33 33.83 102.69 136.51 SIM 7 4 950 000 8.43 8.05 8.70 2.20 27.39 100.55 127.93 SIM 8 17 848 000 12.77 10.18 10.30 2.36 35.61 103.28 138.89 SIM 9 21 403 000 12.40 10.20 10.10 2.37 35.07 103.83 138.89 SIM 10 4 667 000 16.12 10.86 12.54 2.45 41.97 90.64 132.60 194 Terhadap pendapatan total tenaga kerja maka secara berurutan investasi yang paling efisien adalah pembangunan HTI Simulasi 1, pembangunan kehutanan berbasis MDF Simulasi 10, pembangunan produksi bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8, pembangunan kehutanan berbasis kertas Simulasi 9 dan pembangunan wilayah berbasis kehutanan Simulasi 6, dimana kebijakan tersebut memberikan persentase pertambahan pendapatan tenaga kerja tertinggi. Namun demikian apabila ditinjau dari pemilik modal faktor produksi bukan tenaga kerja, maka kebijakan paling efisien adalah pembangunan industri pulp Simulasi 2, pembangunan kehutanan berbasis kertas Simulasi 9, pembangunan industri kertas dan ikutannya Simulasi 7, pembangunan produksi bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8 dan pembangunan wilayah berbasis kehutanan Simulasi 6. Dari uraian diatas diketahui bahwa pada semua kebijakan terjadi dampak pertambahan pada total pendapatan tenaga kerja. Sementara itu tenaga kerja kelompok produksi tenaga pertanian maupun tenaga kerja buruh kasar, operator angkutan dan manual yang mempunyai tingkat upah yang rendah, memperoleh tingkat pertambahan pendapatan yang besar. Maka dapat dipastikan akan terjadi kenaikan pendapatan tenaga kerja, dan pada akhirnya akan menambah permintaan tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung dari kenaikan investasi di sektor kehutanan tersebut. Dari SNSE 2005 diketahui bahwa pendapatan tenaga kerja mencapai Rp 5 832 559. 51 juta per tahun dan jumlah pekerja 1 097 287 maka tingkat upah rata-rata pekerja di provinsi Jambi adalah Rp 5 315 824 per pekerja per tahun. Dengan menggunakan tingkat upah rata-rata sebagai faktor pembagi dan diasumsikan konstan, maka jumlah pertambahan permintaan tenaga kerja dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Tabel 30. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa investasi pembangunan HTI Simulasi 1 akan menyerap tenaga kerja sebanyak 329 493 orang sehingga total pekerja di provinsi Jambi mencapai 1 426 780 orang dari semula 1 097 287 orang atau naik sebesar 30.03 persen. Sedangkan kebijakan yang menaikan kebutuhan tenaga kerja lebih dari 100 persen dari base adalah pembangunan berbasis kehutanan Simulasi 6 menaikkan jumlah kebutuhan tenaga kerja sebesar 132.21 persen, pembangunan sektor kehutanan berbasis industri kertas Simulasi 9 sebesar 128.67 persen dan pembangunan produksi bahan baku berbasis kehutanan Simulasi 8 sebesar 108.96 persen. Tabel 30. Jumlah Pertambahan Tenaga Kerja menurut Simulasi Kebijakan dan Berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Utama Simulasi Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja orang Kenaikan kebth. Tng kerja persen Pertanian Pertam- bangan Industri Jasa-jasa Total SIM 1 189 701 3 563 22 926 113 303 329 493 30.03 SIM 2 476 028 8 849 57 580 284 755 827 212 75.39 SIM 3 116 460 2 165 14 087 69 665 202 377 18.44 SIM 4 30 301 563 3 665 18 126 52 655 4.80 SIM 5 22 365 416 2 705 13 379 38 865 3.54 SIM 6 834 813 15 518 100 979 499 378 1450 688 132.21 SIM 7 146 761 2 728 17 752 87 791 255 032 23.24 SIM 8 688 053 12 790 83 227 411 587 1195 656 108.96 SIM 9 812 448 15 102 98 274 485 999 1411 823 128.67 SIM 10 212 025 3 941 25 647 126 831 368 444 33.58 Catatan: jumlah pekerja tahun 2005 adalah 1 097 287 orang Pembangunan berbasis kehutanan Simulasi 6 juga dapat memberi dampak pertambahan tenaga kerja yang paling besar dalam perekonomian wilayah Jambi. Melalui Tabel 30, diperkirakan jumlah tenaga kerja secara keseluruhan akan bertambah sebanyak 1 450 688 orang yang terdiri atas pertambahan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 834 813, sektor pertambangan sebanyak 15 518 orang, sektor industri sebanyak 100 979 orang dan sektor jasa-jasa sebanyak 499 . 378 orang. Apabila dibandingkan dampak pembangunan kehutanan yang berbasis kertas Simulasi 9 dengan berbasis MDF Simulasi 10, terlihat jelas bahwa pengembangan sektor kehutanan yang diperuntukan industri kertas mempunyai dampak nilai tambah yang lebih besar dibandingkan MDF. Sebagai contoh untuk nilai tambah tenaga kerja, kebijakan pembangunan kehutanan yang terfokus pada industri kertas baik itu di hulu maupun di hilir mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja dalam perekonomian wilayah Jambi kurang lebih sebesar 128.67 persen, sedangkan melalui pengembangan kehutanan berbasis MDF hanya dapat menaikkan pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan sebesar 33.58 persen, lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 30. Termasuk juga dalam pertambahan tenaga kerja, pengembangan industri kertas di Jambi diperkirakan memberi dampak yang lebih besar dibandingkan industri MDF. Pada Tabel 30 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja akan bertambah sebesar 1 411 823 apabila pembangunan kehutanan lebih diarahkan pada sektor hulu dan hilir produk kertas, sementara melalui pembangunan kehutanan berbasis produk MDF jumlah tenaga kerja yang bertambah hanya sebesar 368 444 orang. Apabila dilihat dari besarnya investasi yang dikeluarkan, maka efisiensi penciptaan lapangan kerja dapat dilihat dalam Tabel 31. Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa Simulasi 1 investasi pembangunan HTI menciptakan kesempatan kerja per satuan nilai investasi 101 orang per milyar rupiah jauh lebih tinggi dibanding simulasi lainnya. Keunggulan pembangunan HTI dalam penciptaan lapangan kerja terutama disebabkan aktivitas HTI jauh bersifat padat karya yang memerlukan keterlibatan banyak sekali tenaga kerja dibandingkan sektor lainnya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan HTI SP 25 mempunyai jalur ke hampir seluruh rumahtangga sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 33. Dengan kenyataan tersebut HTI dapat diharapkan untuk dijadikan salah satu sektor andalan kehutanan dalam penciptaan lapangan kerja pro job. Tabel 31. Efisiensi Penciptaan Lapangan Kerja Atas Dasar Nilai Investasi menurut Simulasi Kebijakan dan Kelompok Lapangan Usaha Utama Simulasi Investasi juta rupiah Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja orang milyar rupiah Pertanian Pertam- Bangan Industri Jasa-jasa Total SIM 1 3 272 000 58 1 7 35 101 SIM 2 13 181 000 36 1 4 22 63 SIM 3 3 928 000 30 1 4 18 52 SIM 4 1 022 000 30 1 4 18 52 SIM 5 1 395 000 16 2 10 28 SIM 6 22 798 000 37 1 4 22 64 SIM 7 4 950 000 30 1 4 18 52 SIM 8 17 848 000 39 1 5 23 67 SIM 9 21 403 000 38 1 5 23 66 SIM 10 4 667 000 45 1 6 27 79 Sumber : hasil pengolahan Setelah pembangunan HTI Simulasi 1 secara berturut-turut kebijakan pembangunan yang memberikan kesempatan kerja per satuan investasi tertinggi adalah Simulasi 10 pembangunan kehutanan berbasis MDF 79 orang per milyar rupiah investasi, Simulasi 8 pembangunan produksi bahan baku berbasis kehutanan 67 orang per milyar rupiah investasi, Simulasi 9 pembangunan kehutanan berbasis kertas 66 orang per milyar rupiah investasi, Simulasi 6 pembangunan wilayah berbasis kehutanan 64 orang per milyar rupiah investasi, Simulasi 2 pembangunan industri pulp 63 orang per milyar rupiah investasi. Simulasi lainnya hanya menumbuhkan kesempatan kerja kurang dari 55 orang per milyar rupiah investasi. Salah satu kendala ekonomi yang dihadapi masyarakat pada umumnya adalah kesenjangan pendapatan yang diperoleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lain. Pembangunan kehutanan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan tersebut. BPS 2003 menghitung kesenjangan pendapatan kelompok rumahtangga berpendapatan rendah Yr dengan pendapatan kelompok rumahtangga berpendapatan tinggi Yt dengan menggunakan rasio pendapatan tinggi dibagi pendapatan rendah YtYr atau dikenal Maximum to Minimum Ratio MMR. Dengan memodifikasi metode penghitungan BPS 2003 tersebut, dalam penelitian ini digunakan indeks kesenjangan yakni pendapatan tinggi Yt dikurangi pendapatan rendah Yr dibagi pendapatan rendah Yr atau Yt-YrYr. Tabel 32. Kesenjangan Pendapatan Faktor Produksi Tenaga Kerja dan Modal Simulasi Pendapatan Tenaga Kerja juta rupiah Pendapatan Modal juta rupiah Kesenjangan DASARBASE 5 832 560 20 060 042 2.44 SIM 1 7 584 543 23 101 082 2.05 SIM 2 10 229 875 34 263 811 2.35 SIM 3 6 908 359 24 009 487 2.48 SIM 4 6 112 465 21 087 621 2.45 SIM 5 6 039 160 21 249 056 2.52 SIM 6 13 544 163 43 470 890 2.21 SIM 7 7 188 264 25 037 066 2.48 SIM 8 12 188 459 38 493 865 2.16 SIM 9 13 337 563 42 281 876 2.17 SIM 10 7 791 143 24 290 096 2.12 Dari tabel 32 diatas , dalam kondisi dasar base, kesenjangan pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan pendapatan modal sebesar 2.44. Kebijakan investasi pembangunan HTI terbukti dapat menurunkan kesenjangan pendapatan antara tenaga kerja dan modal menjadi 2.05, hal ini menunjukkan bahwa pertambahan pendapatan tenaga kerja HTI relatif lebih tinggi dari tambahan pendapatan yang didapat oleh faktor produksi modal, demikian pula halnya dengan kebijakan lain juga menurunkan kesenjangan pendapatan tenaga kerja terhadap pendapatan faktor produksi modal walau tidak sebesar kebijakan HTI, kecuali kebijakan investasi untuk pembangunan industri kertas tulis cetak Simulasi 3, kertas tisu Simulasi 4, MDF Simulasi 5 dan industri kertas dan ikutannya Simulasi 7 yang ternyata meningkatkan kesenjangan pendapatan tenaga kerja terhadap pendapatan modal. Dalam hal ini keempat kebijakan tersebut ternyata tenaga kerjanya memperoleh tambahan pendapatan yang relatif lebih kecil dari yang didapatkan modal. Fakta tersebut menegaskan bahwa kebijakan pembangunan kehutanan baik hulu maupun hilir simulasi 6 secara terintegrasi serta pembangunan HTI simulasi 1, industri pulp simulasi 2, industri kehutanan berbasis kertas simulasi 9, industri kehutanan berbasis industri MDF simulasi 10, industri berbasis bahan baku simulasi 8 akan memberikan kenaikan pendapatan kepada tenagakerja dengan persentase kenaikan lebih besar dari yang didapat oleh faktor produksi modal atau dengan kata lain akan memperbaiki distribusi pendapatan antara pekerja dan pemodal.

7.2. Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Institusi Lainnya