Simulasi Kebijakan METODE PENELITIAN

selisih antara pendapatan tinggi Yt dan pendapatan rendah Yr dengan pendapatan rendah Yr atau Ik = Yt-YrYr ......................................................................................46 Sedangkan untuk menentukan alternatif pilihan investasi atau hasil simulasi yang paling efisien maka dilakukan pemberian nomer urutan dari 1 sampai dengan 10 dimana nomer urut 1 untuk hasil simulasi yang terbaik dan paling efisien dan nomor urut 10 untuk hasil simulasi yang paling tidak efisien atau yang kesenjangannya paling buruk. Kemudian angka urutan tersebut di jumlahkan. Jumlah angka urutan terkecil adalah alternatif investasi yang terefisien. Pemberian urutan tersebut dilakukan untuk beberapa analisis antara lain dampak investasi terhadap distribusi nilai tambah faktor produksi, kesenjangan pendapatan faktor produksi, penyerapan tenaga kerja total dan per satuan investasi, distribusi pendapatan rumahtangga khususnya untuk rumahtangga buruh kehutanan di perdesaan, kesenjangan antara rumahtangga desa dan rumahtangga kota, rumahtangga buruh dan pengusaha, rumahtangga kehutanan dan rumahtangga non kehutanan serta dampak investasi terhadap distribusi pendapatan sektoral.

5.6. Simulasi Kebijakan

Sesuai tujuan penelitian dan ruang lingkup kebijakan revitalisasi sektor kehutanan yang mencakup sektor kehutanan hulu yang menghasilkan bahan baku industri dan sektor industri hilir yang mengolah bahan baku yang dihasilkan oleh sektor kehutanan hulu beberapa skenario kebijakan yang akan disimulasikan dan dianalisis adalah : 1. Sampai dengan tahun 2005 sudah tertanam HTI seluas 242 . 350 hektar, sementara alokasi lahan yang sudah ditetapkan untuk HTI mencapai lebih 780 . ribu hektar dan HTI baru yang sedang diproses izinnya lebih 200 . ribu hektar. Jika ditargetkan dapat dibangun 65 nya maka akan dapat dibangun kumulatif 650 . ribu hektar HTI atau masih bisa dibangun 410 . ribu hektar. Untuk simulasi ini digunakan perluasan sebesar 150 dari yang sudah ada yakni 363 . 525 hektar. Jika investasi untuk pembangunan HTI rata-rata Rp. 9 . juta per hektar, maka diperlukan investasi sebesar Rp. 3.272 triliun. 2. Investasi industri pulp sebesar Rp. 13.191 triliun, untuk meningkatkan nilai tambah hasil HTI, dilakukan perluasan industri pulp mencapai 2 kali kapasitas produksi saat ini menjadi 1.3 juta ton pulp per tahun. 3. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar lagi maka dilakukan perluasan industri yang lebih hilir berupa industri kertas tulis cetak fotocopy dengan kapasitas 500 . ribu ton per tahun. Nilai investasi untuk perluasan industri kertas tersebut mencapai Rp. 3.141 triliun. 4. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar lagi dilakukan perluasan terhadap industri kertas tisu dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun dengan nilai investasi Rp.1.022 triliun. 5. Terhadap sub sektor industri hilir kehutanan yang lain khususnya dari kelompok kayu lapis atau panel berupa dilakukan investasi industri MDF Medium Density Fibreboard sebesar 250 ribu ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp.1.395 triliun. 6. Kombinasi kebijakan antara perluasan HTI 1, perluasan industri pulp 2, perluasan industri kertas tulis cetak 3, perluasan industri kertas tisu 4, dan perluasan industri MDF 5 atau disebut pembangunan ekonomi wilayah berbasis kehutanan dengan nilai investasi Rp.22.021 triliun. 7. Kombinasi kebijakan perluasan industri kertas fotocopy 3 dan perluasan industri kertas tisu 4 atau disebut pembangunan industri kertas dan ikutannya dengan nilai investasi Rp 2.417 triliun. 8. Kombinasi kebijakan antara perluasan HTI 1, perluasan industri pulp 2, dan perluasan industri MDF 5 pembangunan sektor produksi bahan baku berbasis kehutanan dengan nilai investasi Rp 17.858 triliun. 9. Kombinasi kebijakan antara perluasan HTI 1, perluasan industri pulp 2, perluasan industri kertas tulis cetak 3, dan perluasan industri kertas tisu 4 atau disebut pembangunan kehutanan berbasis industri kertas dengan nilai investasi Rp 20.626 triliun. 10. Kombinasi kebijakan perluasan HTI 1 dan perluasan industri MDF 5 atau disebut pembangunan kehutanan berbasis industri MDF dengan nilai investasi Rp 4.667 triliun.

5.7. Asumsi Analisis