Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Pemikiran

dilakukan adalah dengan meningkatan kualitas komunikasi pemasaran. Mengingat ketatnya persaingan usaha di era global, komunikasi pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan UMKM. Dalam upaya menjalankan usahanya, UMKM tidak hanya mengalami persaingan dengan berbagai UMKM lain yang tumbuh dan berkembang, melainkan juga bersaing dengan usaha-usaha besar, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. UMKM dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bertahan dan bersaing dengan jenis usaha lainnya. Untuk mencapai keinginan tersebut, maka komunikasi pemasaran menjadi kegiatan operasional yang wajib dilaksanakan. Namun pelaksanaan kegiatan ini akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi pemasaran yang efektif dan efisien merupakan suatu keputusan yang harus dipertimbangkan dan direncanakan dengan matang. Realita ini menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai berbagai upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM, serta hubungannya dengan kualitas daya saing usaha.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang uraian latar belakang di atas, disusunlah beberapa masalah penelitian, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB? 2. Bagaimanakah hubungan karakteristik UMKM mitra binaan IPB dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran? 3. Bagaimanakah hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM mitra binaan IPB?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka ditetapkan beberapa tujuan penelitian, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB 2. Menganalisis hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran 3. Menganalisis hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, dan pengaruhnya dengan kualitas daya saing UMKM. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi pelaku UMKM, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilakukan sebagai upaya peningkatan daya saing UMKM. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan khasanah pengetahuan, khususnya dalam bidang komunikasi bisnis mengenai komunikasi pemasaran. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada mengenai karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta hubungannya terhadap daya saing UMKM. BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi UMKM

Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan definisi mengenai usaha mikro kecil menengah UMKM. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut: ‘Pasal 6 1 Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. 2 Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua milyar rupiah. 3 Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah’. 1 Sementara itu, Rahmana 2009 mengungkapkan batasan pengertian UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja, untuk usaha 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008 http:www.smecda.comFilesinfosmecdauu_permenUU_2008_20_TENTANG_USAHA_MIK RO_KECIL_DAN_MENENGAH.pdf diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB. kecil berjumlah lima sampai dengan sembilan belas orang, sementara usaha menengah berkisar antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan tenaga kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi UMKM yang diberlakukan bagi Asian Development Bank ADB yang dikutip oleh Eva 2007.

2.1.2 Karakteristik UMKM

UMKM memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan jenis usaha besar, termasuk karakteristik yang membedakan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sendiri. Berdasarkan data BPS 2006 yang dikutip oleh Tambunan 2009 dalam buku UMKM di Indonesia, diketahui bahwa dari segi tenaga kerja, lebih dari sepertiga sekitar 34,5 persen UMKM dikelola oleh tenaga kerja berusia di atas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur di bawah 25 tahun. Tambunan 2000 seperti dikutip oleh Sulistyastuti 2004 mengungkapkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak menuntut pendidikan formal yang tinggi. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh industri ini didasarkan atas pengalaman learning by doing yang terkait dengan faktor historis path dependence. Tulisan lanjutan Tambunan 2009 mengenai UMKM mengungkapkan bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang umumnya berasosiasi positif dengan tingkat kompleksitas usaha yang memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier. Mengacu pada data BPS 2006 yang dikutip Tambunan 2009 diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Usaha ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Beberapa pengusaha juga menjalankan usaha dengan mempertimbangkan prospek usaha ke depan, seperti adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Namun, sebagian lainnya mengungkapkan latar belakang keturunan, artinya meneruskan usaha warisan keluarga. Data BPS 2006 yang dikutip oleh Tambunan 2009 juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95,1 persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum. Hal ini dapat diterima dengan alasan kebanyakan UMKM memiliki modal yang sangat minim dan terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya. Menurut Sulistyastuti 2004, yang juga menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal, misalnya UMKM kerajinan meubel ukiran khas Jepara, batik asal Pekalongan dan berbagai komoditas lokal unggulan lain yang dijadikan bahan baku dalam usaha.

2.1.3 Peran dan Kontribusi UMKM

Dewasa ini, UMKM diberi perhatian yang cukup besar dalam perkembangannya di berbagai belahan dunia. Ini merupakan hal yang wajar, mengingat pentingnya peranan UMKM baik dalam bidang sosial, ekonomi, hingga bidang politik.

2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial

Menurut Clapham 1991, tujuan sosial dari UMKM sekurang-kurangnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat. Sadoko 1995 juga menegaskan bahwa peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Peranan UMKM untuk kepentingan konsumen berpendapatan rendah penting untuk menjamin persediaan barang bermutu sederhana pada harga yang terjangkau. Dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil memberikan sumbangan yang sangat penting dalam bentuk turut menurunkan biaya hidup bagi kelompok- kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Oleh karena itu, Clapham 1991 menyebutkan bahwa UMKM mampu memberikan sumbangan yang besar dari segi kedaulatan konsumen. Selain berperan dalam kedaulatan konsumen, UMKM memiliki peranan yang sangat berarti dalam hal penciptaan lapangan kerja. Clapham 1991 menyebutkan bahwa lebih dari 75 persen lapangan kerja di luar sektor pertanian di negara sedang berkembang diciptakan oleh perusahaan kecil dan menengah di sektor industri pengolahan, perdagangan, dan selebihnya di sektor jasa. Mendukung pernyataan tersebut, Lin dikutip oleh Rahmana 2009 juga menyatakan bahwa hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai peranan yang signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran. Melihat peranan UKM yang sangat signifikan dalam penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah, Sulistyastuti 2004 berpendapat bahwa UKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tak heran jika Clapham 1991 juga berpendapat bahwa sektor perusahaan kecil dan menengah dipandang lembaga yang cocok untuk menghilangkan dualisme ekonomi dan sosial.

2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi

UMKM dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya nasional menurut prinsip-prinsip ekonomi, termasuk pemanfaatan tenaga kerja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum dan sesuai dengan kepentingan rakyat Clapham, 1991. Indoconsult dikutip Sadoko 1995 juga mengungkapkan bahwa usaha kecil memberikan kontribusi yang tinggi sekitar 55 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan industri. Sektor ini juga mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian jadi garments, barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi turis. Rahmana 2009 menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB. Kementrian Negara Koperasi dan UKM 2007 menyatakan bahwa pada tahun 2006 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen. Menurut Utari 2002 seperti dikutip oleh Sulistyastuti 2004, UMKM turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Selama periode 1990-1995, UKM menyumbangkan rata-rata 40 persen dari total ekspor. Sadoko 1995 juga mengungkapkan bahwa dalam hal perolehan devisa, industri kecil menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh nilai ekspor industri yang ada.

2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik

Tujuan pembangunan masyarakat di berbagai Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara - seperti juga halnya di Indonesia dan di Malaysia - ditentukan oleh keputusan politik yang mendasar untuk mewujudkan sistem demokrasi permusyawaratan rakyat dengan ekonomi campuran berdasar persaingan bebas. Pengusaha kecil dan menengah dapat membantu pembangunan dalam arti ini, karena tindakan dan kegiatan mereka yang bebas dan otonom Clapham, 1991. Sulistyastuti 2004 menyebutkan, sejalan dengan era desentraslisasi dan pengembangan ekonomi regional, peranan dan posisi UMKM menjadi sangat relevan bagi keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, UMKM berpotensi menciptakan iklim persaingan di daerah. Era Otonomi Daerah memberikan implikasi untuk merencanakan sendiri pembangunan daerahnya dengan dukungan sumberdaya lokal. Keberhasilan dalam menetapkan keputusan dalam usaha relevan dengan sifat fleksibilitas UMKM yang tinggi. Berdasarkan pengalaman, diketahui bahwa UMKM mampu mempertahankan usahanya ketika krisis ekonomi melanda. Sementara, lebih dari 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan Halwani dikutip oleh Amidi, 2008. Sepakat dengan pernyataan ini, Sadoko 1995 mengungkapkan bahwa sektor ini mempunyai peran strategis yang mengantarai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sektor industri berdasarkan teknologi canggih dan kebijakan pengentasan kemiskinan.

2.1.4 Kondisi UMKM dan Perkembangannya

Banyak kontribusi yang mampu diberikan UMKM dalam berbagai bidang, mulai dari bidang sosial, ekonomi, hingga politik dalam skala yang kecil dan spesifik, dalam artian politik pengambilan keputusan bagi tiap-tiap UMKM. Namun, dalam prakteknya, UMKM juga mengalami berbagai hambatan dalam berbagai kegiatan operasionalnya.

2.1.4.1 Modal Kerja UMKM

Clapham 1991 menyebutkan bahwa hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja. Bidang lain yang juga banyak menimbulkan kesulitan adalah kredit bagi konsumen. Dalam berbagai hal, demi kemajuan dan pengembangan UMKM, pemerintah maupun berbagai lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan non bank telah berupaya dalam memberikan pelayanan, terutama dalam hal pinjaman modal usaha. Namun kenyataannya, untuk mengakses pelayanan ini, UMKM dibebani berbagai persyaratan dan jalur birokrasi yang panjang dan rumit. Akibatnya, pemberian layanan pinjaman modal dan kredit pun menjadi tidak dapat diakses UMKM secara optimal. Pada intinya perbaikan sistem perkreditan perlu ditempuh melalui pengadaan pelayanan pendampingan yang profesional serta pemberian kredit yang terintegrasi dengan intervensi lain untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengembangan usaha kecil itu sendiri.

2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi

Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar bebas memang cukup beralasan, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam kelompok tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa sejak era penjajahan, UMKM sudah dihadapkan dan ditempa dengan berbagai masalah termasuk dari aspek pemasaran, tetapi UMKM tetap eksis dalam mendukung pertekonomian nasional. Ketidakmampuan UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena lemahnya akses terhadap informasi Syarif, 2008. Clapham 1991 menyatakan bahwa terdapat kekurangan penyalur informasi yang mampu bagi perusahaan kecil dan menengah. Perusahaan- perusahaan menemui kesulitan untuk memperoleh peluang masuk ke pasar pemerintah karena mereka kurang mengetahui seluk-beluk peraturan pemerintah yang berkaitan atau persyaratan pemerintah. Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait langsung dengan kondisi faktor internal UMKM yang dibayangi oleh berbagai keterbatasan untuk mampu memberikan informasi kepada konsumen. Akibatnya produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar Syarif, 2008.

2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM

Tingkat keterbukaan di pasar konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional Clapham, 1991. Menurut Sadoko 1995, akses pemasaran merupakan akses terpenting. Dalam membantu usaha kecil, akses ini dibuka melalui pengembangan pola subkontrak, mekanisme pusat pasar informasi, promosi pasaran atau konsumsi melalui anggaran pemerintah. Promosi dan pusat informasi akan sangat berguna bila didukung oleh kemampuan profesional membaca peluang pasar bagi usaha kecil tersebut dan pelayanan tersebut disediakan bagi siapa saja. Pola subkontrak seringkali dilakukan UMKM, namun pola ini cenderung menjadikan industri “bapak” memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan dengan usaha “anak”. Dalam prakteknya, ketika industri “bapak” melakukan order, maka usaha “anak”, dalam hal ini UMKM akan berkompetisi untuk mendapatkan pesanan tersebut. Kondisi ini membuat industri “bapak” mampu menekan harga produksi UMKM. Strategi penekanan ongkos produksi seperti ini dilakukan untuk mempertahankan jalur pemasaran yang ada. Sepakat dengan hal ini, Amidi 2008 juga menyebutkan bahwa masalah pemasaran yang dihadapi UMKM adalah lemahnya barganing power pengusaha kecil dalam menghadapi perusahaan besar. Menurut Clapham 1991, selama perusahaan menjual barangnya melalui pengecer, mereka tidak perlu mengembangkan kegiatan pemasaran sendiri. Namun, perusahaan yang menjual sendiri barang-barang yang dihasilkannya seperti mebel, sepatu, tekstil perlu memberikan perhatian pada bidang pemasaran. Umumnya pelaku usaha tidak memiliki kepandaian khusus dalam soal-soal ini dan tidak tahu kemana ia dapat mencari informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan pasar, iklan, atau saluran pemasaran yang lebih baik. Masalah pemasaran merupakan salah satu penyebab penting mengapa pengusaha tidak mampu membuat rencana jangka menengah dan jangka panjang. Dapat diperkirakan bahwa masalah-masalah pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah akan makin meningkat. Secara keseluruhan, masalah-masalah pemasaran mengakibatkan bahwa perusahaan kecil dan mengengah sulit memainkan peranannya dalam pembangunan sebagai pelengkap sektor industri dan pemasok barang bagi konsumen. Karena itu, program-program promosi dalam masa yang akan datang harus lebih banyak memberikan perhatian pada soal pemasaran daripada dalam masa yang sudah-sudah Clapham, 1991.

2.1.5 Definisi Komunikasi Pemasaran

Prisgunanto 2006 mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai hubungan sistematik antara pelaku bisnis dan pasar yang menjadi target, dimana si pelaku pasar marketer akan mengumpulkan beranekargaam ide-ide, desain, pesan-pesan, media, format, dan warna unruk mengkomunikasikan maksud dan menstimulasi persepsi khusus dari produk dan layanan, yang kemudian dihimpun dalam target pasar. Sependapat dengan hal tersebut, Machfoedz 2010 mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran ialah semua elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan. Konsep pemasaran sering kali disamaartikan dengan konsep penjualan. Padahal, kedua konsep ini merupakan konsep yang berbeda. Dalam bukunya, Amir 2005 menyebutkan bahwa dalam konsep penjualan, hal yang menjadi tujuan utamanya adalah transaksi. Setelah transaksi terjadi, perusahaan sering kali tidak memperhatikan konsumen lagi. Sementara itu, konsep pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Laba justru diharapkan diperoleh dari kepuasan konsumen yang nantinya membeli dalam jumlah banyak, terus-terusan dan mungkin dengan harga yang menguntungkan.

2.1.6 Proses Komunikasi Pemasaran

Komunikasi pemasaran adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan arus informasi tentang produk dari pemasar sampai kepada konsumen. Proses komunikasi pemasaran dapat divisualisasikan dalam model diagram alur yang disajikan pada Gambar 1. Amir 2005 menyebutkan bahwa setiap proses komunikasi pasti memiliki pengirim pesan. Pengirim pesan melakukan encoding, yaitu proses penyandian atas apa yang ingin kita sampaikan. Dengan kata lain, encoding adalah proses penyampaian apa yang ada di pikiran kita kepada simbol-simbol. Setelah itu, pesan akan melalui berbagai saluran. Pemilihan saluran ini juga menentukan karena ada juga saluran yang tidak sinkron dengan pesan yang ingin disampaikan. Ketika konsumen dianggap menerima pesan yang disampaikan, ia akan memberikan responnya. Menurut Amir 2005, respon yang paling sering kita kenal adalah konsumen segera membeli produk kita. Namun, sesungguhnya, tujuan komunikasi tidak hanya itu. Tidak juga hanya sekedar menyampaikan pesan yang kita inginkan. Bukan sekedar how can we reach the costumer. Akan tetapi, konsumen juga harus memiliki saluran untuk memberikan pesan-pesan yang dimilikinya. Jadi harus juga memberikan kesempatan how can our costumer reach us . Faktor kunci dalam aliran komunikasi ini adalah syarat pesan yang baik, yaitu: pemasar harus tau apa yang diharapkan audiens, pemasar harus membangun saluran umpan balik, pemasar harus memahami pesan seperti yang bisa dipahami Sumber: Amir 2005: 210 Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran Gangguan Encoding Pengirim pesan Pesan Media Decoding Penerima pesan Umpan balik Respon audiens, dan pemasar harus mengirim pesan lewat media yang menjangkau audiens Amir, 2005.

2.1.7 Bauran Promosi

Bauran promosi promotion mix menggambarkan cara-cara kreatif yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa. Lupiyoadi dan Hamdani 2006, sebagaimana dikutip oleh Andrijansyah, 2009 mengungkapkan bahwa perangkat promosi mencakup aktivitas periklanan advertising, penjualan perorangan personal selling, promosi penjualan sales promotion, hubungan masyarakat public relation, informasi dari mulut ke mulut word of mouth, dan pemasaran langsung direct marketing.

2.1.7.1 Periklanan advertising

Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide, barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Menurut Machfoedz 2010, periklanan dapat menjangkau khalayak yang berada dalam rentang geografis sangat luas dengan biaya murah untuk semua publisitas. Meskipun dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dengan cepat, periklanan merupakan sarana promosi tanpa awak non personal sehingga kurang persuatif dibandingkan dengan wiraniaga perusahaan. Periklanan merupakan sarana komunikasi satu arah dengan khalayak, dan tidak memerlukan perhatian atau respons secara langsung. Sepakat dengan hal tersebut, Prisgunanto 2006 menyebutkan bahwa perubahan sikap lewat sarana ini memerlukan waktu yang relatif lama. Pada dasarnya, tujuan periklanan adalah komunikasi yang efektif dalam rangka mengubah sikap dan perilaku konsumen. Terdapat beberapa pilihan media yang dapat digunakan untuk melakukan periklanan, antara lain melalui: surat kabar, majalah, radio, televisi, papan reklame, dan surat langsung Alma 2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah 2009.

2.1.7.2 Promosi Penjualan Sales Promotion

Promosi penjualan merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong konsumen segera mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa. Promosi penjualan meliputi berbagai sarana - kupon, kontes, premi, dan sebagainya - yang semuanya mempunyai ciri yang berbeda. Berbagai sarana promosi tersebut juga memberikan kontribusi motivasi pembelian yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan menggunakan alat promosi penjualan untuk menciptakan respons yang lebih kuat dan lebih cepat Machfoedz, 2010. Menurut Andrijansyah 2009, promosi penjualan dapat diberikan kepada beberapa sasaran yang dianggap potensial, diantaranya: 1. Konsumen, berupa penawaran cuma-cuma, sampel, demo produk, kupon, pengembalian tunai, hadiah, kontes, dan garansi. 2. Perantara, berupa barang cuma-cuma, diskon, advertising allowances, iklan kerja sama, distribution contests, penghargaan. 3. Tenaga penjualan, berupa bonus, penghargaan, contests, dan hadiah untuk tenaga penjualan terbaik.

2.1.7.3 Hubungan Masyarakat Public Relations

Machfoedz 2010 mendefinisikan public relations hubungan masyarakat merupakan sarana promosi massal yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan berbagai konsumen perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan untuk membangun citra perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang luas, dan mengatasi kabar angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pesan disampaikan kepada konsumen lebih sebagai “berita” daripada sebagai komunikasi yang mengarah pada penjualan. Beberapa program hubungan masyarakat, antara lain publikasi di berbagai media, acara- acara penting, hubungan dengan investor, pameran, dan mensponsori beberapa acara.

2.1.7.4 Penjualan Personal Personal Selling

Personal Selling kewiraniagaan merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz 2010, personal selling merupakan elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun demikian, personal selling merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam proses pembelian. Prisgunanto 2006 mengungkapkan bahwa sarana personal selling memilki efek langsung pada proses penjualan berdasarkan sales forces. Keandalan personal selling yang paling utama adalah mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan produk yang ada. Machfoedz 2010 menyebutkan kewiraniagaan merupakan metode yang efektif bila besarnya pembelian relatif besar, bila ciri-ciri produk itu membutuhkan penjelasan dan demonstrasi, bila barang itu dibeli pada jarak waktu yang jarang, dan bila calon pembeli telah memiliki model lama dari produk yang hendak ia [beli]. Personal selling memiliki kekuatan dalam hal komunikasi berpasangan yang memungkinkan interaksi dua arah, yang meniscayakan umpan balik secara langsung. Namun, kekurangan bauran promosi ini terletak pada biayanya yang besar. Meskipun menyedot biaya yang besar, jangkauan dan frekuensi melalui personal selling memang rendah. Alma 2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah, 2009 menyebutkan bentuk-bentuk personal selling yang dikenal secara garis besar, diantaranya penjualan di toko atau pusat perbelanjaan, house to house selling, penjual yang ditugaskan oleh pedagang besar untuk menghubungi pedagang eceran, penjual yang ditugaskan oleh produsen untuk menghubungi pedagang besar atau pedagang eceran, pemimpin perusahan berkunjung kepada pelanggan yang penting, dan penjual yang terlatih secara teknis mengunjungi para konsumen industri untuk memberikan nasehat dan bantuan.

2.1.7.5 Pemasaran Langsung Direct Marketing

Pemasaran langsung, yaitu penggunaan email, faksimile, internet langsung dengan atau fasilitas untuk merespons dari pelanggan atau prospek tertentu. Ciri- ciri dari cara komunikasi ini adalah non-publik, karena ia diarahkan kepada pihak tertentu dengan nama dan alamat yang jelas. Pemasaran langsung bersifat segera dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pelanggan. Jenis bauran ini juga bersifat interaktif. Pihak konsumen dapat segera merespon pesan yang disampaikan pemasaran misalnya dengan mengisi formulir. Pemasaran langsung umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki basis data mengenai pelanggan. Semakin baik basis data ini, semakin mudah dan efektif pemasar menyampaikan pesannya Amir, 2005. Menurut Andrijansyah 2009, terdapat enam area pemasaran langsung, yaitu: direct mail, mail order, direct response, direct selling, telemarketing, dan digital marketing.

2.1.7.6 Word of mouth

Menurut Lovelock dan Wright 2005, seperti dikutip oleh Andijansyah, 2009, informasi atau cerita dari mulut ke mulut word of mouth merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran, walaupun sulit bagi pemasar untuk mengontrol saluran ini. Cerita dari mulut ke mulut berbentuk komentar positif atau negatif tentang suatu jasa yang disebarkan seseorang kepada orang lain. Cara paling tepat untuk memikirkan cerita dari mulut ke mulut yang gratis ini adalah sebagai suatu bentuk pemberitaan yang ingin dikembangkan dan dibentuk pemasar, sehingga hal itu menjadi pelengkap yang efektif.

2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran

Tjiptono 2008 mengungkapkan bahwa tujuan utama dari komunikasi pemasaran adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta meningkatkan pelanggan sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya. Sementara itu, Prisgunanto 2006 mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran memiliki dua kegunaan, yaitu langsung dan tidak langsung, namun inti dari kegunaan tersebut sama, yaitu untuk mendekatkan pelanggan sehingga akan ada keputusan beli atau minimal sampai taraf ada hasrat dan keinginan untuk memberikan keputusan untuk membeli, meskipun masih dalam rencana jangka panjang. Kegunaan langsung dari komunikasi pemasaran adalah upaya untuk mengarahkan langsung kepada keputusan orang untuk membeli. Komunikasi pemasaran memiliki kegunaan agar hasil dari transfer pesan dan persuasi tersebut tercipta gambaran yang mengarah kepada hasrat atau keinginan untuk membina hubungan antara pelanggan dengan perusahaan atau dengan kata lain, perusahaan berupaya menggali nilai-nilai apa saja yang membuat pelanggan memilih produk mereka dari sisi hubungan masyarakat kehumasan. Hal penting lainnya adalah bahwa strategi komunikasi harus membangun cara yang paling sesuai untuk mengkomunikasikan tujuan pemasaran sebuah perusahaan dengan berbagai pasar sasaran dan khalayak stakeholder Machfoedz, 2010.

2.1.9 Efek Komunikasi Pemasran

Robert Lavidge dan Gary Steiner seperti dikutip Machfoedz, 2010 mengembangkan model hirarki efek untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut, Lavidge dan Steiner membagi pembelian menurut setiap tahapan komponennya menjadi tujuh tahapan dalam proses pembelian: 1 belum atau tidak menyadari, 2 menyadari, 3 mengetahui atau mengenal, 4 menyukai, 5 preferensi, 6 merasa pasti, 7 melakukan pembelian. Tahapan-tahapan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga proses umum yang meliputi 1 menyadari dan mengetahui tentang produk, 2 mengembangkan sikap terhadap produk, dan 3 mengambil keputusan untuk membeli. Ketiga tahapan terakhir dijelaskan oleh Tjiptono 2008 sebagai tahapan respon khalayak berikut: 1. Tahap kognitif , yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu. 2. Tahap afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melaksanakan sesuatu. 3. Tahap konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang. Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses pembelian yang terdiri atas: 1. Menyadari awareness produk yang ditawarkan. 2. Menyukai interest dan berusaha mengetahui lebih lanjut. 3. Mencoba trial untuk membandingkannya dengan harapannya. 4. Mengambil tindakan act membeli atau tidak membeli. 5. Tindak lanjut follow up membeli kembali atau pindah merek. Berdasarkan tujuan komunikasi, respon khalayak, dan tahap-tahap pembelian, maka keterkaitan antara ketiganya dapat divisualisasikan pada Gambar2.

2.1.10 Daya Saing UMKM

Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas perusahaan Rahmana, 2009. Strategi yang harus dijalankan perusahaan untuk mengingkatkan daya saingnya terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah strategi untuk Sumber: Tjiptono 2008 Informing Efek Kognitif Attention Persuading Efek Afektif Reminding Efek Konatif Interest, Trial, Act Follow Up Tujuan Komunikasi Respon Khalayak Proses Pembelian Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian memenuhi atau pengadaan lima prasyarat utama, yaitu pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Sementara komponen kedua adalah strategi untuk menggunakan secara optimal kelima prasyarat tersebut menjadi suatu produk yang kompetitif. Khusus untuk komponen kedua ini, perhatian harus ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan kemampuan pemasaran. Upaya peningkatan kemampuan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sedangkan upaya peningkatan pemasaran, termasuk promosi, distribusi, dan pelayanan pascajual. Kedua pendekatan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau kurang mampu di dalam bidang ini. UMKM di Indonesia, paling tidak sebagian besar, bukan saja lemah dalam teknologi, tetapi juga lemah atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran. Padahal, banyak kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek teknologinya biasa-biasa saja, tetapi sangat laku hanya karena pemasarannya yang agresif. Tambunan, 2009. Pengukuran daya saing UMKM, harus membedakan antara daya saing dari produk dan daya saing dari perusahaan. Tentu, daya saing dari produk terkait erat atau dapat dikatakan mencerminkan tingkat daya saing dari perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan untuk mengukur daya saing suatu perusahaan, cukup banyak alat ukur yang dapat digunakan, yang pada umumnya data sekunder. Inidkator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran RD, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain. Laju pertumbuhan nilai atau volume output tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut mempunyai daya saing. Pangsa PDB atau pasar juga menunjukkan hubungan positif dengan tingkat daya saing UMKM. Semakin tinggi pangsa pasar PDB dari UMKM mencerminkan semakin tinggi daya saing dari UMKM. Pangsa pasar mencerminkan salah satu indikator dari daya saing produk. Untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk yang dibuat UKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Serupa halnya dengan keuntungan, perusahaan yang setiap tahun bisa mendapatkan keuntungan atau yang keuntungannya setiap tahun meningkat juga menunjukkan ciri perusahaan yang berdaya saing.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan korelasi antar variabel penelitian. Beberapa karakterisitik UMKM yang diduga memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Karakteristik UMKM ini dapat memberikan gambaran kondisi usaha. Potensi yang dimiliki UMKM mampu meningkatkan daya saing uaha jika didukung oleh dua faktor utama, yaitu pemasaran dan proses produksi. Produksi - Tekonologi - Desain Produk Karakteristik UMKM - Jenis bidang usaha - Tingkat pendidikan pelaku usaha - Skala usaha Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran - Keragaman bauran komunikasi pemasaran - Biaya pelaksanaan - Frekuensi pelaksanaan Kualitas Daya Saing UMKM - Tingkat Produktivitas - Tingkat Profit - Luas Cakupan Pasar Gambar 3. Kerangka Pemikiran Keterangan: berhubungan fokus penelitian Upaya peningkatan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sementara keefektivan komunikasi pemasaran dapat dilihat dari jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Keefektivan kedua kegiatan operasional ini mempengaruhi kualitas daya saing UMKM. Kualitas daya saing UMKM dapat diukur dengan tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar UMKM. Dalam penelitian ini, fokus penelitian lebih diarahan pada pelaksanaan komunikasi pemasaran yang diduga memiliki hubungan positif dengan kualitas daya saing UMKM.

2.3 Hipotesis Penelitian