Luas Tebangan Hutan Rakyat

respon penambahan luas tebangan hutan baru terjadi setelah tanaman berumur minimal 7 tahun. Respon negatif akan terjadi apabila ada perubahan tingkat suku bunga, meskipun respon tersebut tidak elastis pada jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini bisa dipahami karena berbeda dengan usaha pada hutan alam, maka pada hutan tanaman dana pinjaman lebih diperlukan pada saat mereka mulai menanam pohon. Oleh karena itu meskipun terjadi kenaikan suku bunga pinjaman, maka hal itu tidak mengurangi minat pengusaha untuk menebang. Dalam hal ini apabila terjadi kenaikan atas suku bunga pinjaman sebesar 1, dalam jangka pendek pengurangan luas tebangan hutan tanaman hanya sebesar 0.11; sedangkan dalam jangka panjang kenaikan suku bungan pinjaman tersebut akan direspon dengan pengurangan luas tebangan sebesar 0.36. Tabel 5. Hasil Estimasi Persamaan Luas Tebangan Hutan Tanaman di Indonesia Tahun 2005 Peubah Koefisien P-value Elastisitas Jk Pendek Jk. Panjang Total Permintaan Kayu Bulat 0.003 0.0288 0.368 1.196 Harga kayu bulat tanaman 8.576 0.3471 0.090 0.293 Iuran hasil hutan riil -0.018 0.8674 -0.022 -0.072 Upah riil -0.001 0.7683 -0.026 -0.083 Suku bunga -1.188 0.47 -0.112 -0.363 Luas tebangan HT sebelumnya 0.693 0.0001

5.2.3. Luas Tebangan Hutan Rakyat

Estimasi luas tebangan hutan rakyat LUASR terlihat bahwa penentuan luas tebangan selain dipengaruhi secara nyata oleh pengalaman panen tahun sebelumnya pada taraf nyata 10, ternyata juga sangat dipengaruhi secara nyata oleh total permintaan kayu bulat dengan taraf nyata 5 Tabel 6. Respon positif rakyat dalam menanggapi kenaikan permintaan kayu bulat QDKB tidak elastis dalam jangka pendek, dimana apabila terjadi kenaikan permintaan sebesar 1, maka perubahan ini hanya ditanggapi dengan kenaikan luas tebangan sebesar 0.65. Pada jangka panjang, respon ini elastis, dimana kenaikan 1 pada total permintaan akan diikuti dengan kenaikan luas tebangan sebesar 1 pula. Respon yang signifikan ini hanya terjadi pada jangka panjang karena biasanya rakyat mempunyai hutan dalam luasan yang relatif kecil, sedangkan masa yang diperlukan untuk penanaman hingga penebangan time lag sangat panjang, sehingga kenaikan permintaan kayu bulat dapat tidak dapat direspon secara dengan cepat. Tabel 6. Hasil Estimasi Persamaan Luas Tebangan Hutan Rakyat di Indonesia Tahun 2005 Peubah Koefisien P-value Elastisitas Jk Pendek Jk. Panjang Total Permintaan Kayu Bulat 0.001 0.0312 0.649 1.005 Harga kayu bulat rakyat 0.463 0.9063 0.022 0.035 Upah riil -0.000 0.9659 -0.007 -0.012 Luas tebangan HR sebelumnya 0.355 0.0971 Berbeda dengan fenomena yang terjadi pada hutan tanaman, maka pada hutan rakyat, harga riil kayu bulat hutan rakyat kurang berpengaruh pada keputusan luas penebangan. Hal terjadi karena alasan yang sama dengan uraian di atas, serta adanya kenyataan bahwa secara umum masyarakat kurang mendapat akses informasi pasar, sehingga tidak seluruh kejadian perubahan harga di pasar terpantau oleh mereka. Mereka hanya terpengaruh oleh kenaikan permintaan, yang secara nyata mereka ketahui dari adanya peningkatan permintaan atas kayu mereka. Rakyat juga kurang responsif terhadap perubahan upah karena secara umum sebagian besar dari mereka menggunakan tenaganya sendiri dalam penebangan di samping dalam mengelola hutan mereka. Kemungkinan lain adalah adanya penggunaan sistem bagi hasil dengan para buruh yang membantu penanaman, pemeliharaan dan penebangan.

5.2.4. Produksi Kayu Bulat dari Hutan Alam