Kesimpulan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Hasil analisis penawaran dan permintaan kayu bulat untuk industri pengolahan kayu primer di Indonesia untuk periode 1980 hingga 2005 diperoleh beberapa kesimpulan mengenai perilaku ekonomi, serta kecenderungan yang akan terjadi bila ada perubahan kebijakan. Perubahan kebijakan dimaksud adalah kebijakan di bidang kehutanan dan industri pengolahan kayu primer, maupun kebijakan lain yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja penawaran dan permintaan kayu bulat.

7.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang terkait dengan perilaku penawaran dan permintaan kayu bulat untuk bahan baku industri pengolahan kayu primer adalah sebagai berikut: 1. Keputusan produsen untuk menentukan luas tebangan pada hutan alam untuk produksi kayu bulat selain dipengaruhi oleh pengalaman tebangan pada tahun sebelumnya, juga sangat dipengaruhi oleh permintaan kayu bulat oleh industri, harga kayu itu sendiri, dan tingkat upah. Namun demikian, respon produsen terhadap perubahan pada ketiga peubah itu tidak elastis. Pada hutan tanaman penentuan luas tebangan dipengaruhi oleh total permintaan kayu bulat, harga riil kayu bulat dari hutan tanaman, dan tingkat suku bunga pinjaman. Sedangkan pada penentu luas tebangan hutan rakyat adalah besarnya permintaan terhadap kayu mereka. 2. Produksi kayu bulat dari hutan alam selain terpengaruh oleh produksi tahun sebelumnya, produktivitas hutan alam, upah riil dan iuran hasil hutan riil. Produksi kayu bulat dari hutan tanaman dipengaruhi oleh produksi tahun sebelumnya, produktivitas hutan tanaman dan besarnya Iuran Hasil Hutan. Sementara untuk produksi kayu dari hutan rakyat dipengaruhi oleh luas tebangan. 3. Dari sisi harga, harga kayu bulat hutan alam selain dipengaruhi harga kayu tahun sebelumnya juga dipengaruhi harga riil kayu gergajian domestik dan harga kayu bulat dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kayu bulat hutan alam lebih cenderung terkait dengan industri gergajian dan orientasi ekspor kayu bulat. Preferensi untuk ekspor ini juga terjadi dengan kayu bulat dari hutan tanaman. Sementara tingkat harga yang diterima oleh rakyat cenderung berdasarkan pada harga kayu bulat yang diterima rakyat pada periode sebelumnya. 4. Permintaan kayu bulat untuk industri kayu gergajian cenderung naik dari waktu ke waktu dan terpengaruh oleh pengalaman permintaan pada tahun sebelumnya, produksi kayu gergajian, harga kayu gergajian dunia, dan harga kayu bulat hutan alam. Pengaruh dari peubah-peubah tersebut dalam jangka pendek tidak elastis, tetapi dalam jangka panjang mempunyai respon yang elastis. 5. Permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis selain dipengaruhi oleh realisasi permintaan tahun sebelumnya, juga sangat dipengaruhi oleh harga kayu bulat dari hutan alam dan harga kayu lapis dunia. Sedangkan permintaan kayu bulat oleh industri pulp selain merujuk pada pengalaman permintaan periode sebelumnya, juga dipengaruhi oleh harga bahan baku kayu bulat hutan alam dan harga pulp sendiri. 6. Ekspor kayu bulat selain dipengaruhi oleh kinerja ekspor tahun sebelumnya, juga dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika. Berlawanan dengan ekspor, impor kayu bulat dari luar negeri akan menurun apabila nilai tukar Rupiah naik, dalam hal ini harga kayu bulat dari luar negeri menjadi lebih mahal apabila dibayar dengan Rupiah. 7. Dari hasil simulasi, kenaikan upah sebesar 5 mengakibatkan penurunan luas tebangan secara total sebesar 0.36 dan dampak ini paling terasa pada hutan alam. Dampak penurunan luas tebangan tersebut adalah pada penurunan produksi kayu bulat sebesar 3.68. Lebih lanjut penurunan total produksi ini berdampak pada penambahan selisih atau gap penawaran dan permintaan kayu bulat sampai dengan 37.51. 8. Kebijakan penurunan kapasitas industri sebesar 20 akan menekan permintaan terhadap kayu bulat sebesar 2.66. Penurunan permintaan ini berakibat pada penurunan pasokan kayu bulat sebesar 0.55, dan pada akhirnya gap penawaran dan permintaan berkurang sebesar 32.81. 9. Kebijakan moneter untuk menaikan suku bunga sebesar 5 , akan berdampak pada penurunan aktivitas produksi di industri pengolahan kayu primer. Hal ini diindikasikan oleh penurunan permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer sebesar 1.19 , yang pada akhirnya mengurangi gap penawaran dan permintaan sebesar 14.69 . 10. Jika terjadi kenaikan upah sebesar 5 dan penurunan kapasitas industri, akan terjadi penurunan produksi industri pengolahan kayu primer. Industri gergajian menurunkan produksinya sebesar 3.54, industri pulp menurunkan produksinya sebesar 30.22, sementara industri kayu lapis menaikan produksinya sebesar 0.12. Penurunan produksi tersebut berakibat pada berkurangnya gap penawaran dan permintaan sebesar 47.52. 11. Apabila pemerintah mendorong peningkatan produktivitas hutan alam sebesar 20 melalui implementasi SILIN, maka kebijakan tersebut akan mendorong pasokan kayu bulat dari hutan alam sebesar 15.92. Secara total produksi kayu bulat akan meningkat sebesar 8.54. Peningkatan produktivitas ini mengurangi gap penawaran dan permintaan sebesar 86.95. Apabila kebijakan tersebut dikombinasikan dengan pengurangan kapasitas industri sebesar 30 serta upah dan suku bunga masing-masing naik 5 , gap penawaran dan permintaan akan menurun sebesar 96.98.

7.2. Implikasi Kebijakan