Implikasi Kebijakan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

10. Jika terjadi kenaikan upah sebesar 5 dan penurunan kapasitas industri, akan terjadi penurunan produksi industri pengolahan kayu primer. Industri gergajian menurunkan produksinya sebesar 3.54, industri pulp menurunkan produksinya sebesar 30.22, sementara industri kayu lapis menaikan produksinya sebesar 0.12. Penurunan produksi tersebut berakibat pada berkurangnya gap penawaran dan permintaan sebesar 47.52. 11. Apabila pemerintah mendorong peningkatan produktivitas hutan alam sebesar 20 melalui implementasi SILIN, maka kebijakan tersebut akan mendorong pasokan kayu bulat dari hutan alam sebesar 15.92. Secara total produksi kayu bulat akan meningkat sebesar 8.54. Peningkatan produktivitas ini mengurangi gap penawaran dan permintaan sebesar 86.95. Apabila kebijakan tersebut dikombinasikan dengan pengurangan kapasitas industri sebesar 30 serta upah dan suku bunga masing-masing naik 5 , gap penawaran dan permintaan akan menurun sebesar 96.98.

7.2. Implikasi Kebijakan

Dari hasil proyeksi untuk periode 2006-2010 terhadap kebutuhan kayu bulat untuk industri dan pasokan kayu bulat menunjukkan terjadinya gap antara keduanya sekitar 6 juta m 3 1. Apabila terjadi kenaikan upah sebesar 5 akan menambah besaran gap sebesar 21.96. Implikasi yang harus dipersiapkan kebijakan untuk apabila tidak ada intervensi atau business as usual. Dampak beberapa skenario kebijakan adalah sebagai berikut: meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan atau mengefisienkan biaya operasional, baik di hulu maupun hilir. 2. Apabila ada kebijakan pengurangan kapasitas terpasang industri pengolahan kayu primer sebesar 20 akan menurunkan permintaan kayu bulat oleh industri sebesar 3.73 yang akan mengecilkan gap penawaran dan permintaan sebesar 14.28. Hal ini mengindikasikan diperlukannya optimalisasi pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, hutan tanaman dan hutan rakyat. Dalam jangka panjang, untuk dapat mempertahankan kapasitas terpasang yang ada maka diperlukan percepatan pembangunan hutan tanaman, hutan rakyat dan silvikultur intensif. 3. Kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman sebesar 30 akan meningkatkan produksi kayu hutan tanaman sebesar 6.70 sehingga secara total penawaran kayu bulat akan meningkat sebesar 2.32. Dengan kebijakan ini, gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat berkurang sebesar 5.89. Kebijakan ini dapat digunakan untuk perluasan industri primer dan lanjutan yang memanfaatkan kayu dari hasil hutan tanaman. 4. Peningkatan produktivitas hutan alam mendorong peningkatan produksi kayu dari hutan alam sebesar 41.86. Kebijakan untuk mendukung peningkatan produktivitas hutan alam ini apabila disertai dengan kebijakan penurunan kapasitas industri sebesar 30 aka menjadikan gap menurun sebesar 32.33, meskipun terjadi kenaikan suku bunga dan tingkat upah masing-masing sebesar 5. Pengurangan gap tersebut masih sangat kecil, karena besaran gap masih sekitar 4 juta m 3 , sehingga masih memungkinkan terjadinya illegal logging yang merugikan kelestarian sumberdaya hutan dan keamanan lingkungan. 5. Untuk terus mengurangi gap tersebut, pemerintah dapat mengupayakannya melalui kebijakan percepatan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat HTR pada kawasan hutan produksi yang sudah tidak dibebani hak HPHHTI. Pola HTR ini dapat dipersamakan dengan hutan rakyat, dimana pohon berkayu merupakan sisipan di antara tanaman pangan dalam pola pemanfaatan tanah masyarakat. Upaya pengembangan hutan rakyat ini diharapkan dapat mempercepat upaya penurunan gap penawaran dan permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer. Kebijakan pengembangan Hutan Tanaman Rakyat HTR dapat dilakukan pada kawaan hutan produksi yang sudah tidak dibebani hak HPHHTI. Pola HTR ini apabila dipersamakan dengan hutan rakyat, dimana pohon berkayu merupakan tanaman sisipan diantara tanaman pangan dalam pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat. Dengan pola ini akan mempunyai produktivitas sebesar 0.18 m 3 per hektar, sehingga apabila target luas pembangunan HTR sampai dengan tahu 2014 sekitar 5.4 juta hektar, maka pola ini menyumbang pasokan kayu sekitar 1 juta m 3 . Penambahan pasokan ini masih kurang memadai dalam menyelesaikan masalah gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat, apalagi apabila hal ini dihubungkan dengan adanya kecenderungan meningkatnya minat investasi di pulp and paper dan wood working. Untuk itu perlu ditempuh kebijakan untuk mengutamakan tanaman berkayu pada areal HTR dan untuk itu perlu dihitung kemungkinan memberikan kompensasi bagi peserta HTR untuk peluang ekonomi yang hilang opportunity cost apabila mereka tidak mengurangi cash crops pada areal HTR-nya, yang sangat diperlukan bagi kehidupan mereka. 6. Kebijakan lain yang diperlukan dalam mendorong pembangunan HTR adalah a menyederhanakan prosedur yang memungkinkan masyarakat bisa memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, dan b pemberian akses yang memadai pada kredit pendanaan melalui berbagai skim yang tepat, termasuk memberi kemungkinan insentif pada peserta HTR yang akan menanam jenis-jenis kayu keras hardwood, dimana saat ini Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman baru yang memprioritaskan pada kredit pembangunan hutan tanaman jenis fast growing species dengan menggunakan PPPH. 7. Minimalisasi gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat dapat tercapai melalui silvikultur intensif. Hal ini dapat dikembangkan dalam bentuk penerapan multi-system silviculture yang akan meminimumkan biaya dan memaksimumkan produksi kayu bulat secara spesifik pada tiap areal kerja pengusahaan hutan sesuai dengan keragaman kondisi biofisik areal tersebut. 8. Peningkatan produksi kayu bulat per satuan luas sebagaimana diuraikan di atas diharapkan akan memungkinkan menerapkan kenaikan pajak dan pungutan. Namun demikian penerapan kenaikan pajak dan pungutan harus dalam batas-batas yang tidak mengganggu sistem produksi. 9. Di sisi permintaan, pengurangan gap penawaran dan permintaan kayu bulat dapat ditempuh melalui kebijakan penerapan ketentuan penggunaan teknologi pengolahan kayu yang efisien, yang diperlukan untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat upah yang cenderung selalu bergerak naik. Kebijakan ini perlu ditekankan pada aplikasipermohonan unit-unit industri baru. 10. Efektifitas kebijakan penurunan kesenjangan penawaran dan permintaan akan meningkat apabila kebijakan yang diimplementasikan adalah melihat secara komprehensif, baik sisi penawaran maupun permintaan. Selain itu kebijakan yang berkaitan dengan kenaikan upah, penurunan suku bunga, dan kenaikan IHHDR akan menurunkan efektifitas penurunan kesenjangan penawaran dan permintaan kayu bulat.

8.3. Saran-saran