internasional berada di titik A. Bila harga komoditi berada pada P
2
Di sisi lain, Pada Panel III, pada saat harga komoditi berada pada P maka negara
1 mengalami kelebihan penawaran excess supply sebesar BE yang dapat di tawarkan atau diekspor ke pasar internasional, sehingga pada Panel II jumlah yang
ditawarkan itu sebesar BE. Dengan demikian titik A dan E membentuk kurva penawaran pada pasar international di Panel II.
3
, negara 2 berada dalam keseimbangan antara penawaran dan permintaan sehingga
tidak perlu melakukan impor dan hal ini diposisikan sebagai titik A” pada Panel II yang menginformasikan bahwa pada harga P
3
, tidak ada jumlah yang diminta di pasar internasional. Pada saat harga komoditi berada di P
2
, negara 2 mengalami kelebihan permintaan excess demand sebanyak B’E’ dibanding produksi
domestiknya, sehingga jumlah itu perlu dipenuhi melalui impor dari pasar internasional. Jumlah B’E’ yang diminta di pasar internasional tersebut sama
dengan jumlah BE pada Panel II, sehingga garis A”E membentuk kurva permintaan pada panel ini. Dengan demikian harga P
2
3.1.4. Suku Bunga
merupakan harga keseimbangan relatif pada pasar internasional.
Bunga pinjaman mengkait dengan investasi dalam rangka pembelian barang modal baru seperti mesin dan peralatan, baik investasi untuk pengusahaan
kayu bulat maupun untuk industri kayu olahan. Tingkat suku bunga biasanya ditentukan oleh Bank Sentral yang kemudian diikuti sebagai pedoman oleh bank-
bank lainnya. Pergerakan tingkat suku bunga dari r
1
ke r
2
, dan dampak negatifnya berlawanan terhadap investasi dimana pada saat tingkat suku bunga
sebesar r
1
maka minat investasi sebesar I
1
, namun bila suku bunga naik menjadi r
2
maka minat investasi akan turun menjadi I
2
Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan Antara Suku Bunga dan Investasi
3.1.5. Upah
Sektor produksi kayu bulat maupun kayu olahan merupakan sektor yang padat pekerja, sehingga tingkat upah tenaga kerja menjadi faktor produksi yang
sangat penting. Gregory 1987 mendefiniskan upah wage sebagai pembayaran dalam bentuk apapun atas jasa yang diberikan oleh seorang tenaga kerja. Oleh
karena itu, secara keseluruhan upah bisa juga meliputi gaji, asuransi, tunjangan dalam bentuk barang in natura, dan bahkan termasuk layanan kesehatan dan
rekreasi. Dalam penelitian ini upah hanya dibatasi pada pembayaran atas tenaga yang dicurahkan dalam proses produksi.
Upah sering menjadi subyek kebijakan pemerintah untuk menjaga kesejahteraan buruh di satu sisi, dan menjaga daya saing produk di sisi lain.
Secara umum kenaikan tingkat upah akan berdampak pada penurunan produksi namun akan menaikkan harga produk kayu bulat maupun kayu olahan.
I
1
I
2
r
2
r
1
Suku bunga
Investasi
3.1.6. Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara pada hakekatnya menunjukan daya beli uang tersebut di pasar internasional. Nilai mata uang suatu negara juga akan
menentukan daya saing produk negara itu di pasar internasional. Mata uang yang mempunyai nilai tinggi akan menurunkan daya saing produk negara tersebut,
sementara nilai yang rendah akan mengakibatkan produk-produk itu lebih menguasai pasar.
Sebelum Perang Dunia I nilai kebanyakan mata uang diperbandingkan dengan nilai emas Krugman dan Obstfeld, 1997. Dewasa ini nilai mata uang
Dollar Amerika US merupakan acuan dominan dalam perdagangan internasional karena nilainya lebih stabil Salvatore, 2004. Pergerakan nilai tukar
ini bisa diatur atau ditetapkan oleh pemerintah, atau diserahkan kepada pasar sehingga bersifat mengambang. Sejak krisis ekonomi, Bank Indonesia
menggunakan sistem mengambang, oleh karena itu pergerakan nilai tukar menjadi salah satu hal yang diperhitungkan dalam pengusahaan kayu bulat maupun kayu
olahan pada penelitian ini. 3.1.7. Pajak dan Pungutan
Pada hakekatnya pajak dan pungutan merupakan dana yang dikumpulkan untuk membiayai pembangunan Gregory, 1987. Di bidang kehutanan dan
perdagangan hasil hutan pajak yang dikenakan pada produsen adalah Pajak Pendapatan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan PBB.
Adapun iuran yang dikenakan dalam pengusahaan hutan adalah Iuran Hasil Hutan IHH, dan Dana Reboisasi DR. Pajak dan pungutan tersebut ditarik untuk
membiayai pembangunan daerah, pembangunan kehutanan, dan sebagai salah satu
kontribusi untuk pembangunan nasional secara umum, namun dalam penelitian ini PBB tidak dijadikan sebagai salah satu peubah permintaan dan penawaran kayu,
karena datanya tidak cukup tersedia. IHH atau yang sekarang disebut sebagai Provisi Sumber Daya Hutan
PSDH dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Adapun DR adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak
Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Ijin Pemanfaatan Kayu, atas hasil hutan yang dipungut dari hutan alam. Besarnya
pungutan bervariasi tergantung pada jenis kayunya dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Meskipun IHH dan DR dalam administrasi
kehutanan disebut sebagai pungutan, namun pada hakekatnya kedua pungutan tersebut merupakan pajak untuk hasil yang diterima dari pengoperasian
pengusahaan hutan atau yield tax sebagaimana dinyatakan oleh Gregory 1987 karena kedua jenis pajak ini didasarkan atas nilai kayu yang diproduksi dari hutan.
Pajak dan pungutan sebagaimana dimaksud di atas pada hakekatnya adalah ad valorem tax yang dikenakan berdasarkan nilai hasil hutan yang
mempunyai dampak pada pengambilan keputusan produksi Gambar 6. Bila pajak dan pungutan dipandang sebagai pengurang atas penerimaan pada pihak
perusahaan maka kurva TR sebagaimana Gambar 6 a akan bergeser ke bawah, dan berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan, sedangkan bila pajak
dan pungutan dipandang sebagai bagian dari biaya variabel, maka kurva TC pada gambar 6 b akan bergerak ke atas.
a b
Gambar 6. Dampak Pajak dan Pungutan Terhadap Biaya dan Penerimaan
3.2. Kerangka Pelaksanaan Penelitian