Implikatur Percakapan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

berikut penjelasan Yule mengenai contoh di atas : In order to make Tom‟s response relevant; Rick has to draw on some assumed that one college student in this setting expects another to have. Tom will be spending than evening with his parents, and time spent with parents is quiet consequently + Tom not at party. 45 Berdasarkan contoh di atas, Rick haruslah berkeyakinan bahwa Tom tetap bersifat kooperatif meski memang dalam jawaban yang sederhana untuk mematuhi maksim relevansi jawabannya antara yes atau no. Untuk itulah kemudian Rick harus mendayagunakan pengetahuannya serta mempergunakan konteksnya sehingga implikatur yang dihasilkan dalam tuturan Tom yaitu Tom secara tidak langsung menyatakan no. Ini berdasarkan asumsi yang diperoleh dari pengetahuan dan konteks bahwa Tom merupakan seorang mahasiswa ketika orangtuanya berkunjung maka kemudian Tom akan lebih menghabiskan malamnya bersama orangtuanya. Berbeda halnya dengan contoh sebelumnya yaitu antara Doobie dan Mary yang tidak membutuhkan konteks yang khusus, ketika Doobie menanyakan “Did you invite Bella and Cathy?” maka Mary menjawab “I invited Bella ”, maka implikatur yang muncul yaitu Cathy tidak diundang oleh Bella. Yule lebih lanjut menyatakan bahwa implikatur percakapan khusus merupakan yang disebut “implikatur”, berikut pernyataannya: “ because they are by far the most common, particularized conversational implicatures are typically just called implicatures ”. 46 Terjemahan pernyataan Yule tersebut yaitu mereka implikatur percakapan khusus yang paling umum sering ditemukan dalam interaksi komunikasi untuk itu implikatur percakapan khusus merupakan tipikal dari implikatur. Sesuai uraian sebelumnya bahwa jika memegang teguh maksim relevansi maka Tom seharusnya menjawab yes atau no tetapi Tom melakukan penyimpangan. Hal itu tidak membuatnya bisa dikatakan 45 Ibid,hlm. 43 46 Ibid sepenuhnya tidak kooperatif karena implikatur buah dari tuturannya menghasilkan sesuatu yang relevan terhadap yang dibutuhkan oleh Rick. Hal semacam di atas sering terjadi, prinsip kerja sama dengan maksimnya sering dilanggar. Meskipun demikian, hal tersebut bukanlah hal yang haram untuk dilakukan. Prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice bukanlah sebagai bentuk baku layaknya sebuah konstitutif-jika meminjam istilah yang dipakai oleh Leech- yang menjadi sifat tata bahasa. Prinsip atau maksim merupakan kaidah atau rambu-rambu dalam praktik berkomunikasi atau jika meminjam istilah yang dipakai oleh Leech yaitu yang bersifat mengatur atau regulatif. 47 Untuk itu terkadang prinsip kerja sama melalui keempat maksimnya sering dilanggar dengan masing-masing bentuk pelanggaran. J Meibauer mengutip dari Grice dan Levinson menggambarkan contoh bentuk pelanggaran terhadap setiap maksim serta kemudian menuangkannya ke dalam sebuah tabel, yaitu sebagai berikut: 1 War is war. + „There is nothing one can do about it 2 Some men were drunk.+ „Not all of them were drunk.” 3a He is a fine friend . + „He is not a fine friend.” 3b You are the cream in my coffee .+„You are my best friend 4 There is life on Mars. + „Speaker believes that there is Life on Mars ‟ 5 Speaker A : I‟m out of petrol. Speaker B : There is a garage round the corner. + „The garage is open.‟‟ 6 Speaker A : Look, that old sprinter over there Speaker B : Nice weather today, isn‟t it?. + „No Comment‟ 7 She produced a series of noises that resembled “ Si, mi chiamano Mimi”. + „ Her singing 47 Leech, Op.Cit., hlm. 12 was a complete disaster ‟ 8 Anna went to the shop and bought jeans. + „ She bought the jeans‟ Table 1 Typical cases of Implicature Maxims Exploitation Observation Quantity Tautology 1 Scalar Implicature 2 Quality Irony, Metaphor, Belief Implicature Sarcasm 3 in assertions 4 Relevance Implicatures due to Bridging 6 Thematic switch 5 Manner Implicatures due to Conjuction obscurity, etc. 7 buttressing 8 48 Adapun tabel di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1 Perang adalah perang.+’Tidak ada yang bisa dilakukan tentang hal itu 2 Beberapa pria yang mabuk.+’Tidak semua dari mereka mabuk 3a Dia laki- laki adalah teman yang baik. +‟ Dia laki-laki bukan teman yang baik .” 3b Kamu itu seperti krim dalam kopi saya.+‟ Kamu merupakan teman terbaik saya .” 4 Ada kehidupan di Mars.+‟ Pembicara percaya bahwa ada kehidupan di Mars .” 5 Pembicara A : Saya kehabisan bensin. Pembicara B : Ada sebuah garasi di tikungan. 48 Mey, op. cit.,hlm. 366 + „Garasi itu buka bisa dipakai.” 6 Pembicara A : Lihat, atlet pelari yang sudah tua itu berada di sana Pembicara B : Cuaca hari ini bagus, bukan begitu? + „Tidak menanggapi‟ 7 Dia perempuan menghasilkan serangkaian suara yang menyerupai “ Si, mi chiamano Mimi”. +‟ Nyanyian perempuan itu seperti bencana yang dahsyat ‟ 8 Anna pergi ke toko dan membeli celana jeans. + ‘ Perempuan itu membeli celana jeans‟ Tabel 1 Tipikal Kasus Implikatur Maksim Eksploitasi Observasi Kuantitas Pengulangan 1 Implikatur berskala 2 yang tak berguna Kualitas Ironi, Metafora, Percaya pada implikatur Sarkasme 3 yang terkandung dalam pernyataan 4 Relevansi Implikatur 5 Menjembatani 6 karena beralih tematik Cara Implikatur dari Menunjang kata ketidakjelasan 7 sambung 8 Pada tabel di atas tertulis exploitation atau dalam bahasa Indonesianya eksploitasi. Memang ada yang menyebutkannya mengeksploitasi maksim-termasuk dalam hal ini Louise Cummings-, ada yang juga menyebutkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama seperti halnya Wijana. Grice sendiri dalam artikelnya menyebutkan dengan istilah flouting atau mencemoohkan. Selain contoh Tom dan Rick maka contoh no 5 pun sebagaimana yang dituliskan di atas merupakan jenis pelanggaran terhadap maksim relevansi atau sifatnya mengeksploitasi dari maksim relevansi. Implikatur diperoleh dari akibat peralihan tetapi masih menyangkut tema pembicaraan tematik. Contoh kasus Tom dan Rick, ketika Rick mengundang Tom, kemudian Tom malah menginformasikan Ayahnya yang akan berkunjung nanti malam. Meskipun terjadi peralihan, peralihan ini masih menyangkut tema pembicaraan, dilihat dari implikatur yang diperoleh kemudian yaitu saya tidak bisa datang. Pada kasus maksim cara, eksploitasi atau pelanggaran terhadap maksim ini dilakukan dengan cara membuat tuturan yang taksa, tidak jelas, dan bisa membuat lawan tutur kebingungan. Dari situlah kemudian muncul implikatur yang disebabkan dari ketaksaan atau ketidakjelasan. Selain contoh di atas, Wijana dalam bukunya memberikan contoh sebagai berikut: + Let‟s stop and get something to eat - Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S 49 + Ayo berhenti dan cari makan - Oke, tapi jangan M-C-D-O-N-A-L-D-S Pada contoh di atas menurut Wijana “tokoh - menjawab ajakan + secara tidak langsung, yakni dengan mengeja satu persatu kata McDonalds. Penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya”. 50 Dari penyimpangan ini kemudian diperoleh implikatur kata McDonalds yang sebenarnya ingin dituturkan oleh tokoh -. Jika merujuk ke contoh Grice dan Levinson yang dikutip oleh J Meibeur, pada contoh kasus maksim cara maka sebenarnya maksud penutur ingin menyatakan bahwa suara perempuan itu ketika menyanyi seperti bencana yang dahsyat. Ini hasil dari implikatur tuturannya yang menyatakan bahwa suara perempuan itu menyerupai “Si, mi chiamano Mimi”. 49 Wijana, op. cit., hlm. 51 50 Ibid Maksim kualitas sering dieksploitasi dengan menghubungkannya melalui gaya bahasa yang digunakan yaitu ironi, metafor, dan sarkasme. Lebih dari itu, Grice dalam artikelnya menyebutkan juga meiosis dan hiperbol sebagai bagian dari pencemoohan-jika meminjam istilah Grice- terhadap maksim kualitas. 51 Pada contoh di atas, pelanggaran terhadap maksim kualitas ditunjukkan dengan contoh tuturan “He is a fine friend”. Yang sebenarnya maksud dari tuturannya atau implikaturnya yaitu “He is not a fine friend ”. Mengingat prinsip dasar dari maksim kualitas yaitu “jangan mengatakan sesuatu yang anda tidak yakini kebenarannya” tetapi penutur melakukan pelanggaran tersebut untuk menyampaikan maksudnya dengan memanfaatkan gaya bahasa ironi. Hal yang sama juga dicontohkan oleh Louise Cummings dalam bukunya, yaitu sebagai berikut : The players were lions on the pitch Pemain-pemain itu laksana singa-singa di atas puncak 52 Menurut Louise Cummings “penutur telah sengaja melanggar maksim kualitas dengan tujuan untuk mencapai efek komunikasi tertentu”. 53 Pemain itu bukan singa melainkan pemain itu diasosiasikan seperti singa. Ini seperti sebuah metafor yang dihasilkan oleh penutur. Implikaturnya kemudian pemain-pemain itu diibaratkan seperti singa yang bisa dikatakan bahwa singa itu buas, kuat, dan cepat. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas yaitu „tautologi‟. Jika menilik KBBI maka tautologi merupakan pengulangan yang tidak berguna. Seperti halnya contoh di atas yaitu “war is war” yang implikasinya menyerupai ujaran maujudnya sehingga penjelasan di atas “there is nothing one can do about it”. Grice pun menyatakan bahwa tautologi bersifat uninformative atau tidak bersifat informatif dan tidak bisa tidak dikatakan melanggar maksim kuantitas. Grice pun 51 Cole et al, op. cit., hlm. 53 52 Cummings, op. cit., hlm. 18 53 Ibid, hlm. 19 menambahkan kecuali ada maksud yang ingin disampaikan dari ujaran tersebut maka ini membutuhkan tautologi yang khusus. 54 Untuk itu prinsip kerja sama terkadang dilanggar oleh partisipan dengan sebuah alasan tertentu. Pelanggaran prinsip kerja sama tersebut mengandung implikatur di dalamnya atau ada hal yang diimplikasikan dalam pelanggarannya. Dalam hal ini semua tuturan juga mempunyaidapat mengimplikasikan sesuatu, beranjak dari pemikiran Louise Cummings. Implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama mempunyai fungsi yang erat kaitannya dengan alasan seorang partisipan dalam melakukan pelanggaran prinsip kerja sama.

F. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tingkat SMA

Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang wajib dimiliki oleh peserta didik. Nida dan Harris dalam Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak listening skill, keterampilan berbicara speaking skill, keterampilan membaca reading skill, dan kemampuan menulis writing skill .” 55 Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, standar kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik di tingkat SMA mencakup keempat komponen keterampilan berbahasa yaitu peserta didik mampu “menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris.” 56 Berbeda dengan Kurikulum 2013, pembelajaran tidak berdasarkan kepada pembagian keempat komponen keterampilan berbahasa. Pada Kurikulum 2013 pembelajaran berdasarkan kepada teks dan keempat komponen keterampilan berbahasa tersebut diintegrasikan masuk ke dalamnya. Berikut pernyataan dari Muhammad Nuh selaku 54 Cole et al, op. cit., hlm. 52 55 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung : Penerbit Angkasa, 2008, hlm. 1 56 Tuszie Widhiyanti, KTSP : Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, 2015, http:www.file.upi.edu penggagas kurikulum 2013 dan ketika itu menjabat sebagai menteri pendidikan: Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berbahasa yang dituntut tersebut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang jenis, kaidah dan konteks suatu teks, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu teks tulis dan lisan baik terencana maupun spontan, dan bermuara pada pembentukan sikap kesantunan dan kejelian berbahasa serta sikap penghargan terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa. 57 Berdasarkan pendapat Muhammad Nuh di atas, hal yang dituntut dalam kurikulum 2013 yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Peserta didik dituntut untuk mengetahui berbagai jenis teks yang ada disertakan dengan kaidah dan konteks teks tersebut. Kemudian peserta didik diharapkan dapat menyajikan berbagai teks tersebut secara tulis maupun secara lisan. Dalam hal tersebut, secara lisan berarti sama halnya dengan melihat kompetensi keterampilan berbicara. Imber dan Klingler mencetuskan gagasan kurikulum nasional keterampilan berbahasa yang terdiri atas delapan unit dasar. Adapun delapan unit dasar tersebut yaitu sebagai berikut:

8. Aneka Pemahaman

7. Mengomentari, menanyai, memperbaiki membetulkan, membenarkan, melaporkan, menganalisis. 6. Mengingatkan, menyarankan, menganjurkan, meyakinkan, menegaskan, memaksakan. 5. Mengkritik, memperingatkan, menghina, menuduh menyalahkan, mengancam. 4. Memberi pujian, mengucapkan selamat merayu menyanjung, membanggakan menyombongkan diri. 57 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia Ekspresi diri dan Akademik kelas X,2015, hlm. Iii, http:www.bse.kemdikbud.go.id 3. Menghindarkan mengelakkan, membelokkan percakapan mengalihkan arah pembicaraan, menyangkal mengingkari. 2. Menyetujui, membantah, menyatakan simpati mengucapkan belasungkawa, menentang memperdebatkan, mendamaikan menentramkan 1. Aneka Kesalahpahaman. 58 Salah satu unit dasar keterampilan berbahasa yang ada dalam kurikulum nasional yaitu menentang atau memperdebatkan. Henry Guntur Tarigan dalam bukunya menjelaskan betapa pentingnya berdebat diajarkan di dalam kegiatan pembelajaran. Adapun pendapat Henry Guntur Tarigan tersebut sebagai berikut: para guru memang wajar mendidik para siswa berpikir logis; yang benar harus dibenarkan, yang salah harus disalahkan. Dalam hal ini penalaranlah yang diutamakan. Walaupun suatu pendapat muncul dari teman karib, tetapi apabila pendapatnya itu tidak masuk akal, harus ditentang atau didebat demi kebenaran. Begitu pula sebaliknya, pendapat yang logis, walaupun dikemukakan oleh orang yang tidak kita senangi, haruslah diterima karena memang masuk akal. Berdebat, berbantah tentang sesuatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat atau pendirian, berguna untuk mendidik para siswa berpikir logis, dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah. 59 Pendapat Henry Guntur Tarigan tersebut bisa diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maupun dalam Kurikulum 2013 khususnya untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Standar kompetensi untuk keterampilan berbicara dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu salah satunya peserta didik mengungkapkan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber. Kompetensi dasar dari standar kompetensi tersebut yaitu: 1 memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik; 2 memberikan 58 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, Bandung : PT. Angkasa, 2009, hlm. 136 59 Ibid, hlm. 141 persetujuandukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik. 60 Memberikan kritik berarti tidak setuju dengan isi informasi atau berita sedangkan memberikan persetujuan berarti ikut mengafirmasi isi informasi atau berita. Hal tersebut tentu sama dengan hakikat debat yang mempertemukan pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju atau kontra. Guru dapat menggunakan metode debat dalam pembelajaran untuk kompetensi dasar tersebut. Dalam implementasinya, guru mempunyai dua pilihan yaitu: 1 memulai dari kompetensi dasar yang pertama dilanjutkan kompetensi dasar yang kedua dan terakhir melakukan evaluasi dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran; 2 menggabungkan kedua kompetensi dasar tersebut dalam satu rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran. Dalam kurikulum 2013 metode debat sebagai keterampilan berbicara bisa digunakan dalam pembelajaran materi teks eksposisi. Dalam buku Bahasa Indonesia SMA Kelas X buku pelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 yang dikeluarkan pemerintah disajikan teks “untung rugi perdagangan bebas”. 61 Peserta didik diminta untuk menentukan sikap: setuju atau tidak setuju dengan adanya perdagangan bebas. Dengan demikian, ada dua kelompok yang terbentuk dalam kelas yaitu kelompok yang setuju dengan perdagangan bebas dan kelompok yang tidak setuju dengan perdagangan bebas. Jadi, metode debat dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut karena debat mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat dan mencari pendapat yang paling logis dan ideal. Perlu diketahui sebelumnya, kompetensi dasar dalam pembelajaran tersebut memang dituntut hanya pada aspek keterampilan menulis saja. 60 Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMAMA, 2015, hlm.110, http:www.mansurmok.files.wordpress.com 61 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas X,2015, hlm.100 http:www.bse.kemdikbud.go.id

Dokumen yang terkait

Prinsip kerja sama dalam humor dialog cekakak-cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

3 14 165

IMPLIKATUR KONVENSIONAL DALAM STRUKTUR JOKE ACARA STAND UP COMEDY SEASON 5 DI KOMPAS TV DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

6 36 75

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DITAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik)

0 2 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DI TAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik

1 3 20

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 1 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 0 14

Jenis Tindak Tutur, Pelanggaran Prinsip Kerja Sama, dan Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Kepenuhan Riau.

0 0 17

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PEMATUHAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK PELAYARAN "AKPELNI" SEMARANG.

0 0 16

KETIDAKPATUHAN MAKSIM PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA “OPINI” DI TV ONE: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

0 0 95

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM TALK SHOW SATU JAM LEBIH DEKAT DI TV ONE

0 0 14