Situasi Tutur Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

manajemen bisnis dengan meminjam notebook milik Ihsan. Rudi hanya memiliki sisa waktu 45 menit untuk mengerjakan tugas itu dikarenakan setelah itu merupakan waktu atau sudah saatnya jam mata kuliah manajemen bisnis. Berdasarkan hal itu Ihsan mengetahui bahwa tuturan Rudi tersebut tidak semata hanya bersifat informasi, tetapi juga memintanya untuk mengambil charger notebook miliknya. Rudi pun mengetahui bahwa Ihsan akan mengerti tujuan pembicaraannya berdasarkan situasi atau konteks yang ada. Inilah yang kemudian bisa dikatakan adanya latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur maupun petutur. Bisa dilihat juga rumusan Dell Hymes yang disingkat SPEAKING yang dapat juga dipakai untuk menentukan makna sebuah tuturan melalui kajian pragmatik. Dell Hymes dalam Mulyana menyatakannya sebagai berikut: S : setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar setting lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan. P :participants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latar sosial, dsb, juga menjadi perhatian. E :ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur ends as outcomes, dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri ends in view goals. A :act sequences, pesanamanat, terdiri dari bentuk pesan message form dan isi pesan message content. Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan meliputi; lokusi, ilokusi, dan perlokusi. K :key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan antara lain, misalnya: serius, santai, akrab. I :instrumentalities, atau sarana, yaitu sarana percakapan. maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya: dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dsb. N :norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya. G :genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya: wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya. 20 Berkaitan dengan rumus SPEAKING di atas, Preston mengungkapkan pendapatnya. Adapun pendapatnya sebagai berikut: unsur-unsur sosiolinguistik penentu percakapan di atas, merupakan penjabaran dari konteks nonlinguistik, yang terdiri dari: 1 konteks dialektikal, yang meliputi partisipan dan jenis wacana, 2 konteks diatipik, yaitu latar, hasil, dan amanat, dan 3 konteks realisasi, yakni sarana saluran, norma, dan cara berkomunikasi. 21 Jadi dengan kata lain meskipun konsep SPEAKING yang diungkapkan oleh Dell Hymes ini diperuntukkan sebagai unsur-unsur sosiolinguistik namun hakikat keberadaannya dapat digunakan dalam kajian pragmatik untuk menentukan makna. Konsep SPEAKING hakikatnya sama dengan konteks nonlinguistik. Menentukan sebuah makna di dalam pragmatik, tidak hanya berdasarkan aspek linguistiknya saja melainkan juga aspek nonlinguistiknya. Berikut diberikan sebuah contoh bahwa konsep SPEAKING dapat menentukan sebuah makna dalam sebuah percakapan: A: “ Rina itu orangnya baik tidak sih?” B: “Oh iya, Rina itu baik sekali” 20 Mulyana, op. cit., hlm. 23-24 21 Ibid, hlm. 24 Tuturan B yang tampak,mempunyai makna bahwa Rina merupakan orang yang baik sekali. Hal tersebut bukanlah makna sebenarnya dari maksud tuturan B. Nada dan sikap yang ditunjukkan oleh penutur B dalam mengungkapkan tuturannya seperti orang yang sedang menyindir. Jadi, maksud sebenarnya penutur B yaitu Rina bukanlah orang yang baik. Berdasarkan hal tersebut, nada dan sikap dapat menentukan sebuah makna tuturan.

C. Prinsip Kerja Sama

Sebelumnya sudah disinggung bahwa prinsip kerja sama merupakan buah pemikiran dari Herbert Paul Grice yang disampaikan pertama kali pada kuliah umum di Universitas Harvard yaitu pada tahun 1967. Leech dalam Asim Gunarwan membagi pragmatik ke dalam dua cabang yaitu pragmatik interpersonal dan pragmatik tekstual. 22 Leech membagi pragmatik ke dalam dua cabang tidak lepas dari pembagian fungsi bahasa menurut Halliday. Dua fungsi bahasa yang ada yaitu fungsi interpersonal dan fungsi tekstual. Fungsi interpersonal “berkaitan dengan pengungkapan sikap penutur serta pengaruhnya pada sikap dan perilaku petutur”. Fungsi tekstual “berhubungan dengan cara-cara membangun teks, baik lisan maupun tulis”. 23 Prinsip kerja sama merupakan bagian dari pragmatik interpersonal. Elizabeth Black dalam bukunya menjelaskan alasan atau dasar dari Grice membentuk prinsip kerja sama yaitu “he considers, underlies successful verbal communication ”. 24 Jadi kurang lebih artinya yaitu Grice membentuk prinsip kerja sama sebagai dasar untuk suksesnya interaksi komunikasi yang terjalin. Lebih lanjut Elizabeth Black menjelaskan rumusan dari prinsip kerja sama sehingga interaksi komunikasi yang 22 Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, Jakarta : Universitas Atma Jaya, 2007, hlm. 162 23 Ibid, hlm. 161-162 24 Elizabeth Black, Pragmatic Stylistics, United Kingdom : Edinburgh University Press, 2009, hlm. 23 terjalin berjalan sukses. Rumusan tersebut yaitu “ The co-operative principle states: Make your conversational contribution such as is required, as the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged ”. 25 Rumusan tersebut bermakna “berikanlah kontribusi anda dalam percakapan sesuai dengan kebutuhan, pada tingkat di mana percakapan tersebut berlangsung, sesuai dengan maksud dan tujuan di mana anda terlibat”. 26 Berdasarkan rumusan tersebut terbentuklah empat maksim sebagai pelaksana terwujudnya rumusan prinsip kerja sama. Keempat maksim tersebut yaitu “maksim kuantitas maxim of quantity, maksim kualitas maxim of quality, maksim relevansi maxim of relevance, dan maksim pelaksanaan maxim of manner. 27 Adapun penjelasan hakikat dari keempat maksim tersebut yaitu sebagai berikut: Kuantitas : Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu: 1. Sumbangan informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan. 2. Sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan. Kualitas : Usahakan agar sumbangan informasi anda benar, yaitu: 1. Jangan mengatakan suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar. 2. Jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Hubungan : Usahakan agar perkataan Anda ada relevansinya. Cara : Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu: 1. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar. 2. Hindarilah ketaksaan 25 Ibid 26 F.X Nadar, PragmatikPenelitian Pragmatik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009, hlm. 24 27 I. Dewa Putu Wijana, Dasar-dasar Pragmatik, Yogyakarta : Andi , 1996, hlm. 46 3. Usahakan agar ringkas hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan bertele-tele. 4. Usahakan agar Anda berbicara dengan teratur. 28 Berdasarkan uraian di atas, maksim kuantitas erat kaitannya dengan muatan jumlah dalam hal ini berkaitan dengan informasi, sampaikanlah informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam percakapan atau yang dibutuhkan oleh petutur. Wijana dalam bukunya memberikan contoh dari maksim kuantitas, yaitu: “a Tetangga saya hamil ; b Tetangga saya yang perempuan hamil ”. 29 Menurut Wijana, “ujaran a di samping lebih ringkas, juga tidak menyimpangkan nilai kebenaran truth value. Setiap orang tentu tahu bahwa hanya orang-orang wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan b sifatnya berlebih- lebihan”. Dengan kata lain, Wijana ingin menyampaikan bahwa tuturan b bersifat tidak kooperatif atau melanggar maksim kuantitas karena informasi yang diberikan terlalu berlebihan dan tidak dibutuhkan oleh petutur. Perhatikan kembali contoh yang diberikan oleh Wijana dalam bukunya: 108 + siapa namamu - Ani + Rumahmu di mana? - Klaten, tepatnya di Pedan + Sudah bekerja? - Belum masih mencari-cari 109 + Siapa namamu? - Ani, rumah saya di Klaten, tepatnya di Pedan. Saya belum bekerja. Sekarang saya masih mencari pekerjaan. Saya anak bungsu dari lima bersaudara. Saya pernah kuliah di UGM, tetapi karena tidak ada biaya, saya berhenti kuliah. 30 Berdasarkan contoh di atas, tuturan 108 bersifat kooperatif dan mematuhi maksim kuantitas. Berbeda halnya dengan tuturan 109 yang 28 Leech, Op.Cit., hlm. 11-12 29 Wijana. loc. cit. 30 Ibid, hlm. 47 tidak bersifat kooperatif dan melanggar maksim kuantitas. Tuturan 108 menjawab sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Sementara tuturan 109 memberi informasi jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Maksim yang kedua yaitu maksim kualitas, berhubungan dengan aspek kebenaran tuturan. Jangan bertutur jika tuturan tersebut mengandung kebohongan atau kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Hal tersebut dapat merugikan petutur karena pada dasarnya petutur berharap mendapat informasi yang benar atau yang dibutuhkan mengandung kebenaran. Contohnya sebagai berikut : A : “Apa Ibu Kota India sekarang?” B : “New Delhi” berdasarkan contoh di atas, penutur B telah mematuhi prinsip kerja sama maksim kualitas dengan memberikan informasi yang benar. Louise Cummings dalam bukunya memberikan contoh sifat kooperatif atau pematuhan terhadap maksim kualitas lainnya, yaitu: “The students have passed all their examination. para siswa telah lulus semua ujian mereka. ” 31 Menurut Louise Cummings penutur ujaran tersebut meyakini apa yang dikatakannya itu benar bahwa para siswa telah lulus semua ujian mereka. Maksim ketiga yaitu maksim relevan berharap adanya kesinambungan atau keterhubungan antara tuturan yang satu dengan tuturan yang lainnya antara tuturan penutur dengan tuturan petutur. Contohnya sebagai berikut: A : “Mah, lihat buku catatan kerja papah tidak?” B : “Mamah sudah simpan di tas kerja papah.” 31 Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, Terj. dari Pragmatics A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 17

Dokumen yang terkait

Prinsip kerja sama dalam humor dialog cekakak-cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

3 14 165

IMPLIKATUR KONVENSIONAL DALAM STRUKTUR JOKE ACARA STAND UP COMEDY SEASON 5 DI KOMPAS TV DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

6 36 75

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DITAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik)

0 2 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DI TAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik

1 3 20

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 1 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 0 14

Jenis Tindak Tutur, Pelanggaran Prinsip Kerja Sama, dan Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Kepenuhan Riau.

0 0 17

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PEMATUHAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK PELAYARAN "AKPELNI" SEMARANG.

0 0 16

KETIDAKPATUHAN MAKSIM PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA “OPINI” DI TV ONE: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

0 0 95

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM TALK SHOW SATU JAM LEBIH DEKAT DI TV ONE

0 0 14