Prinsip Kerja Sama Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

tidak bersifat kooperatif dan melanggar maksim kuantitas. Tuturan 108 menjawab sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Sementara tuturan 109 memberi informasi jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Maksim yang kedua yaitu maksim kualitas, berhubungan dengan aspek kebenaran tuturan. Jangan bertutur jika tuturan tersebut mengandung kebohongan atau kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Hal tersebut dapat merugikan petutur karena pada dasarnya petutur berharap mendapat informasi yang benar atau yang dibutuhkan mengandung kebenaran. Contohnya sebagai berikut : A : “Apa Ibu Kota India sekarang?” B : “New Delhi” berdasarkan contoh di atas, penutur B telah mematuhi prinsip kerja sama maksim kualitas dengan memberikan informasi yang benar. Louise Cummings dalam bukunya memberikan contoh sifat kooperatif atau pematuhan terhadap maksim kualitas lainnya, yaitu: “The students have passed all their examination. para siswa telah lulus semua ujian mereka. ” 31 Menurut Louise Cummings penutur ujaran tersebut meyakini apa yang dikatakannya itu benar bahwa para siswa telah lulus semua ujian mereka. Maksim ketiga yaitu maksim relevan berharap adanya kesinambungan atau keterhubungan antara tuturan yang satu dengan tuturan yang lainnya antara tuturan penutur dengan tuturan petutur. Contohnya sebagai berikut: A : “Mah, lihat buku catatan kerja papah tidak?” B : “Mamah sudah simpan di tas kerja papah.” 31 Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, Terj. dari Pragmatics A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 17 bandingkan dengan contoh di bawah ini: A : “ Acara Debat TV One dimulai jam berapa sih?” B : “ Novel saya kalau sudah baca, letakkan di tempat semula dong” Penutur B bersikap tidak kooperatif atau melanggar maksim relevansi dikarenakan tuturannya tidak mengakomodasi dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya yaitu penutur A. Penutur B mungkin kesal dengan penutur A akibat penutur A meminjam novel penutur B tetapi tidak meletakkan kembali di tempat semulanya. Meskipun demikian, jika tidak ingin dinyatakan melanggar maksim relevansi maka penutur B seharusnya mengakomodasi terlebih dahulu dari yang dibutuhkan oleh penutur A. Setelah itu, penutur B mengungkapkan kekesalannya terhadap penutur A. Maksim terakhir yaitu maksim cara yang berkaitan dengan persoalan bahwa tuturan yang disampaikan harus jelas dan dapat dimengerti sehingga tidak membuat kesalahpahaman bagi lawan tutur. Contohnya sebagai berikut: A : “Bisa ambilkan saya sambal yang ada di dekatmu?” B : “Oh, baik.” Adapun contoh yang diberikan oleh Louise Cummings dalam bukunya, yaitu “she dusted the shelves and washed the walls. Dia membersihkan debu pada rak-rak itu dan membersihkan dinding- dindingnya dengan air..” 32 Berdasarkan tuturan di atas, penutur bersikap kooperatif dengan menjelaskan secara teratur atau sistematis dalam menceritakan peristiwa- peristiwa yang penutur tersebut lihat. Untuk lebih jelasnya Grice memberikan analogi dari maksim- maksim prinsip kerja sama ini, yatu : 32 Ibid 1. Quantity. If you are assisting me to mend a car, I expect your contribution to be neither more not less than is required; if, for example, at a particular stage I need four screws, I expect you to hand me four, rather than two or six. 2. Quality. I expect your contributions to be genuine and not spurious. If I need sugar as an ingredient in the cake you are assisting me to make, I do not expect you to hand me salt; if I need a spoon, I do not expect a trick spoon made of rubber. 3. Relation. I expect a partner‟s contribution to be appropriate to immediate needs at each stage of the transaction; if I am mixing ingredients for a cake, I do not expect to be handed a good book, or even an oven cloth thought this might be an appropriate contribution at a later stage. 4. Manner. I expect a partner to make it clear what contribution he is making, and to execute his performance with reasonable dispatch. 33 Wijana dalam bukunya memberikan terjemahan dari analogi maksim-maksim prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice ini, yaitu: 1. Maksim Kuantitas. Jika anda membantu saya memperbaiki mobil, saya mengharapkan kontribusi anda tidak lebih atau tidak kurang dari apa yang saya butuhkan. Misalnya, jika pada tahap tertentu saya membutuhkan empat obeng, saya mengharapkan anda mengambilkan saya empat bukannya dua atau enam. 2. Maksim Kualitas. Saya mengharapkan kontribusi anda sungguh-sungguh, bukanlah sebaliknya. Jika saya membutuhkan gula sebagai bahan adonan kue, saya tidak mengharapkan anda memberi saya garam. Jika saya membutuhkan sendok, saya tidak mengharapkan anda mengambilkan sendok- sendokan, atau sendok karet. 3. Maksim Relevansi. Saya mengharapkan kontribusi teman kerja saya sesuai dengan apa yang saya butuhkan pada setiap tahapan transaksi. Jika saya mencampur bahan-bahan adonan kue, saya tidak mengharapkan diberikan 33 H.P. Grice, “Logic and Conversation”, dalam Cole et al, Syntax and Semantics 3: Speech arts, 2015, p. 47, http:www.ucl.ac.uk buku yang bagus, atau bahkan kain oven walaupun benda yang terakhir ini saya butuhkan pada tahap berikutnya. 4. Maksim Cara. Saya mengharapkan teman kerja saya memahami kontribusi yang harus dilakukannya, dan melaksanakannya secara rasional. 34

D. Implikatur

Selain prinsip kerja sama, implikatur juga buah dari pemikiran Grice. J Meibauer menjelaskan hakikat implikatur dalam pemikiran Grice sebagai berikut: In Grice‟s approach, both „what is implicated‟ and „what is said‟ are part of speaker meaning. „What is said‟ is that part of meaning that is determined by truth- conditional semantics, while „what is implicated‟ is that part of meaning that cannot be captured by truth conditions and therefore belong to pragmatics. 35 dengan kata lain jika diterjemahkan dalam pendekatan Grice, ada yang diistilahkan dengan „apa yang terimplikasi‟ dan „apa yang dikatakan‟ yang keduanya merupakan bagian dari makna pembicara. „ Apa yang dikatakan‟ merupakan bagian dari arti kondisi kebenaran secara semantik, sedangkan „apa yang terimplikasi‟ merupakan bagian dari arti yang bukan dari kondisi kebenaran secara semantik dan ini merupakan bagian dari pragmatik. Mey dalam FX Nadar menyatakan bahwa “implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa latin plicare yang 34 Wijana, Op.Cit., hlm. 52-53 35 J. Meibauer, “ Implicature”, dalam Jacob L. Mey ed., Concise Encyclopedia of Pragmatics Second Edition, United Kingdom : Elsevier Ltd., 2009, hlm. 365 berarti to fold “melipat” sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya”. 36 Berdasarkan penjelasan di atas, implikatur dihasilkan atau produk dari sebuah tuturan atau „apa yang dikatakan‟ dan untuk mengetahui implikatur dari sebuah tuturan maka seseorang harus „membukanya‟. Untuk membuka, tentunya melibatkan konteks. Bisa merujuk kembali kepada contoh yang sudah diberikan sebelumnya yaitu contoh kasus Rudi dan Ihsan. Berikut kembali disajikan contoh kasusnya: Rudi : “ Aduh San, notebook-nya sudah mau mati nih.” Ihsan : “Oh iya sebentar, saya ambil charger-nya dulu.” Dalam kasus di ata s, jika memakai rumus Grice “apa yang dikatakan” maka yang dikatakan Rudi hanyalah sebuah informasi yang memberitahukan bahwa sebuah notebook sudah mau mati. Ketika melihat atau melibatkan konteksnya maka sebenarnya ada yang “disimpan” atau “dilipat” oleh Rudi melalui tuturannya tersebut atau dengan kata lain “apa yang diimplikasikan” oleh Rudi dalam tuturan tersebut. Ihsan pun „membuka‟ apa yang „disimpan‟ atau „dilipat‟ oleh Rudi dengan melibatkan konteks. Seperti yang dinyatakan oleh Leech dalam FX Nadar sebagai berikut: interpreting an utterance is ultimately a matter of guesswork, or to use a more dignified term hypothesis formation “menginterpretasikan suatu tuturan sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk menduga, yang dalam bahasa lain yang lebih terhormat merupakan suatu pembentukan hipotesa”. 37 Lebih lanjut Nadar menjelaskan bahwa “menduga “guessing” tergantung pada konteks, yang mencakup permasalahan, peserta pertuturan dan latar belakang penutur dan lawan tuturnya” 38 . 36 Nadar, Op.Cit., hlm. 60 37 Ibid 38 Ibid Jadi bisa disimpulkan implikatur merupakan bagian dan ada dalam setiap tuturan yang maujud serta untuk mengetahuinya dengan jalan melibatkan konteks tuturan tersebut.

E. Implikatur Percakapan

Implikatur terbagi ke dalam dua jenis. Levinson dalam Meibauer menunjukkan tipologi makna pembicara dari Grice yaitu sebagai berikut: speaker meaning what is said what is implicated conventionally conversationally generalized GCI particularized PCI 39 Adapun bagan di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu sebagai berikut: maksud Pembicara apa yang dikatakan apa yang diimplikasi konvensional konversasi umum khusus Berdasarkan bagan di atas “apa yang diimplikasi” dari ujaran atau implikatur dari ujaran terbagi menjadi dua yaitu implikatur konvensional 39 Mey. loc. cit. dan implikatur percakapan konversasi. Penelitian ini tidak akan meneliti implikatur konvensional melainkan hanya membahas implikatur percakapan, tetapi tetap dijelaskan mengenai pengertian implikatur konvensional sebagai penjelas perbedaan dari implikatur percakapan. Implikatur konvensional merupakan implikatur yang “secara

Dokumen yang terkait

Prinsip kerja sama dalam humor dialog cekakak-cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

3 14 165

IMPLIKATUR KONVENSIONAL DALAM STRUKTUR JOKE ACARA STAND UP COMEDY SEASON 5 DI KOMPAS TV DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

6 36 75

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DITAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik)

0 2 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DI TAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik

1 3 20

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 1 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 0 14

Jenis Tindak Tutur, Pelanggaran Prinsip Kerja Sama, dan Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Kepenuhan Riau.

0 0 17

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PEMATUHAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK PELAYARAN "AKPELNI" SEMARANG.

0 0 16

KETIDAKPATUHAN MAKSIM PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA “OPINI” DI TV ONE: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

0 0 95

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM TALK SHOW SATU JAM LEBIH DEKAT DI TV ONE

0 0 14