Pelanggaran Maksim Relevansi Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur

eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..” Secara singkat pertanyaan dari moderator yaitu apakah Sisno Adiwinoto sebagai pemerhati melihat bahwa Polri dimanfaatkan oleh sekelompok orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Jawaban yang diberikan oleh Sisno Adiwinoto tampak melanggar maksim relevansi karena jawaban yang diberikan tidak relevan dengan pertanyaan moderator. Meskipun demikian, implikatur yang dikandung dari pernyataan Sisno dapat menjawab pertanyaan moderator. Implikaturnya yaitu tidak ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan Polri atau dengan kata lainnya Polri tidak dimanfaatkan oleh suatu kelompok. Implikatur yang terkandung dalam tuturan yang maujud, yaitu Sisno ingin menjelaskan bahwa justru institusi yang dimanfaatkan itu KPK. Seseorang telah memanfaatkan institusi KPK untuk kepentingan pribadinya. Orang yang dimaksud Sisno, yaitu Abraham Samad Ketua KPK. Sebelumnya, sempat beredar di beberapa media cetakelekronik bahwa Abraham Samad sakit hati dengan Budi Gunawan karena Budi Gunawan merupakan orang yang membuatnya gagal menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Hal tersebut diketahui berdasarkan pengakuan sekretaris jenderal partai PDIP yaitu Hasto Kristiyanto. Pernyataan Hasto Kristiyanto yang dikutip dari salah satu media, “yang jelas dari penyadapan itu, Pak Abraham Samad menyatakan kepada saya bahwa akar persoalan beliau tidak ditetapkan sebagai cawapres itu karena Pak Budi Gunawan, itu yang saya dengar dari beliau sendiri…..” 2 . 4. Pelanggaran Maksim Cara Pada maksim cara, setiap penutur diwajibkan untuk memberikan tuturan agar mudah dimengerti, yang dijabarkan ke dalam empat poin yaitu: a hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar; b hindarilah ketaksaan; c usahakan agar ringkas hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan bertele- tele; d usahakan agar anda berbicara dengan teratur. 12 Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa diajukan untuk mengatasi permasalahan antara Polri dan KPK. Sisno pun menyoroti masalah hukum. Data 2 Moderator: “…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan? ” Sisno Adiwinoto: “….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh… oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak s ecara, eh… spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena syarat. ” Berdasarkan peristiwa komunikasi di atas Sisno Adiwinoto melanggar maksim cara dengan membuat pernyataan yang samar. 2 Fathiyah Wardah, PDIP Tuduh Ketua KPK Sakit Hati karena Gagal Jadi Cawapres, 2015, http:www.voaindonesia.com Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu maksud Sisno sesungguhnya dengan memberitahu bahwa di dalam hukum Indonesia mengenal hukum asas oportunitas yaitu mengesampingkan sebuah perkara. Implikatur yang muncul atau dihasilkan dari pelanggaran maksim cara ini yaitu upaya menyadarkan dengan adanya asas oportunitas yang diberlakukan oleh negara ini sehingga itu bisa dipakai sebagai solusi untuk meredam ketegangan antara KPK dan Polri yang terjadi dengan cara menghentikan proses kasus yang terjadi baik di KPK maupun di Polri. Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa asas oportunitas tercantum dalam Pasal 35 C Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Penjelasan pasal tersebut sebagai berikut: mengesampingkan perkara merupakan pelaksanaan asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan- badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Hal ini berarti kewenangan mengesampingkan perkara hanya ada pada Jaksa Agung dan bukan pada Jaksa di bawah Jaksa Agung vide Penjelasan Pasal 77 KUHAP. 3 Asas oportunitas sendiri menurut A.Z Abidin dalam Andi Hamzah, dkk yaitu “asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.” 4 Kata lain dari pengeyampingan perkara yaitu deponeering. Jadi sebagai penegas, implikatur yang kemudian muncul yaitu dapat mempergunakan celah hukum dengan memanfaatkan asas oportunitas untuk menghentikan perkara yang ada di KPK maupun yang ada di Polri dan anggota KPK maupun Polri berhak untuk mendapatkan 3 Andri Hamzah,dkk, Laporan Hasil Kerja Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pelaksanan Asas Oportunitas dalam Hukum Acara Pidana Tahun Anggaran 2006, 2015, hlm. 10, http:www.tu.bphn.go.id 4 Ibid, hlm. 9 deponeering. Penggunaan asas oportunitas itu sendiri diperuntukkan untuk kepentingan umum sehingga dapat meredakan ketegangan maupun kekisruhan yang terjadi. 13 Konteks: Junimart menyampaikan bahwa tim independen yang dibentuk oleh Presiden jangan sampai masuk ke dalam subtansi perkara. Moderator pun mempertanyakan kepada Junimart bahwa apa yang terjadi antara KPK dan Polri ini justru karena sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka dan juga Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi tersangka. Data 7 Moderator: “Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi ” Junimart Girsang “Iya begini…” Moderator: “Pak Budi Gunawan jadi tersangka” Junimart Girsang “betul” Moderator: “Kemudian Pak BW jadi tersangka” Junimart Girsang “Iya” Moderator: “Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh. ” Junimart Girsang: “Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi, eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak.” Moderator: “Oke baik” Junimart Girsang: “karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul. ” Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart pada awal pernyataannya menjawab dengan baik pertanyaan moderator yaitu memang terjadi suatu perkara yaitu kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto, tetapi itu harus dipandang sebagai kasus pribadi bukan kasus institusi kedua individu tersebut. Lebih lanjut bahwa penangkapan Bambang Widjojanto jangan diartikan sebagai pelemahan KPK. Pada penghujung pernyataannya, Junimart menyatakan sesuatu secara samar. Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu tujuan Junimart mengutip pernyataan Abraham Samad, bahwa satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak akan mati. Itu bisa terlihat ketika moderator menanyakan arti dari pernyatan Junimart tersebut. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim cara ini yaitu KPK tetap bisa berjalan atau beroperasi meskipun Bambang Widjajanto ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu tidak ada istilah pelemahan KPK.

5. Pelanggaran Maksim Cara dan Kualitas

Pada interaksi komunikasi dalam debat ini ternyata tidak hanya ditemukan pernyataan yang melanggar satu ketetapan maksim, tetapi dalam satu pernyataan ditemukan melanggar ketetapan dua maksim khususnya dalam satu paragraf atau satu ide pokok. Pada kasus ini pernyataan tersebut melanggar maksim cara dan maksim kualitas. 14 Konteks : Moderator menanyakan hal yang tidak dimengerti dari maksud pernyataan Junimart yang mengutip pernyataan Abraham Samad bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang. Data 8 Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart Girsang: “Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua kita mendukung mengenai ini. ” Setelah Junimart menjawab maksud dari pernyataannya yang mengutip pernyataan Abraham Samad, Junimart pun kembali memberi sebuah pernyataan. Tidak dapat dikatakan informasi yang ditambahkan itu bersifat melanggar maksim kuantitas karena masih dalam satu kesatuan informasi yang memang diperlukan atau dalam kata lain masih dalam konteks pembahasan yang sama. Hanya saja kemudian kembali Junimart melakukan pelanggaran maksim cara dengan menyatakan pernyataan secara samar. Bedanya kali ini Junimart pun melakukan pelanggaran terhadap maksim kualitas. Ada maksud lain dari Junimart dengan berbicara mengenai Undang-undang KPK No. 30 yang masih berkaitan dengan pernyataan Abraham Samad yang dikutip tentunya. Implikatur yang dihasilkan yaitu bahwa hal yang dinyatakan oleh Abraham Samad merupakan kesalahan, yaitu pernyataan bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang termasuk dalam hal ini penetapan Pak BW sebagai tersangka. KPK justru akan mati atau tidak bisa beroperasi karena Undang-undang No.30 menyatakan bahwa jika KPK terdiri dari empat komisioner maka KPK tidak boleh berjalan. Sekiranya hal inilah yang ingin dicapai oleh Junimart atau maksud dari pernyataan Junimart, tetapi tanpa disadari oleh Junimart justru pernyataan ini melanggar maksim kualitas karena hal yang dinyatakan tersebut salah. Undang-undang KPK atau Undang-undang No.30 Pasal 21 ayat 2 menyatakan sebagai berikut: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 huruf a disusun sebagai berikut: a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota;dan b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 empat orang, masing-masing merangkap Anggota. 5 Diterangkan pula selanjutnya dalam pasal 21 ayat 5 yaitu “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bekerja secara kolektif” 6 . Jadi, dalam dua ayat tersebut jelas bahwa KPK terdiri dari lima unsur pimpinan yang satu terdiri dari ketua dan empat orang sisanya terdiri dari wakil ketua. Selanjutnya dalam melaksanan tugas, pokok, dan fungsinya mereka bekerja secara kolektif. Tidak ada pasal atau ayat yang menyatakan bahwa apabila KPK terdiri dari empat komisioner maka KPK tidak boleh berjalan. Empat masih tergolong lebih dari satu dan itu termasuk dalam kerja kolektif sesuai dengan ayat yang mengaturnya. KPK pernah dipimpin oleh dua orang. Pada saat itu ketua KPK Antasari Azhar terkait masalah kasus dugaan pembunuhan. 5 KPK RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2015, http:www.kpk.go.id, 6 Ibid Dua Wakil Ketua KPK yaitu Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto terkait masalah kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan, ketika itu sering disebut sebagai kriminalisasi. Akibatnya KPK tinggal menyisakan dua orang, yaitu Mochammad Jasin dan Haryono Umar. Meskipun menyisakan dua orang, kebijakan atau putusan-putusan mereka tetap dianggap sah dan KPK tetap beroperasi.

6. Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Cara

15 Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Sisno berkaitan dengan pendapat dari Bibit yang menyatakan bahwa hak imunitas boleh saja diberikan ketika kasus itu merupakan kasus yang lama dari seorang pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau muncul ketika ia menjabat sebagai pimpinan KPK. Memproses kasus yang lama tersebut ketika pimpinan KPK tersebut telah selesai menjabat sebagai pimpinan KPK. Data 14 Moderator: “Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru proses” Sisno Adiwinoto “Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama ” Moderator: “Takut habis Pak, ya?” Sisno Adiwinoto: “di KPK kadaluarsa bisa” Moderator: “Kadaluarsa” Sisno Adiwinoto: “Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”

Dokumen yang terkait

Prinsip kerja sama dalam humor dialog cekakak-cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

3 14 165

IMPLIKATUR KONVENSIONAL DALAM STRUKTUR JOKE ACARA STAND UP COMEDY SEASON 5 DI KOMPAS TV DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

6 36 75

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DITAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik)

0 2 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN DALAM ACARA SHOW_ IMAH DI TRANS TV YANG DI TAYANGKAN Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Dalam Acara SHOW_IMAH Di Trans TV Yang Ditayangkan Pada Bulan Februari 2013 (Tinjauan Pragmatik

1 3 20

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 1 12

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 0 14

Jenis Tindak Tutur, Pelanggaran Prinsip Kerja Sama, dan Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Kepenuhan Riau.

0 0 17

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PEMATUHAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK PELAYARAN "AKPELNI" SEMARANG.

0 0 16

KETIDAKPATUHAN MAKSIM PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA “OPINI” DI TV ONE: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

0 0 95

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM TALK SHOW SATU JAM LEBIH DEKAT DI TV ONE

0 0 14