Meskipun demikian, guru dapat menambahkan atau memasukkan aspek keterampilan secara lisan atau berbicara. Hal tersebut ditunjang juga
dengan salah satu indikator yang tertulis dalam silabus yaitu peserta didik memublikasikan teks eksposisi yang telah dibuat melalui media atau
forum komunikasi yang tersedia.
62
Debat dapat digunakan sebagai forum komunikasi. Hal tersebut tentu tidak menyalahi pembelajaran karena tetap
berdasarkan ruh dari kurikulum 2013 yaitu peserta didik dapat menyajikan berbagai jenis teks secara tulis maupun lisan.
G. Debat
Onong Uchjana menyatakan bahwa “secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain”.
63
Debat merupakan salah satu bentuk interaksi komunikasi.
Debat sering dianggap sama dengan diskusi. Padahal diskusi dan debat merupakan hal yang berbeda. Pengertian diskusi yaitu sebagai
berikut: sekelompok orang bertemu dengan seorang pemimpin yang
terlatih narasumber, untuk mendiskusikan topik yang merupakan minat bersama, sehingga setiap anggota dari
peserta mengumumkan pendapatnya baik tertulis maupun lisan tentang suatu masalah atau topik. Kemudian pendapat
tersebut dibahas bersama dengan anggota lainnya, sehingga diperoleh pendapat bersama.
64
Adapun pengertian debat menurut Dori Wuwur Hendrikus yaitu “debat pada hakikatnya adalah saling adu argumentasi antarpribadi atau
antarkelompok manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak.”
65
Sementara itu Henry Guntur Tarigan me nyatakan bahwa “debat
62
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas X, hlm. 5
63
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008, hlm.4
64
Siti Sahara, dkk. Keterampilan Berbahasa Indonesia, Jakarta : FITK UIN Jakarta, 2008, hlm. 4
65
Dori Wuwur Hendrikus , Retorika : Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1991, hlm. 120
merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung afirmatif,
dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.”
66
Neill Harvey dan Smith mengungkapkan bahwa “debate is a
particular form of argument. It is not a way of reconciling differences-that is misconception. Debate is a way of arbitrating between differences. The
purpose of a debate is not for two disputing parties to leave the room in agreement. Instead, through the debate between them, others will form a
judgment about which of the two to support.
67
Berdasarkan pendapat Neill Harvey dan Smith tersebut debat merupakan bentuk khusus dari argumen
dan debat bukan media untuk mencari kesepakatan tetapi untuk mencari dukungan dari orang lain agar menyetujui dan mendukung salah satu
pendapat dari dua pendapat yang ada. Jadi perbedaan yang mendasar dalam debat dan diskusi yaitu
diskusi berupaya mencari kesepakatan bersama sedangkan debat berusaha mempertahankan pendapat dan meyakinkan pendapat untuk diterima.
Debat terdiri dari dua kelompok yang memiliki perspektif berbeda terhadap sebuah tema atau topik. Secara umum kelompok yang setuju
terhadap permasalahan disebut kelompok afirmatif sedangkan kelompok yang tidak setuju disebut kelompok oposisi.
Simon Quin berpendapat bahwa “Debating is all around us; on the television, in thenewspapers, and in our own homes. As a society, we
debate about almost everything -from tax reform to mowing the lawn. Debating is everywhere, and everyone can do it.
68
. Artinya bahwa debat akrab dalam kehidupan sehari-hari yaitu ada di televisi, di surat kabar, dan
di rumah. Dalam kehidupan bermasyarakat hampir segala sesuatu hal diperdebatkan. Debat bisa dilakukan di mana saja dan semua orang
mampu berdebat.
66
Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, hlm. 92
67
Neill Harvey and Smith, The Practical Guide to Debating : worlds stylebritish parliamentary style, 2015, hlm. 1, http:www.debate.uvm.edu
68
Simon Quinn, Debating, 2015, hlm. 1, http:www.debate.uvm.edu
Sementara menurut Henry Guntur Tarigan debat memegang peranan dalam berbagai bidang, yaitu: perundang-undangan, politik,
perusahaan bisnis, dalam hukum, dan dalam pendidikan.
69
Untuk itu, debat diatur sedemikian mungkin agar proses “tarung” argumentasi ini
bisa berjalan dengan baik, sehingga kemudian dikenal berbagai bentuk atau format debat. Henry Guntur Tarigan mengklasifikasikan atas tipe-
tipe atau kategori dalam debat berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya, yaitu :
1 debat parlementermajelis assembly or parlementary
debating 2
debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu cross-examination
debating 3
debat formal, konvensional, atau debat pendidikan formal, conventional, or educational debating
70
Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan menjelaskan ketiga tipe atau kategori dalam debat tersebut sebagai berikut:
Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi. Akan
tetapi, debat
parlementer merupakan ciri badan-badan legislatif; debat pemeriksaan
ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor- kantor pengadilan; dan debat formal didasarkan pada
konversi-konversi debat bersama secara politis.
71
Rachmat Nurcahyo dalam makalahnya menyebutkan nama-nama format debat yang ada yang termasuk ke dalam salah satu tipe atau
kategori yang sudah disebutkan di atas, yaitu: Karl Popper, Format British Parliamentary, Format Australasian, dan Format World Schools.
72
Dori Wuwur Hendrikus dalam bukunya menyebutkan serta menjelaskan format
debat Inggris dan debat Amerika. Setiap format debat dengan nama yang dilekatkan atau diberikan
mempunyai metode, teknik, dan aturan masing-masing. Seperti halnya Format British Parliamentary atau Format Parlementer Inggris. Dalam
69
Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, hlm. 93-94
70
Ibid, hlm. 95-96
71
Ibid, hlm. 96
72
Rachmat Nurcahyo, Panduan
Debat Bahasa Indonesia, 2015, hlm. 3,
http:www.staff.uny.ac.id.
debat Format Parlemen Inggris terdapat dua kelompok yang berseberangan sesuai dengan hakikat debat, kelompok pertama disebut kelompok
proposition afirmatif atau kelompok pemerintah dan kemudian kelompok kedua yaitu kelompok oposisi atau penentang. Berikut aturan
atau urutan berbicara dalam debat Format Parlemen Inggris
73
: 1
st
Speaker Prime Minister
Leader of the Opposition
2
nd
Speaker 3
rd
Speaker Deputy Prime
Minister Deputy Leader of
the Opposition 4
th
Speaker 5
th
Speaker Member for
Government Member for the
Opposition 6
th
Speaker 7
th
Speaker Government
Whip Opposition Whip
8
th
Speaker
Berbeda halnya dengan format Amerika yang dalam satu kelompoknya terdiri dari empat orang tetapi aturan atau urutan
berbicaranya sama dengan yang ada pada Format Parlemen Inggris. Untuk itu langkah-langkah dalam debat bisa berbeda tergantung jenis format
debat yang dipakai. Norma-norma dalam berdebat secara umum ditulis oleh Henry
Guntur Tarigan dalam bukunya mengutip pendapat Mulgrave. Adapun norma-norma tersebut sebagai berikut:
1. Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok
pembicaraan; 2.
Kompetensi atau kemampuan menganalisis; 3.
Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi; 4.
Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta; 5.
Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran;
6. Keterampilan dalam pembuktian kesalahan;
7. Pertimbangan dalam persuasi; serta
73
G Rhydian
Morgan, British
Parliamentary Debating,