Kebijakan Sekolah Kajian Teori

37 Antroposentrisme adalah sudut pandang yang menganggap bencana merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh manusia yang tidak dapat hidup berdampingan dengan alam sehingga terjadi ketidakseimbangan antarunsur semesta yang kemudian mengakibatkan terjadinya bencana. 3 Kosmosentrisme Adanya fenomena alam yang terjadi secara alamiah merupakan hal yang wajar. Pandangan ini berbeda dengan pandangan antroposentrisme yang menganggap manusia menjadi penyebab terjadinya bencana. Kosmosentrisme mengabaikan ulah manusia ketika terjadi bencana. Adanya campur tangan manusia dalam mengeksploitasi alam tidak berpengaruh secara signifikan pada bencana. 4 Inklusivisme Pandangan inklusivisme adalah pandangan yang menggabungkan penyebab bencana dari antroposentrisme dengan kosmosentrisme. Artinya, baik unsur fenomena alam dengan ulah manusia merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi penyebab terjadinya bencana alam. Tanudirdjo, 2010: 154

c. Penanggulangan Bencana

Dalam UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam dibedakan menjadi tiga, yaitu: 38 1 Bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. 2 Bencana nonalam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3 Bencana alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa tsunami, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus. Hal tersebut sedikit berbeda dengan pendapat S. Arie Priambodo yang mengkategorisasikan bencana menjadi bencana alam, bencana sosial, dan bencana kompleks. Bencana kompleks yang dimaksud merupakan perpaduan antara bencana sosial dan alam sehingga menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan. Misalnya seperti, kebakaran, epidemi penyakit, kerusakan ekosistem, polusi lingkungan, dan lain-lain. Banyaknya dampak negatif yang diakibatkan oleh terjadinya bencana menuntut pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar jumlah kerugian tidak semakin bertambah. UU Nomor 24 tahun 2007, telah mengatur penanggulangan bencana yang merumuskan tujuan sebagai berikut. 1 Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2 Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 39 3 Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; 4 Menghargai budaya lingkungan; 5 Membangun partisipasi dan kemitraan publi serta swasta; 6 Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanana, dan kedermawanan; dan 7 Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Rumusan tujuan di atas secara garis besar bertujuan untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh bencana. Dampak negatif terjadinya bencana menjadi perhatian khusus bagi setiap warga. Hal ini dikarenakan kejadiannya yang secara tiba-tiba dan mengakibatkan banyak kerugian. Namun ada pakar geografi yang justru berpendapat bahwa sumber terjadinya bencana adalah manusia itu sendiri. Jared Diamond 2005 dalam Jaya Murjaya 2010: 148 merumuskan beberapa alasan mengapa manusia menjadi sumber terjadinya bencana. 1 Manusia gagal ‘membaca’ adanya bencana dan cara mengantisipasinya 2 Manusia gagal melihat adanya bencana meskipun bencana sudah di depan mata 3 Manusia memilih tindakan rasional namun justru menjerumuskan. 4 Manusia gagal mendapatkan solusi untuk mengatasi persoalan yang dihadapi