Pengertian Mitigasi Bencana Mitigasi Bencana Gunung Api

56

6. Kearifan Lingkungan

Kearifan lingkungan merupakan bagian dari kearifan lingkungan yang lahir dari adanya pengetahuan lingkungan. Meskipun di dunia barat pengetahuan pengetahuan lingkungan dianggap tidak ilmiah karena bersifat lingkungan, terbatas, tidak memiliki metodologi dan sebagainya. Pengetahuan lingkungan diketahui melalui penelusuran dalam bentuk pragmatis yang kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam atau supranatural yang merupakan pengetahuan di luar logika dan seolah-olah tidak ilmiah unreason.

a. Pengertian Kearifan Lingkungan

Mercer dalam Syamsul Marif dkk 2012: 2 mengatakan bahwa pengetahuan lingkungan merupakan seperangkat pengetahuan yang ada dan diyakini masyarakat lingkungan dalam suatu jangka waktu tertentu melalui akumulasi pengalaman, relasi masyarakat, dan diteruskan antargenerasi. Sifat pengetahuan yang dinamis juga dipengaruhi oleh respon masyarakat pada perubahan lingkungannya. Selama bertahun-tahun masyarakat berusaha beradaptasi dan hidup berdampingan dengan segala perubahan yang terjadi di sekitarnya. Kekayaan alam yang dimiliki masing-masing wilayah juga dikelola berdasarkan kearifan lingkungan atau secara spesifik termasuk dalam pengelolaan alam berbasis kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan atau kearifan ekologi menurut Lasiyo 2002: 78 adalah segala tindakan penduduk setempat dalam melangsungkan kehidupan mereka yang selaras dengan lingkungan. Keberlangsungan hidup dengan lingkungan merupakan manifestasi dari sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Misalnya saja masyarakat Lereng Merapi yang menganggap 57 Gunung Merapi adalah sesosok makhluk hidup bahkan dipersonifikasikan sebagai manusia. Masyarakat merasa hidupnya akan berbahaya jika tidak mampu mengenali sifat ‘manusia’ itu. Sebaliknya, masyarakat merasa beruntung dan dapat memanfaatkan hasilnya apabila terjalin hubungan dengan orang yang bersangkutan.

7. Macam-macam Kearifan Lingkungan Masyarakat Lereng Gunung

Merapi Bentuk kearifan lingkungan masing-masing daerah memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Masyarakat yang berada di wilayah pesisir, dataran rendah, pedalaman, maupun di lereng pegunungan akan memiliki nilai kearifan lingkungan yang memiliki kekhasan masing-masing. Bahkan, nilai kearifan lingkungan masyarakat yang sama-sama berada di lereng pegunungan juga memiliki kemungkinan adanya perbedaan dalam kearifan lingkungannya. Persiapan dalam menghadapi ancaman bencana erupsi salah satunya dengan mengenali lingkungan atau daerah tempat tinggal. Masyarakat sebaiknya mengenali dahulu daerah yang dijadikan sebagai tempat tinggal. Seperti mengenali letak-letaktitik rawan bahaya yang harus dihindari, sungai, aliran lahar, dan lain-lain Achmad A. M., 2009: 65. Kajian ini akan difokuskan pada potret masyarakat yang berada di lereng Gunung Merapi beserta kearifan-kearifan lingkungan yang ada. 1 Larangan mendirikan rumah menghadap ke arah Gunung Merapi Ada suatu keyakinan yang dibangun dari kearifan ini. Masyarakat meyakini bahwa rumah yang dibangun menghadap ke arah Gunung Merapi akan dimasuki oleh makhluk halus ketika terjadi letusan. Namun 58 sesungguhnya, hal ini merupakan salah satu kearifan lingkungan. Hal ini senada dengan pendapat Sasongko dalam Lasiyo 2002: 80 yang menyatakan bahwa jalan utama desa membujur ke arah utara-selatan atau selatan-utara. Sehingga ketika terjadi bencana erupsi mereka dapat segera menyelamatkan diri menuju jalan utama. 2 Larangan memindahkan batu dan menebang pohon Larangan penebangan pohon dan pemindahan batu ini ditemukan di Dusun Kaliadem. Di dusun tersebut terdapat sebuah pohon beringin yang menurut masyarakat sangat aneh. Karena pohon beringin hanya hidup di daerah yang suhunya cukup tinggi dan berada di dataran luas. Sedangkan Dusun Kaliadem merupakan dusun yang berada di pegunungan. Selain itu, ketika terjadi erupsi, pohon ini masih tetap bertahan hidup. Masyarakat mengenalnya dengan sebutan Beringin Putih. Sekitar 20 meter dari pohon tersebut terdapat Batu Gajah. Begitu sebutan yang umum digunakan masyarakat mengenai batu tersebut dikarenakan posisi dan bentuk batu yang menyerupai Gajah yang tergeletak mengingat ukuran batunya yang cukup besar. Elisabeth dalam Lasiyo 2002:81, berdasarkan cerita masyarakat, menyatakan Batu Gajah ini berasal dari adanya pasukan yang akan menyerang masyarakat untuk menguasai daerah tersebut dengan menunggangi gajah dan mencapai puncak gunung, namun masyarakat melawan dan berhasil menjatukan musuh ke Gunung Kidul di laut dengan memantrai mereka. Tetapi ada seekor gajah yang melarikan diri, tetapi ketika ditemukan ia telah berubah menjadi