59
jutakepala keluarga rusak berat dapat dipergunakan untuk membangun satu rumah tinggal individu keluarga, maka di Sumatera Barat, tidak akan terwujud
sebuah bangunan dengan dana sebesar itu. Hal berbeda dengan penduduk di Kabupaten Mentawai, yang secara etnik lebih
dekat dengan suku-suku Nias, penanganan bencana dengan “Pola Jawa” lebih memungkinkan diterapkan. Namun demikian pemerintah atau pihak yang
berkompeten membantu mengatasi bencana di dearah ini perlu menyingkap nilai-nilai kearifan tradisional lokal.
Pasca Bencana
1.1.1.12 a. Pendanaan
Secara khusus pemprop maupun pemkabpemkot tidak memiliki pos anggaran khusus bencana dalam APBD. Untuk penanggulangan tahap tanggap darurat
anggaran tidak terduga yang masih tersisa digunakan sebagai pendanaan penanggulangan bencana. Untuk tahap pasca bencana, terutama untuk biaya
rehabilitasi dan rekonstruksi gedung dan rumah yang rusak digunakan APBN sektoral yang dianggarkan melalui Dinas PU dan Dinas Sosial serta melalui
Bakornas PB. Sumatera Barat yang disebut-sebut sebagai daerah swalayan bencana perlu secara khusus memberi perhatian terhadap alokasi dana untuk
kepentingan penanggulangan bencana dalam APBD. APBD dengan ditopang APBN mencadangkan dana siap pakai dan mekanismenya mudah untuk
digunakan ketika terjadi bencana menimpa wilayah tersebut. Besarnya dana cadangan bencana ditentukan berdasar kajian ilmiah atas potensi bencana,
jumlah penduduk rawan bencana dan nilai kebutuhan barang dan alat serta mobilisasinya.
1.1.1.13 1.1.1.14
b. Rehabilitasi Perumahan dan Pemukiman
Beberapa langkah yang telah dilaksanakan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut adalah :
1.
Melaksanakan rehabilitasi terhadap sarana dan prasarana pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanan, sekolah dasar sampai menegah dengan
jumlah 52 unit dengan biaya sekitar Rp. 10.359.580.000,-
60
2. Melaksanakan rehabilitasi terhadap sarana dan prasarana kesehatan baik
pelayanan dasar maupun pelayanan lanjutan rumah sakit dengan biaya sekitar Rp 80.000.000,- khusus untuk puskesmas dan puskesmas
pembantu.
3. Melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan kembali perumahan
masyarakat. Rehabilitasi dan pembangunan kembali perumahan masyarakat ini merupakan langkah prioritas yang harus dilaksanakan,
karena ini berhubungan dengan upaya penanganan terhadap masyarakat yang masih mengungsi dan berada di tempat penampungan. Terdapat 2
dua strategi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan masyarakat, yaitu:
a. Rehabilitasi Rumah masyarakat yang tidak berada di pinggir Ngarai
Sianok, yang dikategorikan merah A atau sangat rawan dan Merah B atau rawan bencana longsor apabila terjadi gempa dan hujan yang lebat
dengan jumlah 838 unit dengan jumlah biaya sekitar Rp. 6.667.003.000,- dari 940 unit rumah yang rusak dengan nilai kerusakan
total diperkirakan Rp.7.478.500.000,-.
b. Relokasi Perumahan masyarakat dari kawasan rawan bencana di bibir Ngarai Sianok sebanyak 244 unit dengan kebutuhan biaya sekitar Rp.
16.666.015.000,- sudah termasuk biaya pengadaan tanah. 4.
Rehabilitasi sarana dan prasarana kepariwisataan membutuhkan biaya sekitar Rp. 493.600.000,-
5. Rehabilitasi sarana perdagangan dan jasa pasar yang membutuhkan biaya
sekitar Rp. 18.254.740.000,- termasuk untuk perbaikan sarana industri, perdagangan ruko, warung, waserda, dan lain-lain di luar lokasi pasar
sebesar Rp. 1.554.740.000,-
6. Rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur kota, yaitu :
a. Bidang kecipta karyaan gedung pemerintahan dengan dana sebesar Rp. 6.074.000.000,-
b. Pustaka membutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000.000,- c. Sarana Jalan, jembatan dan drainase sebesar Rp. 11.395.000.000,-
d. Sungaiirigasi membutuhkan biaya sebesar Rp. 6.802.011.000,-
7. Rekonstruksi dan revitalisasi bangunan heritage dan fasilitas umum lainnya
Jam Gadang, Museum Tridaya Eka Dharama dan Sarana Pembakaran Sampah di Palolok membutuhkan biaya sekitar Rp 595.000.000,-
8. Rehabilitasi 11 unit sarana rumah ibadah membutuhkan biaya sebesar Rp.
2.530.000.000,-