a. Perencanaan Evaluasi penanggulangan bencana di Indonesia (Lesson learned 2006-2007)

63 bagaimana menghadapi bencana yang datang secara tiba-tiba saat inilah biasa disebut periode panik-gagap bencana. Semua orang, baik aparat maupun rakyat tidak siap fisik dan mental menghadapi bencana gempa bumi. Pada saat ini Pemprov DI. Yogyakarta telah memiliki Rencana Strategis Daerah untuk Penanggulangan Bencana Renstrada PB 2008-2013 merupakan bagian dari dokumen Rencana Aksi Daerah untuk Penanggulangan Bencana RAD PB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan berlaku untuk periode lima tahun. Renstrada PB ini disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2005-2009, Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana RAN PRB 2006-2009, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Renstrada Provinsi DIY 2004-2008 Perda No. 62003. Renstrada PB dan RAD PB menjadi landasan untuk memasukkan aspek-aspek pengurangan risiko bencana ke dalam Rencana Kerja Tahunan Satuan-satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Dibandingkan dengan Renstrada PB DI. Yogyakarta Tahun 2004-2008, Renstrada PB DI Yogyakarta Tahun 2008-20013, lebih baik. Karena telah memasukkan perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan resiko bencana termasuk bencana gempa tektonik disamping riwayat dan penanggulangan bencana yang terjadi sebelum tahun 2008. Sedangkan pada Renstrada 2004-2008, konteks bencana yang digunakan sebagai pijakan adalah terbatas pada histori bencana-bencana alam seperti Erupsi Merapi dan gempa bumi vulkanik gunung Merapi dan Puting Beliung Kabupaten Sleman; sehingga perencanaan pembangunan di Provinsi DI Yogyakarta belum mengantisipasi resiko bencana gempa tektonik. Indikasi bahwa Pemda DI Yogyakarta telah mempersiapkan rancangan pembangunan berwawasan resiko bencana khususnya setelah gempa tektonik 27 Mei 2006, tampak dari beberapa unsur dalam rangka menciptakan budaya sadar bencana di DI Yogyakarta, antara lain melalui pencantuman unsur-unsur berikut ini dalam Renstrada, yaitu : 1 Kampanye PB melalui media, 2 Memasukkan pengetahuan PB dalam sistem pendidikan formal dan informal 3 Pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat dalam PB. Selain itu Pemda DI Yogyakarta juga melakukan rancangan upaya pengoptimalan penanggulangan bencana, sehingga korban manusia maupun material dapat ditekan seminimal mungkin, dengan pencantuman unsur-unsur berikut : 1 Pemetaan dan zonasi daerah rawan bencana 2 Diseminasi informasi daerah rawan bencana dan cara-cara pengurangan risiko bencana 3 Pendayagunaan 64 pengetahuan modern dan tradisional tentang kebencanaan 4 Penguatan dan pengembangan potensi budaya masyarakat tentang kebencanaan 5 Kampanye kesiapsiagaan bencana 6 Penguatan sistem kedaruratan PB 7 Pengembangan sistem peringatan dini dan 8 Pengelolaan lingkungan berwawasan PB. Dari pencermatan mitigasi bencana erupsi Merapi, beberapa unsur yang dicantumkan di dalam Renstrada DI Yogyakarta 2008-2013, sudah diterapkan. Namun demikian pada kasus mitigasi bencana gempa tektonik 27 Mei 2006 belum diterapkan. Salah satu perencanaan penanggulangan bencana yang telah menerapkan unsur diseminasi informasi daerah rawan bencana dan cara-cara pengurangan risiko bencana di Kabupaten Sleman diwujudkan dalam evakuasi korban Merapi berupa penyiapan jalur evakuasi yang mantap dan stabil, agar arus kendaraan umum lainnya tidak terganggu. Penerapan unsur pemetaan dan zonasi daerah rawan bencana pada kasus mitigasi bencana Merapi, diwujudkan dengan penetapan KRB Kawasan Rawan Bencana. Sedangkan penerapan unsur pendayagunaan pengetahuan modern dan tradisional tentang kebencanaan dan unsur pengembangan sistem peringatan dini diwujudkan dalam pemanfaatan EWS Early Warning System berbasis eletronik maupun berbasis pengetahuan lokal EWS tradisional maupun ESW alami.

1.1.1.18 1.1.1.19

b. Mitigasi Bencana

Upaya mitigasi bencana yang dilakukan oleh Pemda DI Yogyakarta dilandasi oleh sejumlah peraturan dan perundangan kebencanaan. Perundangan dan peraturan terkait dengan penanggulangan bencana antara lain Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana RAN PRB BAPPENAS ditetapkan pada tanggal 24 Januari 2007 dan pada tanggal 26 April 2007 disahkan dan diundangkan secara resmi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang tercantum dalam Lembaran Negara RI Nomor 66 Tahun 2007. RAN PRB dan UU No. 242007 tentang PB merupakan dua perangkat hukum dan kebijakan yang mencerminkan komitmen pemerintah untuk mengurangi risiko bencana dan menciptakan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tanggap terhadap ancaman bencana. Mitigasi bencana gempa tektonik 27 Mei 2006 tidak dapat dilakukan, karena secara formal maupun informal masyarakat 65 dan Pemda DI Yogyakarta tidak pernah memprediksi akan terjadinya gempa tektonik. Hal ini terjadi karena tidak ada pembelajaran lesson learned berdasarkan histori kebencanaan gempa bumi di wilayah DI Yogyakarta. Oleh karena tidak terdapat pencatatan peristiwa bencana gempa tektonik kecuali gempa vulkanik bersumber dari gunung berapi-gunung bencana Merapi, sehingga tidak ada sosialisasi bagaimana mengantisipasi bencana tersebut baik oleh pemerintah daerah maupun dalam keluarga-keluarga masyarakat Yogyakarta. Penanganan korban bencana dilakukan dengan model pemberdayaan masyarakat, dimana sosialisasi diarahkan kepada daerah-daerah rawan bencana di 10 kecamatan di empat kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul dengan tekanan kepada optimalisasi sumberdaya masyarakat termasuk kearifan lokal. Disamping itu juga dilakukan optimalisasi penggunaan perangkat keras teknologi kebencanaan yang dikoordinir oleh BMG, disamping perangkat lunak seperti sistem penanggulangan bencana yang dikomandoi oleh gubernur. Terkait dengan mitigasi bencana, Pemerintah Daerah Provinsi DIY memperoleh kesempatan ”belajar” penanganan pasca bencana dan mitigasi bencana di Siprus. Undangan diberikan kepada Gubernur DIY, namun karena kesibukan keberangkatannya diwakilkan kepada Sekda dan Kepala Bappeda DIY. Kepedulian pemerintah Siprus tentunya dilatarbelakangi oleh penilaian akan keberhasilan Pemda Provinsi DIY dalam penanganan mitigasi dimana terdapat keberhasilan dalam menekan jumlah korban dan keberhasilan dalam tahap Rehab-Rekons pembangunan kembali rumah-bangunan yang rusak disamping pemulihan kondisi sosial ekonomi. Keberhasilan Pemda Provinsi DIY juga tercatat dalam hal penanganan korban- korban yang cepat dan terkoordinir sehingga tidak menimbulkan wabah penyakit menular, juga dalam masa tanggap darurat yang hanya berlangsung satu bulan. Keberhasilan tersebut ditandai oleh keberhasilan mengembalikan para korban ke tempat tinggal mereka, tanpa berlama-lama menempati tenda- tenda darurat. Kabupaten Sleman yang termasuk dalam kawasan rawan bencana KRB erupsi Merapi lava pijar, gas beracun, lahar panas dan awan panas, mencakup empat kecamatan yaitu Pakem, Cangkringan, Turi dan Tempel; KRB banjir lahar dingin mencakup tiga kecamatan yaitu : Ngaglik, Ngemplak dan Kalasan. Sedangkan KRB bencana gempa bumi tiga kecamatan yaitu : Prambanan, kalasan dan Berbah., sementara KRB angin puting beliung mencakup satu kecamatan yaitu Sayegan.