d. Modal Sosial Social Capital

56 Suatu kaum memiliki tanah ulayat, pandam pekuburan dan rumah gadang. Hubungan sosial dan pemeliharaan adat terjadi pada lingkup kaum dan nagari. Pelajaran etika, adat, agama terjalin menjadi satu baik di lingkup kaum maupun di nagari. Sehingga dikenal masyarakat minang dikenal istilah adat basandi syara, syara basandi kitabullah, yang artinya kira-kira adat berlandaskan kepada aturan etika, dan aturan etika berlandaskan Alqur’an. Jadi masyarakat minang pada dasarnya adalah masyarakat yang sangat agamis yang menjunjung tinggi etika kejujuran, persaudaraan, dsb. Itu semua menjadi modal sosial dasar pengembangan masyarakat termasuk dalam hal menanggulangi bencana. Masyarakat sangat dominan berperan mengatasi korban bencana terutama karena dilandasi oleh nilai-nilai kekerabatan tadi. Kondisi demikian menyebabkan penangananpelayanan kondisi darurat seperti pendirian tenda dan dapur umum meskipun tetap dilakukan namun ” beban” tim satkorlak- satlak-satgas PB terkurangi, karena sebagian korban gempa telah dirawat atau diringankan bebannya oleh kerabatnya. Tanggap Darurat

1.1.1.7 a. Kesiapsiagaan

Preparadness Masa Tanggap Darurat Pada saat kesiapsiagaan sebelum ditetapkannya kondisi tanggap darurat, peran BMG sebagai penanggung jawab sirine dan sumber informasi sangat penting. Institusi BMG merasa bahwa tugasnya adalah menyampaikan informasi bahwa ancaman bencana menjadi kondisi “tanggap darurat”.Otoritas Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang seharusnya memutuskan kondisi tanggap darurat segera melakukan verifikasi. Dalam kasus bencana di Sumatera Barat, tahap preparadness tidak berlaku karena bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga langsung pada tahap penanganan korban bencana. Jika kondisi tanggap darurat telah ditetapkan terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Penanganan Pengungsi : Penanganan pengungsi pada kondisi sebelum terjadi bencana, tetapi sudah dinyatakan sebagai masa “tanggap darurat”. 2. Distribusi logistik: mempersiapkan bahan pangan, tempat pengungsian, dan kesehatan. 3. Mobilisasi personil. Semua lembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana harus sudah siapdi lapangan dan terus memantau status ancaman bencana. 57

1.1.1.8 b. Organisasi dan Kelembagaan

Kesiapan kelembagaan Satlak PBP di tingkat kabupatenkota di Sumatera Barat memiliki kontribusi dominan dalam menangani pengungsi. Perlengkapan yang terbatas tidak menghalangi SDM untuk melakukan tugas pertolongan dengan mendirikan tenda, memobilisasi barang dan bahan, memasak, berkomunikasi dengan radi Rapi dan Orari. Selain Satkorlak dan Satlak PBP, Protap juga menyusun kelembagaan fungsional. Lembaga-lembaga fungsional tersebut antara lain bidang pengamatan dan perencanaan diketuai Dinas Pengelolaan SDA, Bidang Operasional diketuai oleh Korem 032 Wirabraja, bidang Potensi dan Logistik, Kerjasama dan Peranserta Masyarakat diketuai oleh Polda, bidang Data, Dokumentasi, Informasi dan Publikasi diketuai oleh Biro Humas Pemprop, dan bidang Penanganan Pengungsi diketuai oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. c. Media center Perangkat Radio Komunikasi. Keunggulannya informasi yang disampaikan terkontrol, sementara saat ini kondisinya tidak terawat-rusak. Sebagian orang mempergunakan Ponsel SMS namun informasinya sulit terkontrol karena sifatnya individu. Terkait dengan tidak berfungsinya perangkat radio komunikasi, hal ini menyulitkan hubungan komunikasi dengan wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2006 masih tergabung dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Pengadaan Sistem Radio Satelit, Sistem Pendeteksi Dini Early Warning system dan kendaraan untuk SAR dan untuk keperluan dapur umum di Kabupaten Padang Pariaman, masih mengalami diskusi yang ketat dengan anggota DPRD Padang Pariaman. Karena nilainya cukup tinggi, sebagai contoh, untuk pemacar-sirine setiap unit senilai Rp 68 juta.

1.1.1.9 1.1.1.10

c. Mobilisasi logistik

Beberapa hal yang mempengaruhi kelancaran dalam mobolisasi logistik di Provinsi Sumatera Barat adalah: 1. Topografi lahan di Kota Bukit Tinggi, menyulitkan dalam hal pertolongan bagi korban bencana, seperti di Lembah Ngarai. 2. Peralatan fisik yang terbatas dan perlu diperbaharui, seperti yang terjadi di Kabupaten Padang Pariaman, sebagai contoh perahu karet sebanyak dua buah yang dibeli tahun 2006, dengan ukuran besar kapasitas 12