60
2. Melaksanakan rehabilitasi terhadap sarana dan prasarana kesehatan baik
pelayanan dasar maupun pelayanan lanjutan rumah sakit dengan biaya sekitar Rp 80.000.000,- khusus untuk puskesmas dan puskesmas
pembantu.
3. Melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan kembali perumahan
masyarakat. Rehabilitasi dan pembangunan kembali perumahan masyarakat ini merupakan langkah prioritas yang harus dilaksanakan,
karena ini berhubungan dengan upaya penanganan terhadap masyarakat yang masih mengungsi dan berada di tempat penampungan. Terdapat 2
dua strategi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan masyarakat, yaitu:
a. Rehabilitasi Rumah masyarakat yang tidak berada di pinggir Ngarai
Sianok, yang dikategorikan merah A atau sangat rawan dan Merah B atau rawan bencana longsor apabila terjadi gempa dan hujan yang lebat
dengan jumlah 838 unit dengan jumlah biaya sekitar Rp. 6.667.003.000,- dari 940 unit rumah yang rusak dengan nilai kerusakan
total diperkirakan Rp.7.478.500.000,-.
b. Relokasi Perumahan masyarakat dari kawasan rawan bencana di bibir Ngarai Sianok sebanyak 244 unit dengan kebutuhan biaya sekitar Rp.
16.666.015.000,- sudah termasuk biaya pengadaan tanah. 4.
Rehabilitasi sarana dan prasarana kepariwisataan membutuhkan biaya sekitar Rp. 493.600.000,-
5. Rehabilitasi sarana perdagangan dan jasa pasar yang membutuhkan biaya
sekitar Rp. 18.254.740.000,- termasuk untuk perbaikan sarana industri, perdagangan ruko, warung, waserda, dan lain-lain di luar lokasi pasar
sebesar Rp. 1.554.740.000,-
6. Rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur kota, yaitu :
a. Bidang kecipta karyaan gedung pemerintahan dengan dana sebesar Rp. 6.074.000.000,-
b. Pustaka membutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000.000,- c. Sarana Jalan, jembatan dan drainase sebesar Rp. 11.395.000.000,-
d. Sungaiirigasi membutuhkan biaya sebesar Rp. 6.802.011.000,-
7. Rekonstruksi dan revitalisasi bangunan heritage dan fasilitas umum lainnya
Jam Gadang, Museum Tridaya Eka Dharama dan Sarana Pembakaran Sampah di Palolok membutuhkan biaya sekitar Rp 595.000.000,-
8. Rehabilitasi 11 unit sarana rumah ibadah membutuhkan biaya sebesar Rp.
2.530.000.000,-
61
9. Rehabilitasi 6 unit sarana panti asuhan membutuhkan biaya sebesar Rp.
153.500.000,- 10.
Rehabilitasi dan pembangunan Sarana dan Prasarana Bidang Air Bersih yang akan digunakan untuk perbaikan intake WTP Belakang balok di
Ngarai Sianok dan perbaikan pipa transmisi utama dari Sungai Tanang ke Bengkawas dengan dana sebesar Rp. 3.374.500.000,-
1.1.1.15 c. Rekonstruksi
Potensi-potensi yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Sumatera Barat antara lain:
1. Potensi Kearifan Lokal, terdapat budaya yang mencerminkan gotong
royong berupa Batagak Kudo2, Badoncek, Julo-Julo; 2.
Potensi Organisasi Non Formal, berupa Gebu Minang, Saudagar Minang,
LKAAM, KAN; Klinik Konstruksi; 3.
Potensi Pemimpin Non Formal, berupa Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kandung dan Para Pemangku Adat lainnya, serta
NGO; 4.
Potensi Bahan Bangunan, tersedianya pabrik Semen, Bambu, Batang Pohon Kelapa, Kayu berasal dari Hutan Adat, Pekarangan;
5. Potensi Perantau, bantuan dari perantau kepada keluarga di kampung
halaman
1.1.1.16 d. Konseling Trauma
Penanganan korban bencana di Sumatera Barat baik ketika tanggap darurat bencana terjadi maupun pada tahap Rehab-rekon, lebih banyak difokuskan
kepada sisi fisik seperti pengungsian korban, pembangunan sarana-prasarana- fasilitas umumsosial-keagamaan-pendidikan, rumah tingal dan sejenisnya,
Namun kurang menyentuh sisi psikologis-mental. Mesti dilakukan traumatic conseling
konseling trauma. Dari sejumlah kasus bencana alam Sejak tahun 2005 Gempa Mentawai-Nias
sampai Sekarang September 2007, keluarga orangtua maupun anak-anak yang trauma terhadap bencana gempa bumi dan was-was terhadap ancaman
tsunami belum banyak disentuh sisi psikologisnya. Bagaimana anak-anak merasa takut jika berada di gedung sekolah, bagaimana mereka merasa takut
62
ditinggal keluarga orangtua karena banyak orangtua menyelamatkan diri ketika terjadi bencana tanpa mempedulikan anaknya.
Beberapa tindakan untuk mengurangi trauma tersebut diantaranya sosialisasi di sekolah-sekolah tentang kemandirian menyelamatkan diri tanpa mempedulikan
keberadaan orangtua. “Bencana itu ketentuan Allah, kalaupun Allah meridhoi kita akan bertemu lagi dengan orangtua”, demikian salah satu pemotivasian
kepada anak didik. Sosialisasi ini dilakukan karena bencana seperti gempa bumi atau tsunami bisa terjadi kapan saja, bisa saja saat anak-anak sekolah, sedang
bermain atau dimana saja. Aspek psikologis mental korban bencana belum tertangani secara baik, sebagai contoh di Padang Pariaman, anak-anak takut
masuk sekolah. Setelah kegiatan pasca bencana dilaksanakan, seyogyanya ada pernyataan resmi
dari pemerintah daerah bahwa kondisi sudah kembali normal, atau kembali dalam status tidak ada ancaman bencana. Sebagai wujud pertanggungjawaban
yang transparan, harus disusun laporan tentang kejadian bencana, statistik korban bencana, laporan kegiatan dan laporan keuangan penanggulangan
bencana.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pra Bencana
1.1.1.17 a. Perencanaan
Secara umum di Indonesia, pemerintah belum memberlakukan sistem nasional pembelajaran kepada masyarakat secara luas dan periodik bentuk simulasi,
sehingga pemerintah maupun masyarakatnya masih gagap terhadap bencana. Berbeda dengan Jepang sebagai negara yang memiliki potensi dan frekuensi
gempa yang tinggi dengan kesiapan sistem penanggulangan gempa yang modern dan telah melembaga. Kondisi demikian menjadikan tiadanya
kepanikan warga dan pemerintah Jepang dalam menghadapi gempa. Merespon kondisi tersebut pemerintah dan masyarakat DI Yogyakarta
khususnya masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Bantul, memang tidak siap dalam menghadapi bencana 27 Mei 2006, sehingga korban cukup banyak
paling banyak dibanding kabupaten lain di DIY. Pada saat terjadi gempa, perangkat sistem penanggulangan bencana tidak berfungsi, semua panik