62
ditinggal keluarga orangtua karena banyak orangtua menyelamatkan diri ketika terjadi bencana tanpa mempedulikan anaknya.
Beberapa tindakan untuk mengurangi trauma tersebut diantaranya sosialisasi di sekolah-sekolah tentang kemandirian menyelamatkan diri tanpa mempedulikan
keberadaan orangtua. “Bencana itu ketentuan Allah, kalaupun Allah meridhoi kita akan bertemu lagi dengan orangtua”, demikian salah satu pemotivasian
kepada anak didik. Sosialisasi ini dilakukan karena bencana seperti gempa bumi atau tsunami bisa terjadi kapan saja, bisa saja saat anak-anak sekolah, sedang
bermain atau dimana saja. Aspek psikologis mental korban bencana belum tertangani secara baik, sebagai contoh di Padang Pariaman, anak-anak takut
masuk sekolah. Setelah kegiatan pasca bencana dilaksanakan, seyogyanya ada pernyataan resmi
dari pemerintah daerah bahwa kondisi sudah kembali normal, atau kembali dalam status tidak ada ancaman bencana. Sebagai wujud pertanggungjawaban
yang transparan, harus disusun laporan tentang kejadian bencana, statistik korban bencana, laporan kegiatan dan laporan keuangan penanggulangan
bencana.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pra Bencana
1.1.1.17 a. Perencanaan
Secara umum di Indonesia, pemerintah belum memberlakukan sistem nasional pembelajaran kepada masyarakat secara luas dan periodik bentuk simulasi,
sehingga pemerintah maupun masyarakatnya masih gagap terhadap bencana. Berbeda dengan Jepang sebagai negara yang memiliki potensi dan frekuensi
gempa yang tinggi dengan kesiapan sistem penanggulangan gempa yang modern dan telah melembaga. Kondisi demikian menjadikan tiadanya
kepanikan warga dan pemerintah Jepang dalam menghadapi gempa. Merespon kondisi tersebut pemerintah dan masyarakat DI Yogyakarta
khususnya masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Bantul, memang tidak siap dalam menghadapi bencana 27 Mei 2006, sehingga korban cukup banyak
paling banyak dibanding kabupaten lain di DIY. Pada saat terjadi gempa, perangkat sistem penanggulangan bencana tidak berfungsi, semua panik
63
bagaimana menghadapi bencana yang datang secara tiba-tiba saat inilah biasa disebut periode panik-gagap bencana. Semua orang, baik aparat maupun
rakyat tidak siap fisik dan mental menghadapi bencana gempa bumi. Pada saat ini Pemprov DI. Yogyakarta telah memiliki Rencana Strategis
Daerah untuk Penanggulangan Bencana Renstrada PB 2008-2013 merupakan bagian dari dokumen Rencana Aksi Daerah untuk Penanggulangan Bencana
RAD PB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan berlaku untuk periode lima tahun. Renstrada PB ini disusun dengan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2005-2009, Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana RAN PRB 2006-2009, UU No.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Renstrada Provinsi DIY 2004-2008 Perda No. 62003. Renstrada PB dan RAD PB menjadi landasan
untuk memasukkan aspek-aspek pengurangan risiko bencana ke dalam Rencana Kerja Tahunan Satuan-satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Dibandingkan dengan Renstrada PB DI. Yogyakarta Tahun 2004-2008,
Renstrada PB DI Yogyakarta Tahun 2008-20013, lebih baik. Karena telah memasukkan perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan resiko
bencana termasuk bencana gempa tektonik disamping riwayat dan penanggulangan bencana yang terjadi sebelum tahun 2008. Sedangkan pada
Renstrada 2004-2008, konteks bencana yang digunakan sebagai pijakan adalah terbatas pada histori bencana-bencana alam seperti Erupsi Merapi dan gempa
bumi vulkanik gunung Merapi dan Puting Beliung Kabupaten Sleman; sehingga perencanaan pembangunan di Provinsi DI Yogyakarta belum mengantisipasi
resiko bencana gempa tektonik. Indikasi bahwa Pemda DI Yogyakarta telah mempersiapkan rancangan
pembangunan berwawasan resiko bencana khususnya setelah gempa tektonik 27 Mei 2006, tampak dari beberapa unsur dalam rangka menciptakan budaya
sadar bencana di DI Yogyakarta, antara lain melalui pencantuman unsur-unsur berikut ini dalam Renstrada, yaitu : 1 Kampanye PB melalui media, 2
Memasukkan pengetahuan PB dalam sistem pendidikan formal dan informal 3 Pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat dalam PB. Selain itu Pemda
DI Yogyakarta juga melakukan rancangan upaya pengoptimalan penanggulangan bencana, sehingga korban manusia maupun material dapat
ditekan seminimal mungkin, dengan pencantuman unsur-unsur berikut : 1 Pemetaan dan zonasi daerah rawan bencana 2 Diseminasi informasi daerah
rawan bencana dan cara-cara pengurangan risiko bencana 3 Pendayagunaan