Periode Sesudah Tahun 2000 Tinjauan Empirik Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

191 implementasi proyek bersifat partisipatif dan kontekstual sesuai dengan permasalahan dan prioritas penanganan di lapangan. Aktivitas bersifat multi sektoral yang mencakup pengembangan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, air bersih, agribisnis dan ramah lingkungan. Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa implementasi program ini dinilai efektif, efisien, tingkat kebocoran rendah dengan tingkat keberlanjutan yang relatif tinggi.

7.2.2. Periode Sesudah Tahun 2000

Berbagai program yang barupun ternyata belum seluruhnya efektif dalam menanggulangi kemiskinan. Sebagai bukti empirik, berikut ini disajikan hasil evaluasi berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti program Raskin Beras Miskin, program UMKM Usaha Mikro, Kecil, Menengah, program BLT Bantuan Langsung Tunai dan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Operasi pasar khusus beras OPK beras yang dilaksanakan pemerintah tahun 1998 sebagai respon dari krisis ekonomi, merupakan cikal bakal dari program Raskin Beras untuk Rakyat Miskin. Program Raskin melakukan perubahan mendasar dari subsidi harga umum menjadi subsidi harga beras langsung bagi kaum miskin. Instruksi Presiden No 9 Tahun 2002 merupakan payung hukum yang memberikan jaminan penyediaan dan pelaksanaan program Raskin. Dalam periode tahun 1998-2003, melalui OPK beras dan program raskin, pemerintah mendistribusikan tidak kurang dari sepuluh juta ton beras rata-rata 1.7 juta tontahun kepada sekitar 7.1 juta rumahtangga miskin secara nasional. Rusastra dan Saliem 2006 dalam evaluasinya menyatakan bahwa implementasi program Raskin masih bersifat parsial, sehingga efektifitasnya belum berjalan secara maksimal. 192 Pada tahun 2005, pemerintah mengimplementasikan program aksi pengentasan kemiskinan melalui usaha mikrokecil dan menengah UMKM sejalan dengan pelaksanaan ”Indonesian Micro Finance Year of 2005. Tahun 2005 terdapat 41.3 juta unit UMKM dengan target penyaluran kredit Rp 60.44 triliun. Sumber pembiayaan UMKM lainnya adalah dari alokasi keuntungan BUMN sebesar 1-3 persen senilai Rp 1.47 triliun dan dana kompensasi kenaikan BBM 2005 sebesar Rp 250 milyar. Total alokasi dana tersebut didedikasikan untuk pembayaran UMKM dalam rangka peningkatan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Tingkat pengembalian kredit UMKM 2004 mencapai 96.7 persen dan dinilai sukses dalam pengentasan kemiskinan. Pada tahun 2005, pemerintah mengalokasikan nilai BLT sebesar 7.3 triliun USD 784 juta dengan sasaran mengurangi beban masyarakat miskin sebagai dampak dari peningkatan harga BBM Hudiono, 2005 dalam Sudaryanto, 2006. Dana BLT tersebut merupakan sebagian dari total dana Rp. 17.8 triliun sebagai hasil dari pengurangan subsidi kenaikan harga 29.0 persen BBM di dalam negeri. Program bantuan bagi kelompok miskin mencakup bantuan pendidikan, kebutuhan pangan beras, pelayanan kesehatan, pengembangan infrastruktur pedesaan. Sejak sepuluh bulan terkait sampai dengan 4 September 2006 nilai BLT telah mencapai USD 1 500 juta rumahtangga miskin Jakarta Post, 4 September 2006 dalam Sudaryanto, 2006. Belakangan ini efektivitas program BLT dipertanyakan berbagai pihak dengan adanya peningkatan jumlah rumah tangga miskin sebesar 39.05 juta periode Februari 2005-Maret 2006, dimana sekitar 19.2 juta orang adalah kemiskinan transient the brink of proverty. Penyebabnya adalah adanya kenaikan harga minyak BBM dan tekanan inflasi sektoral. Tanpa eksistensi BLT 193 kenaikan rumahtangga miskin setahun terakhir ini diperkirakan mencapai 50 juta orang atau sekitar 22.0 persen The Word Bank, 2006 Tinjauan mengenai efektivitas kebijakanprogram penanggulangan kemiskinan seperti dijelaskan di atas, merupakan hasil penelitian terdahulu oleh peneliti lain. Efektivitas kebijakanprogram penanggulangan kemiskinan berkaitan dengan pendekatan yang digunakan. Kebijakanprogram yang dinillai efektif seperti Program Kemiskinan Perkotaan, Program Pengembangan Kecamatan, dan Program Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM, adalah kebijakanprogram dengan pendekatan yang berbasis pada masyarakat, partisipatif, pemberdayaan, berorientasi investasi, bersifat demokratis dan bottom up. Secara rinci, hasil evaluasi kinerja kebijakanprogram penanggulangan kemiskinan disajikan pada Tabel 51. Tabel 51. Kinerja KebijakanProgram Penanggulangan Kemiskinan No. KebijakanProgram Kinerja 1. Inpres Desa Tertinggal IDT Kurang efektif 2. Pengembangan Prasarana Perdesaan Kurang efektif 3. Program Kemiskinan Perkotaan Efektif 4. Jaring Pengaman Sosial JPS Kurang efektif 5. Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal P3DT Kurang efektif 6. Pengembangan Kecamatan Efektif 7. Bantuan Langsung Tunai Kurang efektif 8. Beras Miskin Raskin Kurang efektif 9. Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Efektif 10. Operasi Pasar Khusus OPK Beras Kurang efektif 11. Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Ekonomi PDMDKE Kurang efektif Sumber: Berbagai Sumber

7.3. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Agroekosistem