Lahan Basah FAKTOR PENCIRI KEMISKINAN

151 ekonomi economic opportunities yang dapat diraih terbatas juga. Selanjutnya, peluang-peluang ekonomi akan mempengaruhi lapangan kerja utama dan aksesibilitas masyarakat terhadap kesempatan kerja dan kesempatan usaha di daerah tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan. Lebih jauh, dengan akses transportasi dan komunikasi yang sulit, maka akan menghambat penyesuaian-penyesuaian dalam proses pasar tenaga kerja dan keputusan untuk migrasi atau berpindah dan mencari nafkah di tempat lain. Sebagai implikasinya, maka perbaikan infrastruktur fisik dan sosial hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Hal ini relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Bank Dunia 2001 yang menyebutkan bahwa infrastruktur dapat mengurangi kemiskinan dengan argumentasi sebagai berikut: 1. kelompok miskin banyak terkonsentrasi di dalam sektor ekonomi dengan ”rates of return” yang tinggi terhadap infrastruktur dan 2 kelompok miskin sangat terbatas aksesnya terhadap infrastruktur, sehingga dengan adanya infrastruktur yang menyentuh rumahtangga miskin, maka utilitas infrastruktur tersebut menjadi tinggi. Merujuk pada uraian diatas maka terlihat bahwa tipologi kemiskinan di Indonesia memiliki indikator, kerentanan, klasifikasi dan karakterisitik yang spesifik, sehingga memerlukan berbagai kebijakan yang spesifik juga dalam menanggulanginya.

6.2. Lahan Basah

Variabel-variabel yang mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi keluarga pada Lahan Basah antara lain variabel fasilitas kesehatan berupa puskesmas, luas lantai per kapita lebih besar dari 10 m 2 , adanya penyakit marasmus, persentase pengeluaran untuk kesehatan lebih besar dari 20 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase 152 pengeluaran untuk makanan 50.1-75 persen, saluran pembuangan limbah cair lancar dan tempat membuang sampah-lubangdibakar merupakan variabel penciri. Secara lengkap hasil analisis regresi penciri kemiskinan dimana garis kemiskinan GK dinaikkan 10 persen dan 20 persen dapat dilihat pada Tabel 36. Semakin besar nilai Beta, semakin besar pengaruh variabel tersebut tehadap pengeluaran konsumsi. Tabel 36. Pengaruh Beta Untuk Variabel dengan Beta Lebih Dari 0.10. Variabel GK GK110 GK120 Bencana Gempa bumi : ada 11.5 Fasilitas Kesehatan : Puskesmas 26.3 Luas lantai perkapita : 10 m 2 22.1 21.7 20.0 Penyakit Marasmus : Ya 19.2 Persen pengeluaran untuk kesehatan : 20 13.3 Persen pengeluaran untuk makanan : 25.1 - 50 29.5 30.0 30.0 Persen pengeluaran untuk makanan : 50.1 - 75 114.5 119.8 119.4 Saluran pembuangan limbah cair : saluran lancar 24.2 32.5 32.5 Tempat membuang sampah : Lubangdibakar 14.5 15.4 16.5 Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan : GK = Garis Kemiskinan Nilai dalam ; Sel yang kosong berarti nilai 0,1 Tabel 36 menjelaskan bahwa variabel penciri yang paling besar pengaruhnya terhadap kemiskinan di agroekosistem lahan basah yaitu persentase pengeluaran untuk makanan 50.1 - 75 persen, diikuti oleh persentase pengeluaran untuk makanan 25.1 - 50 persen. Data ini menyiratkan bahwa jika ada kenaikan harga makanan, seperti kenaikan harga beras atau makanan pokok lainnya, maka akan memberi dampak yang besar terhadap kemiskinan di lahan basah. Variabel lainnya yang berpengaruh adalah fasilitas kesehatan yakni Puskesmas. Hal ini memberi makna bahwa kemiskinan di lahan basah sensitif 153 terhadap pelayanan kesehatan, misalnya jika terjadi endemik penyakit maka jumlah rumahtangga miskin akan bertambah. Dengan demikian subsidi kesehatan, misalnya penggunaan kartu sehat relevan untuk dilakukan. Pada kasus dimana GK dinaikkan 10 persen dan GK dinaikkan menjadi 20 persen, maka yang menjadi penciri utama adalah bencana gempa bumi, luas lantai per kapita lebih besar dari 10 m 2 , persentase pengeluaran untuk makanan 25.1 - 50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 50.1 - 75 persen, saluran pembuangan limbah cair lancar , tempat membuang sampah- lubangdibakar. Jadi, ada 2 dua penciri utama yang berkurang, yaitu: 1 fasilitas kesehatan berupa puskesmas , persentase pengeluaran untuk kesehatan lebih besar dari 20 persen dan 2 bertambahnya satu variabel yaitu adanya bencana gempa bumi. Pada skenario ini pengeluaran untuk makanan tetap menjadi penciri utama, sehingga faktor-faktor harga bahan makanan utama menempati posisi penting yang mempengaruhi kemiskinan. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik tersebut diketahui bahwa kemiskinan dicirikan oleh variabel tersebut di atas yang jika dikelompokkan lagi, maka penciri kemiskinan sangat terkait dengan kondisi fisik rumahtangga, infrastruktur fisik dan sosial, dan kondisi ekonomi rumahtangga. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pengeluaran dan dari sisi pendapatan. Sisi pengeluaran ditentukan oleh variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kemiskinan di agroekosistem lahan basah yaitu persentase pengeluaran untuk makanan 50.1-75 persen, diikuti oleh persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen. Variabel ini menjelaskan bahwa jika ada kenaikan harga makanan, seperti kenaikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya, maka akan memberi dampak yang besar terhadap peningkatan insiden kemiskinan. Variabel lainnya yang berpengaruh cukup besar adalah 154 fasilitas kesehatan berupa Puskesmas. Dengan demikian, misalnya jika terjadi endemik penyakit maka insiden kemiskinan akan meningkat. Variabel pada Tabel 37 menjelaskan juga mengapa kemiskinan di lahan basah cukup rentan. Seperti diketahui bahwa harga bahan makanan pokok, kemudian juga harga obat sangat ditentukan oleh mekanisme pasar, dimana situasi pasar terkadang ada gejolak-gejolak harga. Gejolak–gejolak pasar inilah yang antara lain menyebabkan rumahtangga di lahan basah yang rentan miskin menjadi miskin. Tabel 37. Variabel Penciri Kemiskinan di Lahan Basah Variabel Penciri Kelompok Bencana Gempa bumi : ada Infrastruktur dan spasial Fasilitas Kesehatan: Puskesmas Infrastruktur fisik Luas lantai perkapita: 10 m 2 Kondisi fisik rumahtangga Penyakit Marasmus: Ya Infrastruktur fisik Persen pengeluaran untuk kesehatan: 20 Kondisi ekonomi rumahtangga Persen pengeluaran untuk makanan: 25.1 - 50 Kondisi ekonomi rumahtangga Persen pengeluaran untuk makanan: 50.1 - 75 Kondisi ekonomi rumahtangga Saluran pembuangan limbah cair: saluran lancar Infrastruktur Tempat membuang sampah: Lubangdibakar Infrastruktur fisik Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan: Nilai dalam ; Sel yang kosong berarti nilai 0,1 Sementara dari sisi pendapatan, berkaitan dengan keterbatasan penguasaan aset produktif yang dijelaskan oleh variabel luas lantai per kapita lebih besar dari 10 m 2 . Dengan keterbatasan kepemilikan modal fisik, maka tidak ada yang dapat menjadi agunan apabila rumahtangga memerlukan dana pinjaman modal dari bank atau kredit formal. Selain itu, dengan keterbatasan kepemilikan modal fisik tidak ada yang dapat dijadikan alternatif sumber 155 pendapatan sementara atau cadangan apabila ada gejolak atau external shock terhadap pendapatan atau pengeluaran suatu keluarga, sehingga suatu rumahtangga tidak terlindung daripada jatuh miskin.

6.3. Lahan Kering