66
Tabel 1. Lanjutan
No. Variabel
Indikator
E
Kondisi Ekonomi Rumahtangga
19 Kegiatan bekerja kepala keluarga
1= Tidak bekerja; 2 = Bekerja 20
Persentase anggota keluarga yang bekerja 1= 0; 2 = 0.1-20
3= 20.1-50; 4 = 50+ 21
Persen anggota keluarga dengan status 1= ≥ 50; 2 = 50
pengangguran terbuka 22
Jumlah jam kerja seminggu kepala keluarga 1= Tidak bekerja atau ≤35 jam; 2= 35jam
23 Kepala keluarga bekerja di sektor pertanian
1=Ya termasuk yang tidak kerja 2=Tidak
24 Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja
1=Ya termasuk yang tidak kerja bebas pertanian
2=Tidak 25
Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja 1=Ya termasuk yang tidak kerja
tidak dibayar 2=Tidak
26 Kepala keluarga bekerja di sektor informal
1=Ya; 2=Tidak self employed + unpaid family worker
27 Pendapatan per kapita anggota keluarga
1= 50PovLine
yang bekerja 2= 50.1-75PovLine
3= 75.1-125PovLine 4= 125PovLine
28 Persen pengeluaran untuk makanan
1= ≥75; 2= 50-75 3= 25-50; 4= ≤25
29 Persen pengeluaran untuk pendidikan
1= 10; 2= 10-20; 3= 20+ 30
Persen pengeluaran untuk kesehatan 1= 10; 2= 10-20; 3= 20+
F Faktor Spasial
31 Tinggal didaerah pantaipesisir PANTAI
1= Ya; 2 = Tdk 32
Tinggal didaerah dataran tinggi DTRNTG 1= Ya; 2 = Tdk
33 Tinggal didaerah dataran lahan basah
1= Ya; 2 = Tdk dataran + pengairan di atas 75 LHNBSH
34 Tinggal di daerah dataran lahan kering
1= Ya; 2 = Tdk dataran + pengairan kurang dari 25
LHNKRG 35
Tinggal di daerah campuran dataran + 1= Ya; 2 = Tdk
pengairan antara 25 sampai 75 LHNCPR
36 Tinggal di kawasan sekitar hutan
1= Ya; 2 = Tdk 37
Tinggal di Daerah Aliran Sungailembah 1= Ya; 2 = Tdk
4.1.1. Pengolahan Data Awal
Pertama, memilih beberapa variabel dari Susenas yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk masing-masing
67
variabel sesuai dengan daftar variabel yang sudah dibuat sebelumnya. Satuan pengolahan data adalah rumahtangga, jadi segala informasi mengenai individu
ditransfer ke data rumahtangga, seperti umur kepala keluarga, akses ke fasilitas kesehatan untuk anggota rumahtangga, jenjang pendidikan kepala rumahtangga
dan sebagainya. Sedangkan informasi rumahtangga tidak perlu ditransfer karena satuan pengolahan adalah rumahtangga, misalnya jenis atap, dinding, lantai
rumahtangga, persen pengeluaran pendidikan, kesehatan, pengeluaran per kapita dan sebagainya.
Kedua, memilih beberapa variabel dari Podes yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk variabel Podes yang
terpilih. Variabel-variabel Podes satuannya adalah desa. Ketiga, menggabungkan variabel-variabel terpilih dari data Susenas dan
Podes. Satuan pengamatan Podes adalah desa, jadi diasumsikan bahwa satu informasi dari satu desa di Podes akan berlaku untuk semua rumahtangga di
Susenas yang tinggal di desa tersebut. Misalkan, jenis permukaan jalan di satu desa adalah aspal, maka diasumsikan bahwa rumahtangga tersebut mempunyai
akses jalan aspal.
4.1.2. Pengolahan Data Lanjutan
Pengolahan data lanjutan berhubungan dengan metode komputasi statistika seperti yang diterangkan dalam metode penelitian. Ada dua tahap
penghitungan yaitu: Pertama, memilih beberapa variabel yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan metode Regresi Logistik, dengan
pemilihan variabel-variabel independen menggunakan prosedur stepwise.
68
Tabel 2. Variabel Infrastruktur Fisik dan Sosial
No Variabel
Indikator
A. Sumber penghasilan sebagian besar
penduduk Kehutanan; pertanian tanaman pangan;
hortikultura; peternakan; perkebunan; perikanan;
pertanian lain-lain;
pertambangan; industri; perdagangan; sektor lain-lainnya
B Bahan Bakar Yang digunakan
sebagian besar Rumahtangga Gas KotaLPG=3; Minyak Tanah=2;
Kayu Bakar=1 C
Tempat Buang Sampah Sebagian Besar Rumahtangga
Tempat Pembuangan sampah=3; Dalam Lubangbakar=2; Sungai=1
D Tempat Buang Air Besar Sebagian
Besar Rumahtangga Jamban sendiri milik rumah tangga=4;
jamban bersama=3; Jamban umum=2; tidak ada jambannon jamban=1
E Saluran Pembuangan Limbah CairAir
Kotor Saluran lancar = 4; saluran tidak
lancar=3; Saluran menggenang=2; tidak ada saluran =1
F Sumber Air MinumMemasak
Sebagian Besar Rumahtangga Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air
=4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 G
Sumber Air MandiCuci Sebagian Besar Rumah Tangga
Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6
H Lalu Lintas Sebagian Besar
Rumahtangga Melalui airsungai=3; melalui darat =2;
melalui udara=1 I
Jenis Permukaan Jalan Terluas Aspal=4; Batu=3; Tanah=2; Jalan lain-
lain =1 J
Fasilitas Pendidikan SD Negeri dan sederajat=4; SD Swasta
dan sederajat=3;
SLTP Negeri
Sederajat=2; SLTP
swasta dan
sederajat=1 K
Fasilitas Kesehatan Puskesmas=2; posyandu=1
L Transportasi dan Komunikasi
RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 4 ; RT sbgn besar
mempunyai kendaraan mesin roda 2atau 3; RT sbgn besar mempunyai telepon
rumah tangga; RT sbgn besar mempunyai TV
M Sosial Kemasyarakatan
PKK=1; arisan, jumpitan=2; perkumpulan organisasi petani P3A, Klp Tani, Klp
usaha=3 N
Faktor Resiko Bencana Alam Gempa
bumi=1, Tanah
longsor=2; Banjir=3
O Faktor Gangguan Lingkungan Hidup
Pencemaran air=1; pencemaran udara dan bau =2; pencemaran suara=3
P Faktor PenyakitWabah Penyakit
Kasus busung laparHOkurang gizimarasmus; Muntaberdiare; Demam
Berdarah; Infeksi Saluran Pernafasan; Lainnya
69
Kedua, adalah menggunakan variabel terpilih untuk membuat fungsi regresi konsumsi per kapita dengan variabel-variabel terpilih hasil regresi logistik.
Untuk tahap kedua ini, peubah bebas yang terpilih harus dibuat dummy karena semua peubah bebas bersifat kategorik
Penghitungan indikator kemiskinan menggunakan FGT index; yang diukur adalah headcount index, poverty gap index dan poverty severity index yaitu:
−
=
=
z yi
z n
q i
P
α α
1
1 dimana
:
α = 0,1,2; adalah parameter yang menyatakan ukuran sensitivitas
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Semakin besar α
semakin besar pula timbangan yang diterapkan untuk mengukur keparahan
dari insiden kemiskinan y
i
= nilai rata-rata pengeluaran konsumsi per kapitabulan dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan; dimana i = 1,2,....q
untuk semua y
i
z z = garis kemiskinan
n = total jumlah penduduk q = jumlah penduduk miskin
z-y
i
merupakan kedalaman kemiskinan untuk penduduk ke –i; berurutan menurut besarnya pendapatan; dengan ketentuan:
α =0 adalah head-count index; yang mengindikasikan proporsi penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka Po = qn, Jadi, bila 20 persen penduduk dari total penduduk diklasifikasikan miskin, maka
Po =0,2
70
α =1 adalah rata-rata kedalaman kemiskinan yang dinyatakan sebagai
proporsi terhadap garis kemiskinan; jika α
=1 maka P
1
= 1n Σ
z- y
i
z
1
. Misalkan P
1
=0,15; ini berarti bahwa gap kesenjanganantara total penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan, jika dirata-
ratakan terhadap seluruh rumahtangga baik miskin maupun tidak miskin, adalah 15 pesen. P1Po = 1q
Σ z-y
i
z adalah rata-rata kedalaman kemiskinan sebagai proporsi dari garis kemiskinan.
α =2 adalah suatu ukuran yang dalam beberapa hal sensitif terhadap
perubahan distribusi pendapatanpengeluaran diantara penduduk miskin.
Kerentanan penduduk miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan dihitung dengan melihat laju perubahan dengan simulasi kenaikan garis kemiskinan
10 persen dan 20 persen dari garis kemiskinan versi BPS. Elastisitas indikator kemiskinan meliputi insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap
garis kemiskinan dilakukan untuk tiap agroekosistem. Elastisitas indikator kemiskinan P
0,1,2
terhadap Garis Kemiskinan didefinisikan sebagai perubahan indikator kemiskinan dibandingkan dengan
perubahan garis kemiskinan. Dengan mengadopsi rumus elastisitas dalam Pindyck dan Rubinfeld 2001, maka :
E
p
= P
i
GK atau P
i
P
i
G
k
G
k
dimana: E
p
= elastisitas indikator kemiskinan P
i
= indikator kemiskinan; dengan i = 0,1,2 berturut-turut adalah indsiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan.
G
k
= Garis Kemiskinan
71
Insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan dikatakan elastis bila nilainya lebih besar daripada satu 1 dan disebut tidak elastis bila nilainya 1.
Estimasi kerentanan terhadap variabel kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan menghasilkan kemiskinan kronis dan tidak kronis. Kemiskinan kronis merupakan
kondisi dibawah garis kemiskinan yang mempunyai peluang lebih kecil daripada 0,5 untuk meningkatkan pendapatannya melampaui garis kemiskinan; sementara
yang mempunyai peluang lebih besar dari 0,5 disebut sebagai kemiskinan tidak kronis.
Pendekatan yang digunakan yaitu batas atau garis kemiskinan versi BPS. Parameter variabel bebas merupakan probabilitas penduduk jatuh pada garis
kemiskinan akibat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap pengeluaran konsumsi. Metode estimasi kemiskinan diadopsi dari Chaudhuri
2001 dengan model sebagai berikut:
Ln C
h =
X
h
+
h
dimana: C
h
= pengeluaran konsumsi rumahtangga h
X
h
= bundel karakteristik rumahtangga yang dapat diamati, mencakup variabel-variabel independen sebagaimana telah diterapkan di atas.
= vektor parameter
h
= faktor pengganggu yang berkontribusi terhadap konsumsi rumahtangga.
Probabilitas rumahtangga dengan karakteristik X
h
menjadi miskin dapat diketahui dari besaran vektor parameter untuk masing-masing karakteristik.
Pengeluaran konsumsi rumahtangga diukur per kapita dengan membagi pengeluaran rumahtangga dengan dependen atau jumlah anggota keluarga yang
72
ditanggung oleh kepala keluarga. Hal ini untuk menghindari bias pengeluaran antara rumahtangga dengan perbedaan jumlah tertanggung. Karena garis
kemiskinan dihitung per kapita, maka kembali dilakukan transfer dengan mengalikan jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga.
Logaritma terhadap pengeluaran digunakan karena rentang pengeluaran rumahtangga sangat besar yakni berkisar antara Rp. 12 925 sampai dengan
Rp. 32 467 788. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk membelanjakan semua pendapatannya pada bundel yang tercakup dalam batas
miskin, dan multidimensi kemiskinan dikonversikan dalam pengeluaran penduduk; baik untuk kesehatan, maupun untuk pendidikan dan perbaikan
lingkungannya. Parameter-parameter persamaan tersebut di atas akan diestimasi dengan
pendekatan Logit dengan menggunakan metoda Maximum Likelihood Estimation. Dengan demikian, model yang akan dikembangkan adalah model
kemiskinan menurut agroekosistem. Uji proporsi untuk menguji perbedaan insiden kemiskinan antar
agroekosistem yang bersifat eksklusif dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
−
=
i i
i
e e
i
ο
χ
2
2
dimana: O
i
= frekwensi pengamatan . e
i
= frekwensi harapan
4.2. Jenis dan Sumber Data