Kerentanan Kemiskinan 1. Elastisitas PantaiPesisir 1. Indikator Kemiskinan

138 disebut juga Poverty Severity Gap Index P 2 sebesar 0.7 persen yang ternyata sama besar dari nasional 0.7. 5.7.2. Kerentanan Kemiskinan 5.7.2.1. Elastisitas Dengan menggunakan garis kemiskinan BPS, ternyata 18.3 persen rumahtangga pada agroekosistem pantaipesisir termasuk kedalam kelompok miskin. Selanjutnya, untuk mengetahui bagaimana insiden kemiskinan sekitar garis kemiskinan yang diasumsikan rentan terhadap garis kemiskinan maka disimulasikan garis kemiskinan naik 10 persen dan 20 persen. Dari simulasi tersebut diperoleh hasil perubahan indikator-indikator kemiskinan, persentase perubahan dan elastisitasnya disajikan pada tabel berikut ini. Dengan skenario GK naik 10 persen GK110 persen, yang terjadi pada Headcount Index P di ekosistem pantaipesisir adalah peningkatan proporsi insiden kemiskinan dari 12.9 persen menjadi 18.3 persen. Dibanding dengan nasional, presentase perubahan P pantaipesisir 41.8 persen lebih kecil dari pada persentase P nasional 43.5 persen. Tabel 29. Indikator dan Elastisitas Kemiskinan Indikator GK GK110 GK120 Nilai Nilai Elastisitas Nilai Elastisitas PP Nas PP Nas PP Nas PP Nas PP Nas P 12.9 13.1 18.3 18.8 4.19 4.35 24.6 25.0 4.53 4.54 P 1 2.4 2.3 3.6 3.6 5.00 5.65 5.1 5.1 5.63 6.09 P 2 0.7 0.7 1.1 1.1 5.71 5.71 1.6 1.6 6.43 6.43 Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan: GK = garis kemiskinan PP= pantaipesisir Nas = nasional Lebih lanjut, dengan skenario GK110 persen, yang terjadi pada Poverty Gap Index P 1 meningkat dari 2.4 menjadi 3.6. Artinya, selain makin banyak 139 yang jatuh miskin, kondisi mereka pun makin jauh dari garis kemiskinan, sehingga makin banyak effort yang diperlukan untuk mengangkat mereka melampaui batas miskin. Namun, dibanding dengan nasional, presentase perubahan P 1 pantai pesisir 50.0 persen relatif lebih kecil daripada persentase P 1 nasional 56.0 persen. Secara grafik, distribusi frekuensi pengeluaran rumah tangga di PantaiPesisir dapat dilihat pada Gambar 11. Pola yang sama terjadi pada Poverty Severity Gap Index P 2 yang meningkat dari 0.7 menjadi sebesar 1.1 pada GK110 persen. Presentase perubahan P 2 pantaipesisir 57.1 persen sama dengan persentase P 1 nasional 57.1 persen. Gambar 11: Distribusi Frekuensi Pengeluaran Rumahtangga di PantaiPesisir Dengan skenario GK naik 20 persen GK120 persen, yang terjadi pada Headcount Index P pada pantaipesisir adalah peningkatan proporsi insiden kemiskinan dari 12.9 persen menjadi 24.6 persen. Laju perubahan tersebut lebih Rumahtangga GK = 89.100 GK 10 = 98.800 GK 20 = 122.800 Kurva Normal Sumber : Susenas 2004, Podes 2003 dan Garis Kemiskinan 2004. Data Diolah Distribusi Frekuensi Pengeluaran Rp 140 dari dua kali persentase perubahan pada GK110 persen. Dibanding dengan nasional, presentase perubahan P pantaipesisir 90.6 persen lebih kecil persentase perubahan P nasional 90.8 persen. Kemudian, pada Poverty Gap Index P 1 yang meningkat dari 2.4 menjadi 5.1, jika GK naik 20 persen. Artinya, selain makin banyak yang jatuh miskin, kondisi mereka pun makin jauh dari garis kemiskinan, sehingga makin banyak upaya-upaya yang harus harus dilakukan untuk mengangkat mereka melampaui batas minimum kebutuhan hidup. Laju perubahan peningkatan persentase P 1 juga meningkat dua kali laju perubahan P 1 pada GK110 persen. Namun, Pola yang sama terjadi pada Poverty Severity Gap Index P 2 yang meningkat dari 0.7 menjadi sebesar 1.6 pada GK120 persen. Laju perubahan peningkatan persentase P 2 meningkat lebih dari dua kali laju perubahan P 2 pada GK110 persen. Persentase perubahan P 2 pantaipesisir 128.5 persen sama dengan persentase P 1 nasional 128.5 persen. Jika dicermati lebih jauh, dengan menggunakan dua skenario ini, dimana diasumsikan kenaikan bundel harga-harga barang dan jasa mendorong garis kemiskinan naik 10 persen dan 20 persen, maka pada GK110 persen diperoleh elastisitas terhadap perubahan garis kemiskinan ini sebesar 4.19 untuk P 0, 5.00 untuk P 1 , dan 5.71 untuk P 2. Kemudian, pada GK120 persen, diperoleh elastisitas terhadap perubahan garis kemiskinan ini sebesar 4.53 untuk P 0, 5.63 untuk P 1 , dan 6.43 untuk P 2.. Tabel 29 menunjukkan bahwa dengan elastisitas lebih besar dari satu, maka pada agroekosistem pantaipesisir dapat dikatakan memiliki sensitivitas peningkatan proposi kemiskinan, kedalaman dan keparahan yang relatif tinggi. Dibanding dengan nasional, elastisitas untuk P , P 1 , dan P 2 menunjukkan sensitivitas yang lebih kecil, kecuali P 2 pada GK120 persen 141 elastisitas indikator kemiskinan pada pantai pesisir sama dengan elastisitas kemiskinan pada nasional.

5.7.2.2. Sifat Kemiskinan

Model regresi pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin dirancang untuk mengetahui sifat kemiskinan. Hasil regresi untuk daerah kawasan pantai pesisir, menghasilkan model yang nyata secara statistik Lampiran 7. Hasil analisis sifat kemiskinan dengan menggunakan model regresi ini memperoleh gambaran kemiskinan sebagai berikut: 2.77 persen miskin kronis dan 10.11 persen miskin tidak kronis. Maknanya, 10.11 persen rumahtangga ini dapat ditingkatkan pendapatannya atau dikurangi pengeluarannya dengan meningkatkan beberapa variabel yang berpengaruh. Selanjutnya, 2.77 persen rumahtangga yang miskin ini dikatagorikan kronis atau kemiskinan struktural yang untuk pengentasannya memerlukan upaya-upaya yang lebih besar. Dibanding model nasional, persentase proporsi rumah tangga pada agroekosistem pantaipesisir lebih kecil, dimana mempelihatkan sebanyak 13.1 persen miskin 2.2 persen miskin kronis, dan 10.9 persen tidak kronis. Tabel 30. Sifat Kemiskinan Agroekosistem PantaiPesisir GK GK110 GK120 Aspek Penelitian Sifat Pantai pesisir Nas Pantai pesisir Nas Pantai pesisir Nas Miskin 10,11 10.9 12,8 14.1 15,1 16.3 Miskin kronis 2,77 2.2 5,6 4.8 9,5 8.7 perubahan Akibat GK Total miskin 12,88 13.1 18,3 18.8 24,6 25 Sumber : Hasil Perhitungan; Keterangan : GK = Garis Kemiskinan Nas = Nasional Untuk mengetahui sifat kemiskinan rumahtangga di sekitar garis kemiskinan, maka disimulasikan garis kemiskinan meningkat sebesar 10 persen. 142 Hasil regresi untuk agroekosistem pantaipesisir dengan garis kemiskinan ditingkatkan 10 persen, menghasilkan model yang nyata secara statistik dengan model seperti pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase rumahtangga miskin menjadi sebesar 18.3 persen rumahtangga miskin 5.6 persen miskin kronis dan 12.8 persen miskin tidak kronis. Artinya, 12.8 persen rumahtangga ini berpotensi ditingkatkan pendapatannya dengan meningkatkan beberapa variabel yang berpengaruh sehingga tingkat konsumsi rumahtangga ini bisa meningkat. Sementara itu, 5.6 persen rumahtangga dikatagorikan kronis atau terjebak dalam kemiskinan. Hasil regresi untuk agroekosistem pantaipesisir dengan garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, menghasilkan model yang nyata secara statistik dengan model seperti pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase kemiskinan menjadi sebesar 24.6 persen rumahtangga miskin 15.1 persen miskin kronis dan 9.5 persen miskin tidak kronis. Namun, dibanding dengan model nasional, peningkatan proporsi persentase rumahtangga miskin ini masih lebih kecil, dimana model nasional menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 25 persen rumahtangga miskin 8.7 persen miskin kronis dan 16.3 persen miskin tidak kronis. Jika dianalisis lebih jauh, ada pengaruh dari kenaikan garis kemiskinan sebesar 10 persen dan 20 persen terhadap sifat kemiskinan keluarga miskin, pada agroekosistem pantaipesisir. Tabel 31 menunjukkan, bahwa laju perubahan rumahtangga miskin kronis melebihi angka 100 persen pada agroekosistem ini. Artinya, dengan meningkatnya garis kemiskinan sebesar 10 persen maka jumlah keluarga miskin kronis bertambah lebih dari dua kali lipat 102.2 persen dari angka sebelumnya. 143 Tabel 31. Perubahan Sifat Kemiskinan Pada Agroekosistem PantaiPesisir GK110 GK120 Aspek Penelitian Sifat Pantai pesisir Nasional Pantai pesisir Nasional Miskin 26.6 29.0 48.4 49.1 Miskin kronis 102.2 116.2 243.0 291.9 perubahan akibat GK Total miskin 421 116.2 91.0 90.3 Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan : GK = Garis Kemiskinan Apabila garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, akan berakibat peningkatan keluarga miskin kronis mencapai 243 persen, namun lebih kecil daripada nasional 291.9 persen. Selanjutnya, dari hasil perhitungan perbedaan pengeluaran per kapita dengan kondisi garis kemiskinan biasa ternyata persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap garis kemiskinan pada golongan miskin kronis berdasarkan rataan, secara umum diperoleh diatas 40 persen Tabel 32. Sedangkan untuk golongan tidak miskin berdasarkan median, untuk seluruh Indonesia, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garis kemiskinan sebesar 85.8 persen. Agroekosistem pantaipesisir memiliki beda lebih kecil dibawah 70 persen. dibanding nasional. Untuk kondisi garis kemiskinan ditingkatkan 10 persen, persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap garis kemiskinan pada golongan miskin kronis berdasarkan rataan di atas 40 persen untuk pantaipesisir. Sedangkan untuk golongan tidak miskin berdasarkan median, pada tingkat nasional, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garas kemiskinan sebesar 76.6 persen, sementara pada pantaipesisir dibawah 40 persen. Sedangkan untuk kondisi garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, pada agroekosistem pantaipesisir ternyata persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap 144 garis kemiskinan pada golongan miskin kronis berdasarkan rataan di bawah 40 persen. Tabel 32. Beda Relatif dan Ratio Rataan dan Median Pengeluaran Per Kapita Terhadap Garis Kemiskinan Pada Agroekosistem PantaiPesisir GK GK110 GK120 Berdasarkan Sifat beda ratio beda ratio beda Ratio PantaiPesisir Miskin Kronis - 42,9 0,571 - 41,0 0,590 - 38,2 0,608 Miskin - 13,6 0,864 - 13,4 0,866 - 12,3 0,877 Rataan Tidak Miskin 131,9 2,319 118,1 2,181 109,6 2,096 Miskin Kronis - 40,4 0,596 - 38,2 0,618 - 36,7 0,633 Miskin - 12,7 0,873 - 12,7 0,873 - 11,9 0,881 Median Tidak Miskin 87,0 1,870 75,6 1,756 68,6 1,686 Nasional Miskin Kronis -42.2 0.578 -39.6 0.604 -38.3 0.617 Miskin -13.2 0.868 -12.6 0.874 -12.2 0.878 Rataan Tidak Miskin 138.6 2.386 126.4 2.264 118.0 2.180 Miskin Kronis -40.0 0.600 -37.3 0.627 -35.8 0.642 Miskin -12.1 0.879 -12.0 0.880 -11.9 0.881 Median Tidak Miskin 85.8 1.858 76.6 1.766 70.4 1.704 Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan : GK = Garis Kemiskinan Selanjutnya, pada golongan tidak miskin berdasarkan median, tingkat nasional, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garis kemiskinan sebesar 70.4 persen. Sementara pada pantaipesisir besarnya di bawah 60 persen; yang artinya tidak terdapat jarak pengeluaran per kapita yang lebih tinggi antara yang tidak miskin dengan miskin, bila dibandingkan dengan nasional. 145

VI. FAKTOR PENCIRI KEMISKINAN

Seleksi faktor penciri kemiskinan dilakukan dengan menggunakan metode stepwise regresi logistik terhadap variabel-variabel rumahtangga dan infrastruktur. Variabel tidak bebas dikelompokkan menjadi “Tidak Miskin” kode =1 dan “Miskin” kode = 0. Pengaruh variable bebas terhadap variabel tidak bebas ditunjukkan oleh nilai , yang merupakan koefisien persamaan regresi logistik untuk masing-masing variabel bebas. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa kemiskinan dicirikan oleh variabel: jenis atap V4, memiliki atau tidaknya jaminan kesehatan V13, penggunaan alat kontrasepsi V14, akses kepada fasilitas kesehatan V15, kepala keluarga yang bekerja V19, jumlah pengangguran terbuka dalam keluarga V21, persentase pengeluaran untuk kesehatan V30, keberadaan perkumpulanorganisasi petani I59, tinggal di desa tanah rawan longsor I61, tinggal di desa rawan banjir I62, kasus busung lapar I66, wabah muntaberI67, ISPAI69, sumber penghasilan PENGHA, ketersediaan tempat buang air besar TMPBB, ketersediaan saluran limbah SLIMBAH, sumber air minum AIRMINUM, sumber air mandi AIRMANDI, akses jalur lalulintas LANTAS dan ketersediaan fasilitas pendidikan PENDIDIK. Jika dikelompokkan lagi, maka penciri kemiskinan sangat terkait dengan “sumberdaya keluarga, kondisi fisik rumahtangga, infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi rumahtangga”. Masuknya variabel tersebut sebagai penciri kemiskinan diindikasikan oleh nilai Odd Ratio atau Exp . Nilai ini merupakan ratio peluang “tidak miskin” terhadap peluang “miskin”. Dalam hal ini ketentuan yang digunakan adalah, jika nilai Exp kurang dari 1, maka akibatnya adalah naiknya nilai variabel bebas